Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Trip Menantang yang Tak Diundang!

7 Oktober 2023   13:18 Diperbarui: 7 Oktober 2023   13:44 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah mendengar suku Baduy? Saya pernah. Bertahun-tahun lalu, ketika di kelas IPS bersama pak Maryono, kelas Antropologi Budaya Indonesia bersama almarhum Rm. JB Hari Kustanto, SJ dan kelas Agama-agama di Indonesia bersama Pak Martin Lukito Sinaga, saya dikenalkan dengan istilah-istilah teknis yang menggugah hati saya untuk mencari tahu bagaimana suku-suku pedalaman yang hidup di beberapa pulau di Indonesia ini berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Ohya, tak lupa saya kenang almarhum P. Aniceto Morini, SX. Beliau mengenalkan saya pada suku-suku di Indonesia. Baduy salah satunya. Dengan segala keterbatasannya, beliau sangat concern memberi nomenklatur berbagai artikel budaya yang dikumpulkannya.

Hari ini, kesampaian juga berkunjung ke Suku Baduy Dalam. Saya mau ikut dan datang pula kesempatan berharga ini. Saya ingin tahu, "apa benar sih yang saya pelajari dulu?"

Simak kisah perjalanan saya ini.

----

(Mei 2022) - Pintu ruangan dibuka. "Mas, mau ikut nggak ke Suku Baduy Dalam?" Tanpa pikir panjang, pertanyaan ini saya jawab, "Ok bu. Kapan?" Lalu lanjutlah cerita rencana kunjungan ini.

Hari yang ditunggu tiba. Dini hari, bumi sudah diguyur hujan. Rasanya enggan. Saya masih pengen meringkuk di tempat tidur karena dingin yang memanjakan badan. Namun, kami pun bergegas bangun, berkemas, dan bersiap menuju stasiun.

Ealah, ternyata situasi nyaman pagi hari ini juga diikuti pesanan OJOL saya yang berkali-kali ditolak. Sampai akhirnya, ada yang mau. Dan, pas sekali, sesampainya saya dan istri saya di stasiun, keretanya pun tiba. Kami pun bergabung dengan rombongan.

Perjalanan pun dimulai. Sesampainya di perhentian terakhir angkot, kami bertemu dengan beberapa anak dari suku Baduy Dalam. Sejenak bersiap, tak lupa berfoto, kami pun mulai berjalan kaki menuju pemukiman Suku Baduy Dalam. Cibeo namanya.

dokpri
dokpri
Hujan ternyata tidak pilih-pilih. Sepanjang perjalanan kami, sisa-sisa air hujan masih membasahi tanah. Harum dengan aroma khas daun-daun tua yang berguguran. Saya pun harus berhati-hati melangkah sekadar berjaga kalau-kalau tergelincir. Walaupun, setelah setengah jam berjalan, harus tergelincir juga untuk pertama kalinya. Sakit memang tangan kiri saya menahan berat badan yang tiba-tiba terjatuh.
"Ulangi!" pinta rekan perjalanan di depan saya sambil bercanda. Saya hanya meringis dan nggak lama berselang, "Bruk!!!"Jatuh lagi.... "Tobat pak, ampun."

Hampir empat jam berjalan, kok belum sampai-sampai. Sesekali saya bertanya ke anak suku Baduy Dalam yang menemani, "Dek, berapa lama lagi?"
"Sudah dekat di depan." jawabnya
Setengah jam kemudian.... "Dek, masih jauhkah?"
"Nggak jauh lagi, sudah dekat." jawab teman seperjalanan kami ini.
Begitu terus berulang-ulang saya sering bertanya dan mendapat hiburan dari teman seperjalanan kami, anak suku Baduy Dalam. Kasiman namanya.

Kasiman tak berbeda dengan anak sepantarannya. Di antara saudara dan temannya, ia anak yang ceria. Sepanjang perjalanan, ia tak sungkan menolong membawakan beberapa barang bawaan saya meski awalnya memberanikan diri membawa tas gendong saya sendiri. Bagi saya, ia unik karena ketika keringat deras mengalir membasahi baju kami. Eh, tak ada tanda-tanda dia kelelahan dan berkeringat. Justru Kasiman pun sabar menemani kami beristirahat ketika kami lelah.
Maghrib menjelang, kami pun tiba di Cibeo, perkampungan Suku Baduy Dalam. Perjalanan rasanya komplit, lengkap, dan paripurna. Kami disambut ramah tuan rumah, Mang Yana. Di depan rumahnya, kami melepas alas kaki, meluruskan kaki yang lelah melangkah, dan menyeruput kopi/teh panas. Istirahat dulu deh biar pulih lagi tenaga kami.
Perjalanan seru menjadi pengalaman berkesan. Kalau dibayangkan sebelumnya, berulangkali tantangan di depan mata harus ditaklukkan; tanjakan, turunan, jalan berliku yang licin, dan jembatan bambu yang bikin hati deg-deg ser. Semuanya terbayarkan dengan duduk tenang di depan rumah, tanpa listrik, sejenak menjauhkan diri juga dari HP. Hening dan membiarkan tubuh beradaptasi di lingkungan baru.
Saya terbayang beberapa pengalaman bertahun-tahun lalu saat mengikuti program Perigrinasi, berjalan menuju Pranovisiat tanpa bekal makan dan minuman yang cukup dari tempat yang cukup jauh, tinggal di rumah kerang ketika live in di Cilincing selama satu bulan, dan menjalani Tahun Orientasi Misioner di Padangbaru.

dokpri
dokpri
Tak sulit lagi untuk beradaptasi. Namun lebih dari itu, perjalanan ini memberi pelajaran berharga bagi saya. Istimewanya sejenak menyepi adalah memberi makna pada perjalanan hidup saya. Di tengah rutinitas yang mungkin saja membuat saya berpikir bahwa sudah sewajarnya kegiatan ini rutin terlaksana. Ternyata, ada sekian banyak orang baik yang saya temui dalam hidup saya sehari-hari layaknya Kasiman. Orang yang mungkin saja tak saya kenali sebelumnya, tapi tak sungkan mengulurkan tangan. Untuk itulah, saya boleh bersyukur atas orang-orang baik yang saya temui dalam hidup saya. Terima kasih. Semoga saya pun bisa belajar menjadi seperti anda sekalian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun