Mohon tunggu...
Denni Candra
Denni Candra Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi HR - Penulis - Pengajar

Praktisi Komunikasi, Personal Development serta HR – LnD Enthusiast yang suka nulis, penyuka kopi, traveling dan hobi gowes. Selain itu juga memfokuskan diri untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran di bidang Learning & Development, Risk Management, Kepenulisan, Public Speaking dan Tranformasi Budaya (Culture Transformation). Untuk kerja sama kegiatan fasilitasi, kepenulisan dan lainnya, boleh hubungi saya melalui media sosial atau email: info.dennicandra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Norman Kamaru, Mantan Polisi yang Menemukan "Passion"nya

9 Desember 2011   04:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:39 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sempat menghilang sejenak, Norman Kamaru (gak boleh lagi pakai Briptu) sekarang muncul lagi dengan pemberitaan yang menurut saya kembali menghebohkan. Kalau kemarin ini dia terkenal dengan video lipsync-nya menyanyikan lagu "chaiya-chaiya" lengkap dengan segala atribut dan seragam kedinasannya di kepolisian. Sekarang ini dia bikin heboh lagi karena dipecat secara tidak hormat dari institusinya sendiri yaitu kepolisian dengan alasan mangkir dari tugas (diserse) selama lebih kurang 2 bulan berturut-turut. Norman lebih memilih berkarir di dunia tarik suara daripada meneruskan karirnya di kepolisisan.

Sehubungan dengan keputusannya tersebut maka menimbulkan berbagai dampak yang salah satunya pemecatan serta hujatan dari berbagai pihak, walaupun ada sebagian orang yang mendukung dan menanggapi positif hal tersebut. Untuk yang menghujat mereka beralasan karena Norman melakukan tindakan indisipliner dengan mangkir dari tugasnya selama 2 bulan berturut-turut, dan hal tersebut bukan mencerminkan tindakan seorang polisi yang baik. Norman secara tidak langsung telah menjadi idola sehingga semua tindak tanduk dan perilakunya pasti akan dicontoh dan mendapat sorotan dari berbagai pihak. Mungkin saja pada awalnya mereka yang menghujat Norman ini adalah para idolanya yang telah menaruh harapan dan ekspektasi berlebih pada seorang Norman Kamaru.

Munculnya Norman Kamaru pada awalnya menjadi semacam oase yang memberikan kesejukan kepada masyarakat yang selama ini terlanjur memberikan cap negatif terhadap citra dan kinerja kepolisian. Dalam berbagai kesempatan pun pihak kepolisian memanfaatkan momen tersebut sebagai bagian kehumasan dengan memberikan pernyataan dukungan dan mengundan Norman ke Mabes polri di Jakarta.

Tapi harapan yang besar dari para idolanya tersebut menjadi buyar tatkala Norman memutuskan mundur dari kepolisian sehingga kisahnya tidak berakhir bahagia seperti harapan awalnya.

Apakah itu kesalahan Norman? Menurut saya itu bukan kesalahan Norman, karena bagaimanapun dia tetaplah manuasia biasa. Dia punya kebebasan atau dalam istilah kerennya dia pun punya "passion", dia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri sesuai dengan tuntutan jiwanya sebagaimana yang telah diukirnya selama ini dan akan terus berkanjut sampai kedepannya. Mungkin kita yang terlalu berharap dan menaruh ekspektasi berlebih pada dia, begitu simple menurut saya persoalannya.

Bagi saya pribadi tindakan yang dilakukan Norman ini bukanlah sebuah pembangkangan terhadap institusinya atau pun kisah "kacang yang lupa pada kulitnya". Kisah seorang artis dadakan yang mabuk kepayang dan terbuai dengan popularitas dan ketenaran instan seperti yang dituduhkan banyak orang selama ini. Tapi ini semua adalah sebuah proses pencarian "passion" atau keinginan dari hati nurani yang terdalam, mungkin selama ini terkakang dan terbungkam tapi sekarang menemukan arah dan jalur yang tepat.

Pemecatan dari institusi kepolisian saya ibaratkan seperti sikap dari sebagian orang tua terhadap anaknya, disatu sisi begitu membanggakan anaknya yang mempunyai bakat melukis tetapi disisi lain memarahi dan melarang setiap anaknya mencoret-coret dinding, bukannya mencarikan dan menyodorkan alternatif untuk jadi media penyaluran bakat yang memuaskan semua pihak.

Semua orang mempunyai hak dan kebebasan untuk memilih dan menentukan sendiri jalan hidup yang sesuai dengan panggilan hati nuraninya sendiri, apalagi kalau diyakini bahwa pilihan tersebut diyakini akan memberikan nilai lebih baik itu dari segi kepuasan batin maupun dalam hal materi yang didapat. Dan hal itulah yang menurut saya sekarang ini lagi dijalani Norman Kamaru. Mungkin selama ini dia kelihatan gagah dengan seragam dan atribut kepolisiannya, tapi hal tersebut tidak sesuai dengan hati dan jiwanya sehingga menimbulkan semacam keterpaksaan dalam menjalaninya. Walaupun kita tahu bahwa profesi polisi adalah semacam kebanggan dalam keluarganya karena sebagian besar keluarganya adalah anggota kepolisian, tetapi apakah salah jika Norman memilih jalannya sendiri sesuai dengan panggilan jiwanya.

Dalam hal ini jujur saya pribadi merasa iri dan salut pada Norman yang memilih untuk mengikuti "passion" dan melakukan apa yang sesuai dengan panggilan jiwanya, tergantung nanti hasil akhirnya bagus atau jelek. Tapi dia berani untuk keluar dari "zona aman" yang selama ini didapatnya. Sama seperti Thomas Alva Edison, sang penemu jenius, yang dalam salah bermain-main. Karena orang yang bekerja sesuai "passion"nya tidak pernah merasa bekerja tetapi menganggapsatu kutipan legendarisnya, mengatakan bahwa ia tak pernah
merasa bekerja, ia hanya nya sebagai bermain, sehingga tidak ada beban dan paksaan dalam melakukannya.

Jauh sebelum Aa Gym berpoligami, beliau sering mengatakan bahwa bangsa kita seperti kepiting. Jika sekelompok kepiting ditaruh dalam baskom, dan salah satu berusaha keluar dari baskom atau wadah itu, yang lain justru akan berusaha menariknya kembali. Seperti tagline sebuah iklan "susah lihat orang senang, senang lihat orang susah".

Marilah kita ambil cermin untuk berkaca, karena bukan mustahil kisah Norman Kamaru diam-diam adalah keinginan terpendam kita bertahun-tahun lalu yang terpaksa luluh dibakar waktu karena kita tak berani keluar dari "comfort zone" atau kungkungan kebiasaan dan tradisi. Kisah Norman Kamaru adalah kisah klasik para pencari lentera jiwa. Kisah orang-orang yang ingin bebas merdeka mengekspresikan "passion"nya, mewujudkan mimpi-mimpinya, merengkuh masa depannya dengan caranya sendiri. Sesederhana itu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun