[caption caption="pihak sekolah harusnya memperjuangkan nasib siswanya. Sumber : metrotvnews.com"][/caption]Masih ingat dengan kasus Anak jenius dari kabupaten Sidoarjo kemarin? sudah pasti setiap siswa berhak mengikuti Ujian Nasional (UN) yang di laksanakan pemerintah, namun tidak dengan Pato Sayyaf, siswa kelas 6 SD Multiligual Anak Soleh, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Pato harus menerima kenyataan bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo menolaknya dalam Ujian Nasional Tahun 2016. Karena usia Pato Baru 8 tahun 2 bulan. Umur tersebut bukan sebuah rekayasa semata, namun itu karena Pato mengikuti Kelas akselerasi dengan rapor yang sudah lengkap dan nilainya tergolong memuaskan.
Orang tua Pato pun merasa sangat terpukul, sebab Pato mengikuti akselerasi tersebut mulai dari kelas satu hingga kelas 6 sesuai prosedur. Sesuai perkataan Joko Trianto ayah dari Pato mengatakan bahwa anaknya mengikuti akselerasi karena di masukan oleh pihak sekolah. Di kelas akselerasi, Pato menempuh kelas satu hingga kelas 6 hanya dengan 4,5 tahun, dan selama itu pula Pato selalu mendapat ranking 1.
SD tempat pato bersekolah belum bisa menyelenggarakan UN karena belum mengantongi izin menyelenggarakan UN, namun saat Pato mendaftar untuk UN pada mei 2016 di SDN Tropodo, ternyata Dinas Pendidikan Sidoarjo menolaknya dengan alasan umur Pato masih kurang sesuai dengan peraturan batas minimal usia pelajar ikut UN. Oleh karena itu SDN Tropodo tidak berani mengambil keputusan karena Diknas Sidoarjo melarang.
Setelah itu Dinas pendidikan sidoarjo menyarankan kepada Joko agar Pato menjalani tes IQ.
Kemudian joko membawa Pato untuk mengikuti tes IQ di Lembaga Psikotes milik pangkalan TNI AL Surabaya. Ternyata sangat mengejutkan, hasil IQ pato 136. Tapi Diknas Sidoarjo tetap menolaknya karena umur Pato baru 8 tahun. Padahal untuk IQ di atas 130 sudah di katakan Jenius. Dan kini Joko mengadu ke DPRD Jawa Timur untuk Menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam kasus ini, Pato sudah menjalankan kewajiban belajar dengan baik dan sesuai prosedur yang ada, namun ternyata pihak Diknas setempat mempunyai keputusan yang lain. di dalam Peraturan Bersama Antara Menteri Pendidikan dan Menteri Agama Nomor 04/VI/PB/2011 dan Nomor MA/111/2011 dalam Pasal 5 yang mengatakan untuk tingkatan SD/MI, Menteri mengatur jika anak berumur 7 tahun sampai 12 tahun wajib di terima. Dan pada pasal 6 mengatakan bahwa calon siswa baru kelas 7 untuk SMP/MTs boleh di terima dengan usia paling tinggi 18 Tahun.
Jadi kalau menurut Kesimpulan saya bahwa usia anak SD untuk mengikuti UN maksimum adalah 18 tahun. Bahkan banyak komentar di sosial media yang saya baca mengatakan bahwa usia anak untuk mengikuti UN adalah relatif atau tergantung situasi dan kondisi siswa yang berlangsung dalam pendidikan tersebut. namun setiap orang pasti mempunyai pendapatnya masing-masing.
Hari kamis tanggal 10 Maret 2016, ternyata Dinas Pendidikan kabupaten Sidoarjo memberikan keterangan perihal tudingan bahwa tidak adanya fasilitas untuk Pato Sayyaf mengikuti Ujian Nasional. Dalam keterangannya, Djoko Supriadi selaku Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Sidoarjo mengatakan bahwa SD Multilingual Anak Sholeh tidak mengantongi ijin operasional sekolah sejak 8 tahun yang lalu. Djoko juga menambahkan, bahwa sebenanya permasalahan ini sudah di ketahui mulai awal tahun 2015 lalu, namun sampai saat ini pihak SD Multilingual Anak Sholeh masih belum juga melengkapi syarat yang di minta oleh pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo. Dan ternyata yang menjadi masalah adalah belum lengkapnya syarat pelaksnaan Pendidikan Akselerasi di SD Multilingual Anak Sholeh.
Diketahui pula adanya kejanggalan pada rapor Pato Sayyaf. Pada awalnya di tahun ajaran baru 2012 belum ada kejanggalan saat Pato dari kelas I naik ke kelas II yang di tempuh selama 1 tahun. Namun di kenaikan kelas selanjutnya dari kelas III sampai ke kelas VI, ternyata waktu kenaikan kelasnya hanya berselang enam bulan saja. Tentu ini menjadi pertanyaan yang sangat serius di kalangan semua orang. Namun semua itu bisa saja terjadi kalau melihat hasil tes IQ Pato sebagai anak Jenius yang meraih angka 136 yang dilaksanakan di tanggal 23 Februari kemarin di Lembaga Psikotes milik pangkalan TNI AL Surabaya.
Dan hingga saat ini alasan Djoko tidak memberikan kesempatan pada Pato untuk mengikuti Ujian Nasional tetap sama, yaitu karena Pato belum berusia 12 tahun. padahal sejak awal Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo yang telah menyarankan Pato untuk mengikuti tes IQ, Hingga Isa Anshori selaku Ketua Hotline Pendidikan Jawa Timur mengatakan bahwa Dinas Pendidikan Sidoarjo telah memberikan harapan palsu kepada keluarga Pato.
Seharusnya guru sebagai pembimbing dan konselor harus membuat menejemen pendidikan yang sangat baik untuk siswanya, agar siswa tidak menjadi korban dari sistem pendidikan yang diterapkan ataupun kesalahan dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Begitupula Dinas Pendidikan yang menangani kasus ini juga harus bisa mengambil keputusan yang tepat untuk menyelamatkan siswa dari tekanan mental yang dapat mengakibatkan psikologi perkembangannya terganggu. Karena siswa SD/MI adalah siswa yang memiliki masa sebaik-sebaiknya masa siswa dalam belajar untuk mendapatkan pondasi dasar dalam belajar yang baik.
Entah siapa yang harus di salahkan dalam permasalahan ini, harusnya pihak sekolah dan pemerintah bisa memperjuangkan nasib anak jenius seperti ini, jangan terus-terusan saling melempar kesalahan. namun yang terpenting adalah mari kita perbaiki menejemen pendidikan yang ada di Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H