Tahun 2020 bukanlah tahun yang mudah untuk dijalani. Seakan kita hanya bisa menikmati tahun 2020 hanya 2 bulan saja, yakni pada Januari dan Februari.Â
Kala itu, kita masih bisa bebas menghirup udara segar tanpa masker, bertemu dengan wajah-wajah orang yang kita kasihi, berinteraksi secara fisik dengan mereka, dan berkerumun.Â
Berkerumun adalah tabiat dasar manusia, sebab manusia itu adalah makhluk sosial. Pada akhir bulan Januari 2020, kita dihebohkan dengan berita dari China bahwa ada virus baru yang membuat salah satu kota metropolitan di sana, yakni kota Wuhan, menjadi kota mati. Moment ini bertepatan jelang pergantian Tahun Baru Imlek yang sangat berarti bagi orang-orang Tionghoa termasuk di negara China sendiri.
Orang mendadak menjadi tersengal-sengal, terkapar, dan mati seketika. Bayang-bayang akhir zaman menghantui kita sejak itu. Orang-orang mulai memborong sembako, handsanitizer, pemutih, karbol, masker sampai ludes.Â
Semua orang, baik yang beragama dan tidak beragama, semuanya takut mati. Sampai kini, tidak ada yang tahu dari mana asal virus Corona Covid-19 ini berasal. Apakah sungguh dari kelelawar atau yang paling memungkinkan, adalah buatan manusia yang tidak mengenal dosa di laboratorium virus di Wuhan sebagai senjata biologis untuk menaklukkan seluruh dunia?
Pada hari Senin, 2 Maret 2020 adalah hari yang sangat bersejarah bagi Indonesia, sebab sejak hari itu terkonfirmasi ada 2 orang Indonesia di Depok positif Corona yang menular dari kekasihnya orang Jepang. Seketika dimulailah kepanikan akhir zaman ini. Manusia yang tabiatnya adalah berkerumun dipaksa dan terpaksa harus saling terpisah.Â
Mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak adalah hal yang harus dipatuhi oleh setiap orang. Ada sekelompok orang yang sangat taat, namun tak sedikit yang memberontak dengan alasan mereka lebih percaya kepada-Nya daripada kepada protokol kesehatan. Banyak orang dipecat, usaha bangkrut, uang bantuan dari Pemerintah digunakan oleh sebagian besar orang untuk pulang kampung dan berwisata.
Ketika Pemerintah mengharuskan semua orang menjaga jarak dan tidak berkerumun, orang-orang penerima bantuan dari Pemerintah malah berkerumun di bank-bank milik Pemerintah atau kartos pos tempat pembagian bantuan itu.Â
Tidak ada menjaga jarak, bahkan ada beberapa orang yang tidak mau pakai masker meski sudah diperingatkan. Ketika Pemerintah melarang liburan akhir tahun, perusahaan transportasi milik Pemerintah malah memberikan diskon besar-besar supaya rakyat bepergian menggunakan armada tersebut.Â
Pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan protokol kesehatan, dan sebagian rakyatnya pun juga tidak patuh. Tak heran, angka penularan bukannya semakin turun malah semakin 'pecah rekor'.
Sangat terasa, sudah 10 bulan kita menghadapi situasi yang tidak menentu ini, dan kita memasuki tahun 2021 dengan membawa segudang PR termasuk membawa pandemi virus Corona ke tahun 2021. Pandemi ini bukan salah satu yang menyusahkan kita, tapi ada resesi ekonomi yang sangat menyusahkan kita.Â
Kemerosotan ekonomi ini membuat kualitas hidup kita menurun. Memang, masih banyak rakyat yang hidup kaya, bahkan yang terlihat miskin pun tetap kaya bisa piknik bisa mudik berkat uang bantuan dari Pemerintah. Namun dari antara mereka, banyak orang yang miskin tambah miskin, dan yang awalnya sedang berkembang menuju sejahtera harus ambruk ke dalam jurang kemiskinan.
Pergantian tahun 2020 ke 2021 tidaklah menggembirakan. Ketika saya bertanya kepada salah satu sahabat saya tentang harapan di tahun 2021, ia menjawab bahwa ia tak punya harapan sebab tidak ada dasar baginya untuk membuat harapan.Â
Tetapi alangkah baiknya kita tetap berharap sesuatu yang lebih baik terjadi di tahun 2021. Harapan yang pertama adalah semoga pandemi virus Corona ini bisa berakhir di tahun 2021, ekonomi bisa bangkit kembali di tahun 2021. Kita berdoa agar orang-orang yang menganggur bisa mendapatkan pekerjaan dan gaji yang layak kembali, usaha yang bangkrut bisa kembali bangkit, dan yang terpisah secara fisik kembali dihimpun menjadi satu kawanan.
Semoga kehidupan kita bisa kembali normal seperti sedia kala, bisa melihat wajah-wajah orang yang kita kasihi tanpa masker, berjabat tangan dan berekreasi tanpa rasa takut tertular penyakit. Semoga kita bisa kembali bepergian dan mengunjungi tempat-tempat wisata tanpa hidung dan tenggorokan disokgrok test PCR/Antigen.Â
Semoga jangan ada lagi di muka bumi ini pandemi virus yang dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab hanya demi ambisi pribadi suatu kelompok. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menuntun setiap langkah hidup kita sampai kita beralih dari dunia fana ini ke dunia yang kekal. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H