Bertahun-tahun kemudian, saya dikenalkan dengan bahasa Italia semasa PraNovisiat dan Novisiat di Bintaro. Mudah rasanya menguasai kalimat-kalimat dalam buku kursus Bahasa Italia yang kami pakai. Begitu pula ketika mengenal bahasa Perancis dalam les privat menjelang selesai kuliah dulu. Namun, karena lama tidak digunakan, lupa tentunya. Tetapi, Bahasa Latin ternyata masih mampu saya ingat dengan baik. Dari sinilah saya sadar bahwa kecermatan tata tulis memberi dasar yang kuat dalam kesadaran tertib berbahasa.Â
Romo Madya tak ubahnya paket lengkap pribadi yang tertib dan disiplin. Pembelajaran di kelas beliau mengakar kuat pada sikap hidup dan teladan keseharian beliau. Sebagai guru, beliau selalu berpenampilan necis dengan balutan batik lengan panjang. Kalau memakai baju biasa, beliau pasti mengenakan lengan panjang yang selalu rapi dimasukkan, lengkap dengan sabuk dan ujungnya tidak pernah digulung. Begitu pula dengan rambutnya yang selalu rapi. Entahlah, mungkin beliau memakai Pomade yang membuat rambutnya rapi dan selalu mengkilap dari pagi hingga ujung hari kami bertemu. Kacamatanya tebal. Sepatu pantofel kulitnya pun mengkilap karena rajin disemir. Dan, beliau pun selalu menjinjing tas kulitnya yang khas. Saat menulis ini, saya berpikir beliau berkeyakinan bahwa penampilan pun dapat  memberi keteladanan sebagai seorang guru, yang digugu dan ditiru.Â
Tentu, tak berlebihan jika saya meyakini, Romo tak ubahnya sedang mempraktikkan pitutur luhur, Ajining Dhiri Ana ing Lathi, Ajining Raga Ana ing Busana. Ucapan memegang peranan penting bagi seseorang karena diyakini harga diri seseorang ditentukan oleh ucapan. Maka, seseorang harus berhati-hati menjaga ucapannya. Demikian pula dengan pakaian yang memegang peranan penting bagi seseorang. Orang dengan busana atau pakaian rapi tentunya menaikkan martabatnya.Â
Satu keteladanan yang tak saya lupakan adalah kerendahan hati dan ketaatan beliau pada pimpinan. Suatu hari, saya pernah mengunjungi kembali Seminari Mertoyudan. Lagi-lagi, beliau menunjukkan kehangatannya sebagai seorang guru yang mengenal saya secara pribadi. Beliau ingat nilai Bahasa Latin saya selalu bagus. Rasa bangga yang beliau tunjukkan tak ubahnya seorang bapak yang bahagia melihat anaknya berhasil.Â
Menjelang purna tugasnya, saya mendengar bahwa beliau tetap ingin melayani di SMA Seminari Mertoyudan. Namun, lagi-lagi ketaatan pada pemimpin membuatnya rela meninggalkan almamater kami menuju Girisonta.Â
Terima kasih Pak Doni dan Romo Madya untuk teladan dan bimbingannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H