Mohon tunggu...
Laser Narindro
Laser Narindro Mohon Tunggu... Dosen - Tidak bisa menilai diri sendiri

Hanya menuliskan apa yang ada dipikiran dan mencoba menyambungkannya dengan data dan fakta yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Membangun Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas

18 September 2019   01:10 Diperbarui: 3 Oktober 2019   18:26 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu indikator utama negara maju adalah negara tersebut memiliki IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang tinggi. IPM pun dinilai dari bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial dan budaya dan lain lain. Ranking atau urutan negara berdasarkan IPM dapat dilihat pada halaman wikipedia atau halaman web lainnya yang dapat diakses melalui situs www.google.com. Terkait IPM, memang harus dibahas mulai dari hulu sampai hilir. Target generasi emas 2045 ya tinggal 26 tahun lagi mulai dari tahun 2019. Artinya generasi emas yaitu anak yang kelahirannya dimulai dari tahun 2000 hingga sekarang. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Selama ini kita hanya fokus dengan proses peningkatan untuk bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan lain lain untuk meningkatkan IPM suatu Negara. Selama ini kita hanya membaca angka dan grafik pada data atau dokumen dari berbagai sumber (entah indikator dan kevalidan sumber data dari mana diperoleh dan bagaimana metode perhitungannya). Output (keluaran) yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas SDM mulai dari bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan lain lain. Terkait bagian hulu, untuk peningkatan SDM harus dimulai dari proses kehamilan ibu (janin di dalam kandungan). Pada kesempatan ini, Saya mencoba membaca dari beberapa artikel dan mencoba mendiskusikannya dengan rekan - rekan kantor dan saya bandingkan dengan antar data dan dokumen dari berbagai sumber. Sebelumnya, apakah ada yang tahu jumlah angka kematian bayi dan ibu (AKB / AKI) di Indonesia ? Dan setelah saya membaca data yang saya peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang saja, AKI dan AKB dalam kurun 5 tahun terakhir ternyata cenderung cukup tinggi hingga pada akhir tahun 2018, untuk kasus AKI dan AKB di Kota Semarang masih di atas angka 10 kejadian (kasus). Hal ini masih menjadi salah satu "momok" dan Pekerjaan Rumah (PR) untuk Kementrian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di daerah. Setelah diadakan sebuah diskusi (audiensi) dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang dan Kementrian Kesehatan beberapa waktu lalu, ternyata salah satu faktor penyebab jumlah AKB dan AKI yang cukup tinggi tersebut adalah Virus Torch (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus). Untuk info yang lebih detailnya mungkin bisa ditanyakan langsung dengan dokter spesialis dan ahlinya terkait hal tersebut. 

Nah disini saya ingin memulainya dengan proses reproduksi (pregancy dan maternity) dimana proses awal dalam tahap pra reproduksi dimulai dari pengecekan darah dan kesehatan lainnya. Selama ini, yang saya tahu tentang tindakan promotif dan preventif yang telah dilakukan dan difasilitasi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah adalah berupa fasilitasi kegiatan pendeteksian dan penanggulangan virus HIV dan AIDS nya saja bukan pengecekan dan pedeteksian untuk seluruh virus. Untuk tindakan preventifnya berupa VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan untuk tindakan kuratif nya berupa proses pengobatan pada Rumah Sakit Umum milik Pemerintah disertasi dengan pemberian obat obatan untuk pengidap HIV dan AIDS secara gratis. Sedangkan untuk pendeteksian dan penanggulangan virus toxoplasma, rubella, herpes dan lain lain masih diberlakukan BERBAYAR (komersil) yang dilakukan melalui pembayaran secara pribadi ataupun melalui beberapa asuransi artinya untuk pengecekan virus tersebut masih BELUM DISUBSISDI oleh Pemerintah baik tingkat Pusat dan Daerah. Virus tersebut juga yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan genetika pada janin saat perkembangannya di dalam kandungan atau (mohon maaf sekali) bayi yang dilahirkan akan memiliki cacat pada fisik dan mental ketika setelah dilahirkan. Bahkan terkadang kelainan genetika dan cacat fisik tersebut belum tentu dapat dideteksi melalui ultrasonografi (sonogram) atau yang biasa disebut dengan USG. Pengecekan kromosom pada janin hanya dapat dilakukan melalui Non-Invasive Prenatal Test (NIPT) yaitu tes kromosom bayi melalui darah sang Ibu. Untuk mengetahui jenis - jenis kelainan pada janin dan bayi dapat dilihat pada link artikel di bawah. Harga untuk NIPT pun relatif cenderung mahal di kisaran harga +- 11 juta rupiah ke atas. Adapun untuk mengecek kromosom sperma sejak dini dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan mtode Intracytoplasmic morphologically selected sperm injection (IMSI) dan intra-cytoplasmic sperm injection (ICSI). Untuk penjelasan ke dua metode tersebut bisa dilihat pada link artikel di bawah (Label). Pengecekan kromosom pada sel sperma pun dapat dilakukan untuk melihat dan mengetahui apakah ada kendala atau kelainan genetika pada kromosom sel sperma tersebut. tidak menutup kemungkinan bahwa kelainan genetika dan cacat fisik pada janin dan bayi yang telah lahir juga dapat disebabkan oleh kelainan kromosom pada sel sperma. Diakrenakan pola hidup dan makan setiap orang berbeda dan sangat menentukan dari kualitas darah, hormon dan sel sperma yang dihasilkan. Kembali lagi, biaya untuk melakukan pengecekan sel sperma dengan metode IMSI tersebut juga tergolong tidak murah.

