Pendidikan merupakan hal yang sangat penting pada setiap manusia terutama sejak lahir sampai tua. Dalam pendidikan sistem pembelajaran bermula dari teacher center yaitu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru memberikan pembelajaran kepada murid yang kemudian digantikan dengan sistem pembelajaran student center yaitu pembelajaran yang berpusat pada murid. Pembelajaran yang berpusat pada murid bertujuan untuk meningkatkan daya pikir kritis pada murid dan menjadikan murid yang lebih kreatif, inovatif, dapat bekerjasama dan aktif dalam berdiskusi kepada sesama teman kelas atau pada guru.Â
Diskusi dalam kegiatan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting terutama dalam membangun siswa yang lebih kritis dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Karena tanpa adanya diskusi atau dialog pada kegiatan pembelajaran maka tidak terjadinya pendidikan yang baik atau efektif.Â
Sehingga perubahan pada sistem pendidikan yang menjadi berpusat pada murid (Student Center) adalah hal yang tepat dalam memajukan sistem pendidikan terutama di Indonesia seperti terjadinya pergantian kurikulum yang signifikan dari kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013. Dalam buku Rakhmat Hidayat (2011:8), menurut Harold (1927) mengartikan kurikulum sebagai suatu rangkaian pengalaman yang memiliki kemanfaatan maksimum bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuannya agar dapat menyesuaikan dan menghadapi berbagai situasi kehidupan.
Pada teori sosiologi pendidikan terdapat teori dari Paulo Freire mengenai pendidikan gaya bank. Menurut Paulo Freire (2008:52), pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, di mana para murid adalah celengan dan guru adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan "mengisi tabungan" yang diterima, dihafal dan diulangi dengan patuh oleh para murid. Inilah kospen pendidikan "gaya bank" , dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan para murid hanya terbata pada menerima, mencatat, dan menyimpan.Â
Hal tersebut terjadi di Brazil saat terjadinya krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1929 dimana terdapat diskriminasi pendidikan antara kelas atas dengan kelas bawah yang dimana mendindas kelas bawah dengan hanya membentuk murid kelas bawah menjadi individu yang patuh dan siap menjadi pekerja. Pendidikan gaya bank ini pembelajaran satu arah dan membatasi ruang dialog anatar guru dengan murid dalam kegiatan pembelajaran.
Pada masa pandemi Covid-19 sistem pembelajaran yang berawal dengan tatap muka digantikan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan di rumah masing-masing dengan hanya menggunakan platform-platform yang menunjang pendidikan seperti Applikasi WhatsApp, Zoom, Google Meet, Google Classroom, dan lain-lain. Pada saat tatap muka kegiatan pembelajaran lebih efektif dikarenakan terdapat ruang diskusi secara langsung dengan jelas. Namun dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi kurang efektif dikarenakan ruang diskusi yang terbatas.Â
Seperti yang disampaikan oleh Anissa Nur Silvia Salsabila (21) mahasiswa prodi Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta bahwa "Saya merasa dialog antara dosen dan saya kurang terbangun. Terkhusus lagi dialog antara teman-teman lainnya dalam diskusi. Untuk penyampaian materi yang diberikan dosen tetap dapat tersampaikan dengan baik. Namun, diksusi antara teman serta situasi yang berbeda membuat proses dialog tidak terasa seperti biasanya. Apalagi mahasiswa memiliki akses untuk mematikan video dan microphone pada mata pelajaran tertentu. Hal tersebut menjadi faktor yang juga mempengaruhi minimnya dialog yang terjadi didalam proses pembelajaran". Hal tersebut merupakan tantangan dalam kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh di masa pandemi yang dimana terdapat tantangan yang dimiliki oleh mahasiswa dan peserta didik yang terkadang tidak mengaktifkan kamera dan microphone sehingga kurangnya dialog yang terbangun antara guru atau dosen dengan peserta didik atau mahasiswa.
Pada kondisi tersebut sebenarnya menjadi teralisasinya pendidikan gaya bank yang dikatakan oleh Paulo Freire dimana guru atau dosen memberikan materi kepada murid atau mahasiswa secara menyeluruh atau secara satu arah dikarenakan kurangnya tanggapan yang diberikan oleh murid atau mahasiswa pada kegiatan pembelajaran jarak jauh yang dikarenakan mayoritas mahasiswa mematikan kamera dan microphone dengan hanya mendengarkan materi saja. Tantangan ini merupakan masalah pada mahasiswa dan murid yang menjadi kurang terasah untuk berbicara dalam dialog atau diskusi pada kegiatan pembelajaran dikarenakan terbatasnya ruang diskusi atau pembelajaran dan kendala seperti sinyal, alat komunikasi yang terbatas dan lain-lain. Padahal pada masa sekarang ini kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum 2013 dimana kegiatan pembelajaran berpusat pada murid dan juga mahasiswa. Namun dikarenakan tantangan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada murid dan mahasiswa yang menjadi sulit untuk merealisasikan kurikulum yang berpusat pada peserta didik dengan melemahnya dialog atau diskusi antara pengajar dengan peserta didik atau antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. Sehingga tanpa disadari terealisasinya kembali pendidikan gaya bank yang dimana dialog atau diskusi dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh kurang berjalan dengan baik.
Menurut Freire (2008:84), hanya dialoglah yang menuntut adanya pemikiran kritis, yang mampu melahirkan pemikiran kritis. Tanpa dialog tidak akan ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh seharusnya dialog atau diskusi berjalan dengan semestinya agar kegiatan pembelajaran tersebut berjalan secara efektif. Terutama kurikulum yang digunakan sekarang adalah kurikulum yang berpusat pada siswa yang seharusnya dilakukan dengan mengutamakan diskusi atau keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut sangatlah penting dalam menghindari pembelajaran yang mengarah pada pendidikan gaya bank.
Pada kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini seharusnya pendidikan dilakukan berjalan dengan semestinya demi meningkatkan mutu pengetahuan intlektual agar peserta didik maupun mahasiswa tetap bisa berkembang meskipun memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi baik oleh guru, dosen, murid, dan mahasiswa.Â
Menurut Idi (2013:24), Struktural Fungsional adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat  secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituenya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.Â