Mohon tunggu...
Travel Story

Wisata Mangrove di Pantai Timur Surabaya

15 Februari 2016   16:24 Diperbarui: 26 Februari 2016   15:49 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi hutan mangrove (sumber: lipsus.Kompas.com)"][/caption]SURABAYAWisata mangrove yang terletak di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) selain menjadi jujukan wisatawan, juga menjadi tujuan para peneliti dan penyuka burung atau aves. Bagaimana tidak. Sebab, hutan mangrove yang masuk di Kecamatan Wonorejo ini menjadi habitat ratusan jenis burung. Setidaknya ada 167 spesies burung yang hidup di hutan mangrove tersebut

Hal itu disampaikan oleh staf pengurus Media Information Centre Ekowisata Wonorejo Muhammad Wachid. Ia mengatakan, ada beberapa peneliti burung maupun komunitas yang aktif datang ke hutan bakau Wonorejo untuk meneliti burung. “Memang banyak spesies burung yang hidup di sini. Tak kurang ada 167 spesies aves,” tutur Wachid, kemarin (13/2).

Burung-burung tersebut memang ada yang berhabitat di Pamurbaya. Namun, ada pula yang hanya numpang singgah lantaran pergantian musim atau biasa disebut dengan burung musiman. Beberapa burung yang langka dan biasa singgah di mangrove adalah kipasan belang atau bernama ilmiah Rhipidura Javanica. Burung ini biasa hidup di sekitar muara sungai dan juga hutan mangrove.

Selain itu, ada pula caladi titik atau bernama ilmiah Picoldes Molaccensis dan juga cipoh kacat atau Aegithina Tiphia. Dan yang langganan juga adalah burung jenis raja udang biru atau yang dikenal dengan nama latin Aicedo Coerulescens. “Kalau untuk jenis mangrove nya ada 14 jenis. Memang cukup banyak mahasiswa yang dapat dan juga pecinta burung yang main ke sini untuk berburu burung langka. Komunitas fotografer juga sering hunting ke sini,” ucap Wachid.

Ia mengatakan, untuk setiap burung kadang juga memiliki karakteristik menghuni pohon mangrove tertentu. Hal tersebut mengacu jenis makanan dan juga jenis anatomi burung yang juga berbeda-beda. Untuk menanam dan mengembangbiakkan jenis mangrove yang menjadi pusat hidup aves, pun tidak bisa sem barangan. Bahkan tak jarang harus diperlakukan khusus agar bisa tetap tumbuh dan tidak mati. “Sebenarnya kalau jenis mangrovenya sendiri ada banyak. Namun, juga harus disesuai kan dengan tanah di Surabaya. Termasuk tingkat keasaman dan salinitasnya,” kata Wachid.Sebab, di Wonorejo memang banyak dijadikan tempat sejumlah perusahaan untuk menyalurkan CSR (corporate social responsibility, Red) dalam bentuk penanaman mangrove.

Namun, tak jarang mangrovenya gagal tumbuh gara- gara tidak cocok dengan tanah yang ada di Kota Pahlawan. Oleh sebab itu, pihaknya kadang ketika ada perusahaan yang akan melakukan penyaluran CSR, kerap melakukan konsultasi terlebih dulu. Untuk pengunjung di ekowisata Wonorejo sendiri, Wachid mengatakan bahwa setiap tahunnya tren semakin meningkat. Di saat akhir pekan, jum lah pengunjung Wonorejo bisa men capai 2.000 orang. Jika weekday jumlah pengunjungnya sekitar 1.500 orang. Delapan persen pengunjung tersebut mayoritas kalangan muda yang datang bersama teman-te mannya. Sedang sisanya baru pe ngunjung keluarga.

Akan tetapi, sayangnya,  kebanyakan pengunjung hanya memanfaat ekowisata untuk jalan-jalan dan foto-foto. Sedangkan fungsi edukasinya masih sangat minim. Padahal, di sekitar tempat ekowisata sudah dilengkapi dengan sejumlah papan-papan informasi tentang wilayah konservasi, mangrove, dan juga fauna yang ada di ekowisata tersebut.

Tidak hanya itu, di sana juga terdapat sejumlah gerai edukasi berupa taman baca. “Tahun ini rencananya juga ada penambahan fasilitas. Seperti jogging track dan juga taman edukasi. Sehingga yang datang nggak hanya dapat hiburan, tapi juga dapat pembelajaran,” pungkas Wachid.

 

sumber: Surabaya Post 14 februari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun