Aku ingin selalu dalam keabadian. Berselancar di semua putaran waktu. Berkuasa pada tiap kuadran musim tanpa pernah hirau saat terbingkai caci maki.Â
Kepada cinta aku berkawan sembari mengajarkan kebencian. Menarik setiap rasa ke dalam pelukan cemburu. Mengiris tapak hati--tempat mula air mata tumpah. Pada semua guratan luka mereka bertemu dendam dan menyatu menantang langit dan matahari.
Kepada benci aku berhamba sembari melantunkan kidung-kidung kebohongan cinta. Melepas semua rangkaian partitur kedalam gelombang nada sumbang. Kupaku udara agar setiap nyanyian bergelantungan jadi madu pemberi daya kehidupan. Kupastikan derita kasih dan kejenuhan basa-basi sirna oleh setiap tetes manis terhirup.
Kepada kata-kata kuberikan jiwa-jiwa petarung, masuk ke setiap nurani kemudian menawarkan kesejukan diksi-diksi munafik. Kususun mereka dalam satu barisan tempur melawan keadilan yang naif.Â
Aku kini bersemayam dalam tarian duniawi, menghimpun para buta dan pincang karsa, menenun harapan baru dan menjadikannya permadani agung duniawi menuju ruang keabadian istana kegelapan terindah.
__DenisSalaga___
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H