Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Diorama Jalan Salib dan Sejarah Kemanusiaan di Pulau Galang

27 Desember 2020   21:06 Diperbarui: 27 Desember 2020   23:21 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Historia Magistra Vitae, sejarah adalah guru kehidupan, begitu sesanti yang diungkap oleh Cicero. Dan benarlah demikian. Ketika menjejakkan kaki di tempat ini, saya sempat membayangkan para pengungsi ini tak ubahnya kaum musafir. Mereka berjalan melintasi padang gurun atau padang pasir yang mungkin saja tak berujung. 

Ada masanya ketika merasakan kelelahan, ketidakpastian, kehausan dan tentu saja membutuhkan oase, tempat melepas dahaga. Demikian pula kalau perjalanan itu dilakukan malam hari. Kalau mendapati ada titik terang cahaya di kejauhan, di sana tentu ada kehidupan. Padang pasir tak ubahnya pra lambang ketidakpastian, bahkan kematian. 

Bayangan ini juga lekat di benak saya. Lautan, malam gelap, amukan ombak, dan badai adalah suasana yang lekat dengan para murid yang berprofesi sebagai nelayan. 

Dalam situasi seperti itu, para murid pun pernah dikisahkan mengalami ketidakpastian, "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa." (Luk 5:5) Maka, jika membayangkan yang terjadi di masa lalu, para pengungsi ini pun pasti merasa lega menjejakkan kaki di pulau ini. Setidaknya, di pulau inilah, mereka dapat membangun harapan baru dan kehidupan baru. 

Nuansa religius ini pun dapat saya rasakan ketika menjejakkan kaki di salah satu spot di eks Camp ini, tepatnya di Sanctuary of Mother Mary Perpetual Help of Galang Island. Waktu itu, kami tak ingin berlama-lama sebenarnya mengingat sore hari harus segera kembali ke Tanjung Uban. 

Semalam pun sebenarnya hujan cukup deras sehingga tanah pun lembab dan becek. Namun karena kebaikan hati seorang bapak yang kami temui di dekat kami memarkir kendaraan, kami dikenalkan pada spot jalan salib yang begitu megah lengkap dengan patung-patung berukuran manusia dewasa. 

Kami pun diantar berkeliling. Letaknya yang agak tersembunyi memang langsung dapat saya lihat ketika berkeliling mengitari eks camp Vietnam ini. Namun, spot ini unik, menarik, terlebih lagi karena peristiwa penyaliban Yesus ini diukir indah di atas kapal yang berukuran hampir sama dengan yang dipakai oleh para pengungsi Vietnam. Suasananya pun rindang dan asri, jauh dari keramaian. "Betapa beruntungnya saya!"ungkap saya dalam hati. 

Semoga perjalanan saya ini bermanfaat. Jika sempat berkunjung ke pulau ini, sempatkan mampir untuk melihat dan mengabadikan keindahannya. Berikut beberapa fotonya: 

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun