Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masa Prapaskah: "Coba Kaulihat, Dirimu Dahulu" (3)

25 Februari 2016   11:37 Diperbarui: 25 Februari 2016   11:49 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrated (sumber gambar: Artist: James Tissot Start Date: 1886 Completion Date:1894 paintings-by-style: Symbolism paintings-by-genre: religious painting paintings-by-technique: graphite, watercolor Tags: famous-people, Pharisees)"][/caption]

Nulis nulis nulis lagi... 

"Coba kau lihat dirimu dahulu
Sebelum kau nilai kurangnya diriku
Apa salahnya hargai diriku
Sebelum kau nilai siapa diriku" (Armada, Hargai Aku)

Demi tugas "negara" mengiringi paduan suara, kembali saya menyempatkan diri untuk mempersiapkan diri hari Minggu nanti. Sembar mendengar lagu Armada, Hargai Aku, rasa-rasanya teks ini begitu menarik untuk diulas. Saya kutipkan pada bagian refrainnya. Semoga berkenan: 

 

Kisah Pertobatan

[caption caption="Diary PSK Kalijodo (sumber gambar: plus.kapanlagi.com/buku-curhat-ingin-tobat-psk-kalijodo-ini-bikin-netizen-haru-4c834f.html)"]

[/caption]

Kalau akhir-akhir ini, Kalijodo menjadi pusat perhatian, mari sejenak membuka lembaran barang-barang yang ditinggalkan. Salah satunya adalah buku catatan "curhat" yang tergeletak di antara berbagai macam benda yang berserakan. Buku ini ditemukan di kafe Mega Mas Kalijodo. Tak terlalu penting memang, tetapi isinya memuat tulisan hati seorang PSK yang takut  pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Keinginannya adalah meninggalkan profesinya sebagai kupu-kupu malam. Buku ini bersampul merah bertuliskan Dewi, MG: Mas, dengan tulisan tangan dalam tinta biru. 

'Ya Allah, aku udah enggak betah hidup yang aku jalani sekarang. Ya Allah bimbinglah aku ke jalan yang benar. Ya Allah, aku ingin jadi orang yang baik di mata semua orang terutama-Mu Ya Allah. Kapan semua ini berakhir Ya Allah. Aku udah cape dengan semua ini'. Lalu kemudian di lembaran lainnya ada semacam pesan berjudul Pesan AA yang bertuliskan, 'Tak pernah kusadari. Pesan aa, jadilah anak yang baik jangan selalu ikuti hawa nafsumu, belajarlah jadi orang yang baik dan tau aturan perempuan'. Hingga di halaman lainnya sang PSK menulis lagi, 'Hidup ini memang tak sama dengan daun kelor'. (sumber: Disini )

[caption caption="Diary PSK Kalijodo (sumber gambar: plus.kapanlagi.com/buku-curhat-ingin-tobat-psk-kalijodo-ini-bikin-netizen-haru-4c834f.html)"]

[/caption]

Kisah di atas menjadi salah satu pengalaman yang bisa dialami oleh siapa pun. Namun saya rasa menjadi menarik karena di tengah hiruk pikuk pembongkaran Kalijodo dan kontroversinya, ditemukan catatan yang tidak biasa. Catatan keinginan seorang PSK yang sebenarnya tidak memilih untuk menjadi PSK, tetapi nyatanya harus menjadi PSK demi menyambung hidup. Pergulatan suara hati dan kebutuhan hidup. Dua hal yang tidak seharusnya bertentangan, tetapi nyatanya harus mengutamakan salah satunya. Mungkin benar kisah yang tertulis dalam lirik lagu: KUPU-KUPU MALAM

Ada yang benci dirinya
Ada yang butuh dirinya
Ada yang berlutut mencintanya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya

Kini hidup wanita si kupu-kupu malam
Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga
Bibir senyum kata halus merayu memanja
Kepada setiap mereka yang datang

Dosakah yang dia kerjakan
Sucikah mereka yang datang
Kadang dia tersenyum dalam tangis
Kadang dia menangis di dalam senyuman

Oh apa yang terjadi.. terjadilah
Yang dia tahu Tuhan penyayang umatnya
Oh apa yang terjadi.. terjadilah
Yang dia tahu hanyalah menyambung nyawa

 

Tobat: Mulai dari Diri Sendiri 

Minggu prapaskah ke III/C nanti akan diperdengarkan kisah yang diambil dari Luk 13:1-9. Isinya adalah pelajaran yang Yesus tawarkan tentang Pertobatan. Unik tentunya karena yang dikisahkan adalah masyarakat waktu itu yang ingin mengetahui pandangan politik guru kenamaan ini. Dapat dipahami, karena Yesus sendiri berasal Galilea. Jika mengecam pembunuhan para peziarah itu, Yesus akan berhadapan dengan kekuasaan Romawi. Tapi jika membenarkan, ia dituduh tidak membela bangsanya sendiri. Kurang lebih, perkaranya sama dengan ketika orang Yahudi mempertanyakan soal membayar pajak pada Kaisar.

Reaksi Yesus lagi-lagi unik karena Ia seolah menolak gagasan bahwa pengalaman buruk, malapetaka, atau kematian yang tak wajar adalah hukuman akibat dosa atau kesalahan. Ia menegaskan bahwa orang yang tertimpa menara itu tidak lebih berdosa dari orang-orang lain. Dengan kata lain, saran Yesus adalah mulailah memperbaiki diri sendiri dulu dan bertobat. Hal ini menarik tentunya karena rasanya Yesus mengundang dan menggarisbawahi pentingnya tobat. Tobat menjadi langkah baru daripada sekadar menyatakan minat pada desakan dan ajakan untuk bertobat. Dan, Lukas mengajarkan sekali lagi pada saat kisah Injil ini dibacakan hari ini, pertobatan dari dan pertobatan untuk. 

Ingat kisah Luk 10:25-37? Di sana, Lukas menceritakan tentang perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Apa yang penting di sana sebenarnya adalah soal wilayah geografis dan sentimen sosiologis. Orang Samaria dan orang Galilea sebenarnya tidak disukai oleh orang Yudea, terutama Yerusalem. Galilea di sebelah utara sebenarnya identik dengan wilayah yang subur dan perekonomiannya jauh lebih maju. Belum lagi, danau Galilea sangat berlimpah dengan ikan-ikan yang layak konsumsi. Tak heran, Galilea tumbuh dari segi ekonomi. Pertanian maju. Perdagangan pun tak urung meningkatkan kesejahteraan. Namun, kendati berkembang, Galilea sarat ketimpangan sosial. Di wilayah ini pun jauh lebih sering terjadi pertikaian dan perlawanan terhadap kekuasaan Yunani dan Romawi. 

Lain Galilea, lain pula Yerusalem. Daerah ini jauh lebih tenang. Yerusalem identik dengan tempat yang khusus. Pusat peribadatan dan tentunya penuh dengan semarak kekhususan karena nilai religiusnya. Tak heran, orang Yerusalem sering memandang rendah orang Galilea. Simak saja kisah orang Samaria tadi. Silakan lihat sendiri bagaimana sikap terhadap orang naas yang kena begal itu. Belum lagi, ada Natanael dan Nikodemus yang kena semprot di depan kaum Farisi, "Helloh, baca Kitab Suci deh. Mana ada nabi yang datang dari Galilea!” (bdk. Yoh 7:52)

Dari konteks ini, bisa dipahami bahwa kata Yerusalem dapat menjadi sindiran. Meski orang memiliki "previlese religius", tidak berarti mereka adalah orang yang sungguh suci. Lukas menyebut Yerusalem dapat pula sebagai kota yang menolak kehadiran Yesus. Dengan demikian, Lukas memberi persepektif baru bahwa sementara Yerusalem ditampilkan sebagai kota yang tak bersih dari kesalahan, pertobatan dimaknai tidak saja dalam arti menyesali kesalahan ini atau itu, tetapi berusaha menjadi orang-orang yang menerima Yesus. Dan Yerusalem menjadi kota yang penuh kedamaian, bukan kezaliman. Singkatnya, Lukas menggarisbawahi bahwa perlu menjauhi sikap kelekatan pada kekayaan sehingga lupa pada sesama (sikap orang Galilea) dan sikap merasa diri sudah menjadi orang benar, berlaku munafik, bahkan tak menerima Yesus sebagai Mesias (sikap orang Yerusalem). (sumber arti kata Yerusalem: Disini  )

 

Hanya Debulah Aku: Nyanyian Ratapan yang tak Manusiawi

Salah satu lagi selama masa Prapaskah yang sering saya rasa tak manusiawi adalah nyanyian "Hanya Debulah Aku'. Bagi saya, nyanyian ini tak benar-benar berfaedah mendorong pertobatan. Sebaliknya, nyanyian ini lebih menampilkan hal-hal yang mengerikan yang bakal terjadi bila orang tidak bertobat. Gampang memang. Namun sungguh sangat tidak manusiawi. Pertobatan lagi-lagi tak ada efeknya jika tidak pertama-tama mendahulukan kepercayaan akan kemurahan Tuhan. Bagi saya, Lukas sangat keras menunjukkan arti pertobatan. Ia mendesak, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa pertobatan lagi-lagi tidak melulu usaha, tetapi seperti yang didengungkan dari minggu pertama dan kedua masa prapaskah kemarin. Mari kita nglelimbang olah kesalehan dan olah batin yang kita perbuat, lalu kita berjumpa dengan Tuhan di "alam sepi". Sekarang, Lukas mengajak sekali lagi, sesudah proses itu kita lakukan, sadarilah bahwa kemuliaan Tuhan itu hadir pada pribadi yang istimewa. Manusia, bukan debu, apalagi butiran debu. Anda dan saya. Dan kalau kemuliaan itu kita sadari, mari tobat atau pertobatan itu kita maknai dalam kacamata yang sama istimewa dan luhurnya. Kita yang terbuka pada kemurahan Tuhan. 

#Selamat_siang. 

sumber gambar: Cek Disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun