[caption caption="Cover Buku Sepotong Senja untuk Pacarku (sumber: http://www.zonalima.com/images/view/-pembacaan%20trilogi%20alina.jpg)"][/caption]
Kopi di Pagi Hari dan "Sepotong Senja untuk Pacarku"
"Sruput... glek...!"Â
Pagi ini, sembari bersiap untuk berangkat kerja, saya menonton berita di TV. Sajian berita ringan di NET. sepintas menarik minat saya. Di pertengahan segmen, ada pembacaan kisah Sukap oleh Seno Gumira Ajidarma. Ya, saya tahu itu. Itu kisah pada kumpulan cerpen yang bertahun-tahun lalu kubaca.
Kala itu, saya masih SMA. Beberapa buku Seno Gumira memang menarik minat saya. Bukan semata karena tugas lho. Tapi, gaya bahasanya lugas, mengalir, melontarkan imajinasi, dan menggugah rasa ingin tahu. Bagi saya, sastrawan ini istimewa meski tak pernah bertemu muka.
Perjumpaan saya dengan guru sastra eksentrik semasa SMA juga menuntun saya pada beberapa karyanya. Teringat rasanya mojok di belakang ruang kelas dan dijewer guru fisika karena yang ada di hadapan saya adalah Saksi Mata. Belum teguran pamong angkatan karena membawa Dilarang menyanyi di kamar mandi di tempat tidur. Pun ketika seharusnya belajar karena jam studi asrama, saya malahan memilih ditemani biola tak berdawai.
Untuk buku terakhir ini istimewa. Setelah saya tinggal di Jakarta, pun ketika naskah ini difilmkan, saya tetap memcecap rasa susastra yang tak bisa diungkap di layar lebar. Maka dari itu, saya menghadiahi "seseorang yang spesial" dengan buku ini.
Ini kisah saya tentang Seno Gumira Ajidarma. Sastrawan berambut gondrong kelahiran Boston yang dulu memikat saya, kembali menyadarkan saya pagi ini. Bukan karena dia doktor dan dosen di bidang ilmu sastra, tetapi karena pagi ini, dia membangunkan saya kembali, "Saya ini produk jaman dulu. Ketika kamera masih manual dan senja itu istimewa, senja itu saya gunting saja dan susatra mampu membahasakan istimewanya senja itu." ungkapnya.Â
[caption caption="Abimana Aryasatya membacakan "Sepotong Senja untuk pacarku" (sumber: http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/1141023/big/029975600_1455421686-PEMBACAAN_TRILOGI_ALINA_-_ABIMANA_ARYASATYA.JPG)"]
Malam Minggu bersama Sepotong Senja untuk Pacarku
Sepotong senja adalah kumpulan cerpen. Buku ini memiliki enam belas kisah yang terdiri dari tiga bagian. Pertama, "Trilogi Alina" yang terdiri dari "Sepotong Senja untuk Pacarku", "Jawaban Alina" dan "Tukang Pos dalam Amplop". Kedua, "Peselancar Agung", terdiri dari sepuluh cerita, serta ketiga "Atas Nama Senja" yang terdiri dari tiga cerita. Ketiga bagian masih erat kaitannya dengan senja.
Tentang yang pertama, alkisah ada seorang "Romeo" bernama Sukap yang jatug hati pada "Juliet" bernama Alina. Tentang kisahnya, silakan dibeli dan dibaca bukunya. Tak menarik tentu kalau saya yang bercerita. Yang jelas, kumpulan ini diselesaikan dalam waktu yang cukup lama, 10 tahun. Dan, "sepotong senja untuk pacarku" terbit pertama kali sebagai cerita di harian Kompas, Minggu, 9 Februari 1991.
Settingnya adalah senja. Saya bisa paham bahwa hobi dan pekerjaannya dulu berkaitan dengan kamera. Nah, kamera masa itu tentunya belum secanggih sekarang. Momen senja yang begitu indah belum tentu bisa direkam dengan baik dalam gambar. Solusinya, gunting senja itu dan rekam dengan sastra. Dan, Seno menyampaikan kisah senja ini dengan ciamik dalam kumpulan cerpen ini.
Kisah pagi ini istimewa, karena tentang peluncuran buku ini, Seno menggandeng artis peran, Abimana Aryasatya yang belakangan dikenal sebagai pemain film Negeri van Oranje, Dian Sastrowardoyo, dan aktor kawakan Butet Kertaradjasa. Mereka didapuk menampilkan kembali cerpen ini. Budaya baca dan budaya tutur yang dulu biasa, memang tak lagi akrab, tetapi saya yakin peluncuran buku tersebut di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (13/2/2016), sangat memikat yang hadir.