Memiliki keturunan (anak) yang berkualitas dari segi ahlak dan intelektualitas, ditujang keadaan fisik yang baik. Pada kesempatan kali ini, Saya ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan saya yang terbatas dengan siapa saja yang ingin memulai memiliki keturunan atau anak (regenerasi) dan bagaimana proses dalam menjalaninya. Pada hal ini, istri saya terkendala oleh kekentalan darah dimana istilah medisnya yaitu hiperkoagulasi (darah mudah beku) dan Polisitemia yaitu kondisi yang berlawanan dengan anemia, atau kadar hemoglobin dalam darah yang rendah. Dimana yang kita ketahui, proses perkembangan janin pada rahim Ibu akan berkembang jika supply  nutrisi, protein, vitamin yang dibutuhkan oleh janin di lakukan melalui darah dna jika tidak ter supply dengan baik oleh maka proses perkembangan janin tidak akan normal. Nah dimana posisi kekentalan pada darah istri saya dinilai cukup rawan jika ingin mengandung janin pada rahimnya. Sambil melakukan program pembenahan darah pada tubuh istri saya, saya juga melakukan pengecekan darah untuk pendeteksian virus TORCH dan pengcekan sel sperma dengan metode IMSI untuk program kehamilan dengan metode In Vitro Fertilization (IVF) atau yang kita kenal dengan istilah bayi tabung di salah satu Rumah Sakit Swasta di Jakarta. Jujur pada saat pembayaran pun saya terkejut dengan jumlah pembayaran yang tidak sedikit untuk biaya cek laboratoriumnya. Melihat total tagihan tersebut saya pun berfikir, apakah semua orang yang ingin melakukan pengecekan darah dan sel sperma memiliki kemampuan keuangan sama dengan saya. Pertanyaan saya yaitu semisal ada orang yang memiliki pendapatan di bawah harga cek laboratorium tersebut, lalu bagaimana dapat melakukan pengecekan darah dan sel sperma tersebut ? Dikarenakan biaya pengecekan laboratorium tersebut dan obat - obatannya tidak mendapatkan SUBSIDI dari Pemerintah Pusat maupun Daerah. Belum lagi setelah bayi lahir, perlu dipantau kembali perkembangan otak dan fisiknya. Artinya, untuk output SDM yang berkualitas ini membutuhkan perencanaan, promotif, preventif dan tindakan yang tepat dan memerlukan biaya yang tidak sedikit pula. Belum lama ini saya mengisi focus group discussion (FGD) sebagai narasumber terkait bina keluarga balita oleh salah satu Dinas atau OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di Kota Semarang terkait perkembangan motorik pada anak usia 0 - 5 tahun kepada para kader PKK Kota Semarang. Di salah satu slide materi yang saya tampilkan, ada artikel yang menyatakan bahwa tumbuh kembang anak ditentukan melalui 1000 hari pertama pasca dilahirkan. Disini diperlukan asupan protein, nutrisi, gizi dan lain lain yang memadai untuk mendukung tumbuh kembang otak dan fisik anak. Disini juga diperlukan pendampingan dokter, ahli kesehatan anak, praktisi dan lain lain untuk pendampingan ibu dan anak. Setahu saya, bantuan yang telah diberikan dari Kementrian Kesehatan dan yang sudah berjalan adalah pemberian biskuit pengganti ASI (MP-ASI), biskuit untuk anak berusia 0 - 5 tahun (balita) dan biskuit untuk Ibu yang sedang mengandung.

Kesimpulan yang dapat saya berikan pada artikel ini adalah betapa pentingnya setiap tahapan demi tahapan tersebut untuk membangun SDM yang benar - benar berkualitas. Untuk membangun generasi emas 2045 yang berkualitas memang diperlukan sebuah perencanaan dan konsep yang matang yang dimulai dari proses reproduksi, pengembangan janin dan tumbuh kembang anak hingga memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit dan peran pendampingan ahli selama proses kehamilan dan perkembangan anak usia dini. Hingga saat ini, saya belum melihat kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah yang tertuang dalam kebijakan Rencana Aksi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJP dan RPJM) baik untuk tingkat Pusat maupun Darah untuk mempersiapkan generasi SDM yang unggul yang dimulai dari pra dan pasca reproduksi atau dari hulu ke hilirnya. Peran promotif dan preventif mulai dari janin di kandungan hingga anak berumur 3 tahun, itu pun belum nanti bagaimana pembiayaan dan sistem pendidikan anak, ekonomi dan karir si anak ke depannya dan lain lain. Dan ternyata panjang juga yah proses dari hulu ke hilir terkait pembahasan pengembangan kualitas SDM. Sekali lagi ini hanya sharing pengalaman dan pengetahuan saya saja selama beberapa waktu terakhir. Harapan saya adanya perhatian dari Pemerintah Pusat dan Daerah yang akan mempersiapkan Rencana Aksi tersebut dan dituangkan dalam RPJPN, RPJPD, RPJPD dan RPJMD dan benar benar dilaksanakan dan diawasi dengan cara kolaborasi dari unsur Pemerintah Pusat dan daerah dan semua elemen masyarakat. Mohon maaf dari penulis jika semisal terdapat kesalahan dan miss informasi yang saya berikan pada artikel ini. Saya berharap ada yang berkenan untuk mengkoreksi dan sharing informasi lainnya. Untuk artikel tambahan, saya berikan link jurnal penelitian terkait hal - hal di atas dapat dilihat pada link artikel di bawah ini. Semoga bermanfaat dan terima kasih atas perhatiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun