Aku meniti senja di tiap tetes November tercurah. Tadinya kukira sedang murka. Tak sedikitpun hamparan dibiarkannya kering. Mungkin ingin berbilas, atau membalas kemarau yang pernah membunuh genangan kenangan.
Saat satu bulir air tersangkut di bulu mata, kulihat peristiwa dalam bola dunia masa lalu. Di situ, kepada waktu aku berbicara. Dari tiap kejadian aku mendengar. Sedikitpun tak sempat tercatat karena aku dihanyutkan arus deras rasa. Aku lupa kaki sedang di titian rapuh. Sewaktu-waktu patah dan menenggelamkan aku dalam hiruk pikuk derai.Â
Tapi senja tak pernah ingin terpajang lama. Kepada November pun ia tak menjanjikan keabadian. Bagi senja, setiap bulan datang atau  berganti adalah kemuliaan.
Disitulah aku jadi paham, November menyimpan banyak bulir cintanya selama satu putaran musim yang panjang.
---DenisSagala--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H