Beberapa waktu belakangan perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia tersedot dengan pemberitaan serta keikutsertaan Rio Haryanto di ajang Formula 1. Rio Haryanto menjadi pembalap Indonesia pertama yang ikut meramaikan persaingan di ajang kompetisi jet darat tersebut bersama tim Manor Racing. Belum habis gonjang ganjing pemberitaan mengenai Rio Haryanto dengan segala permasalahan yang dihadapinya, masyarakat kita kembali tersedot perhatiannya tentang keikutsertaan seorang bocah cilik dari Bangka Belitung di ajang MTQ Internasional.
Musa La Ode Abu Hanafi, bocah cilik yang baru berumur 7 tahun dan hafal 30 juz Al Quran. Dalam keikutsertaannya dalam ajang MTQ Internasional tersebut di Mesir, Musa berhasil meraih juara 3. Dia adalah peserta termuda dan satu-satunya wakil dari Indonesia di ajang internasional tersebut. Bahkan saking bangganya, Presiden Jokowi pun ikut memberikan komentar serta apresiasinya terhadap Musa.
Saya tidak akan membahas mengenai berbagai pro serta kontra yang mengiringi pemberitaan mengenai prestasi kedua anak bangsa tersebut. Tetapi lebih kepada sorotan terhadap anggapan sebagian orang yang memberikan label bahwa Rio Haryanto dan Musa dinaungi oleh keberuntungan. Rio Haryanto dianggap beruntung karena memiliki orangtua yang selalu mendukung dan setia mendampingi dalam setiap kegiatan yang diikutinya. Bahkan untuk ketika akan berlomba di ajang Formula 1, Rio Haryanto mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak diantaranya Pertamina dan Kementerian Pemuda & Olahraga. Begitu juga dengan Musa yang beruntung karena memiliki orangtua yang bersedia membimbing dan mendidiknya sedari kecil untuk menjadi hafidz.
Bagaimana tanggapan Anda terhadap prestasi Rio Haryanto dan Musa? Apakah Anda termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang mengatakan bahwa kedua putra terbaik bangsa tersebut memang memiliki keberuntungan?
Menurut Anthony Robbins, keberuntungan adalah ketika kesempatan bertemu dengan persiapan. Namun yang seringkali terjadi adalah kita selalu mengharapkan datangnya kesempatan tanpa pernah terpikir untuk mempersiapkan diri. Jika Rio Haryanto tidak pernah berlatih dan fokus mempersiapkan diri selama bertahun-tahun dengan mengikuti berbagai ajang perlombaan mulai dari Formula3, apakah mungkin dia akan mendapatkan kesempatan untuk dapat tampil diajang Formula 1? Jika Musa dan orangtuanya tidak mau mengorbankan waktu beberapa jam setiap hari untuk menghafal Al Qur’an, apakah mungkin ia bisa menorehkan prestasi sampai tingkat internasional seperti yang kita lihat saat ini?
Kenapa kedua orang tersebut bisa “seberuntung” yang kita lihat saat ini? Karena mereka berdua telah bergerak selama ini selaras atau searah dengan kesempatan tersebut. Mereka mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari dengan sebaik-baiknya dan fokus melakukan apa yang menjadi tanggungjawab serta bagian mereka masing-masing. Sehingga ketika mereka bertemu dengan kesempatan tersebut terciptalah sebuah momentum yang disebut dengan keberuntungan tersebut.
Dalam keseharian terkadang kita dengan mudahnya “menuduh” orang-orang yang meraih keberhasilan sebagai orang yang beruntung. Padahal kita tidak mengetahui proses yang mereka jalani untuk mencapai itu semua. Kita tidak tahu kalau mereka rela mengurangi waktu istirahat dan jam tidurnya lebih sedikit dari kita, mereka bekerja dan berlatih lebih banyak dari yang kita ketahui, berpikir dan menguras otaknya lebih banyak dari kita, bahkan mereka rela untuk lebih menderita dan bekerja lebih lama dari yang biasa kita lakukan.
Jadi kalau begitu apakah keberuntungan bisa menjadi milik setiap orang? Jawabannya adalah bisa, semua orang bisa menjadi beruntung. Maka mulai saat ini jangan mau hanya menjadi orang yang “kebetulan” beruntung, karena kalau hanya kebetulan maka belum tentu hal tersebut bisa terulang kembali. Tetapi berusahalah untuk menjadi orang yang benar-benar beruntung, karena hanya orang yang memiliki keberuntung hakiki yang bisa mengulangi keberuntungan tersebut setiap saat.
Bagaimana caranya untuk menjadi pribadi yang benar-benar beruntung? Dengan cara bergerak selaras dengan kesempatan, selalu memantaskan dan mempersiapkan diri dengan melakukan yang terbaik dalam setiap tindakan dan keseharian kita. Seperti yang telah diuraikan dalam buku saya yang berjudul We Are Masterpiece, Tuhan telah menciptakan kita begitu spesial dengan berbagai kelebihan dan potensi yang kita miliki. Sudah sepatutnya kita bersyukur kepada-Nya, salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan potensi diri tersebut guna meraih prestasi dan kesuksesan yang selama ini kita impikan.
Kita tidak akan pernah tahu kapan kesempatan itu akan datang menghampiri kita, jadi yang bisa kita lakukan adalah mengambil tanggungjawab penuh untuk mengembangkan dan mempersiapkan diri secara maksimal. Jadi ketika kesempatan itu datang, kita telah siap untuk menyambutkan dan menjadikan sebagai sebuah keberuntungan.
(Tulisan ini pernah dimuat di Harian BERNAS Jogjakarta edisi Selasa, 10 Mei 2016 dengan judul “Apakah Anda Percaya Dengan Keberuntungan?”)
Bagi Anda yang ingin mengoptimalkan potensi diri guna meraih kesuksesan, jangan sampai terlewatkan untuk membaca buku terbaru saya We Are Masterpiece : 7 Langkah Mengoptimalkan Potensi Diri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H