Mohon tunggu...
Deni RUstandi NIM 121211128
Deni RUstandi NIM 121211128 Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA

Fakultas Sosial dan Bisnis Jurusan Akuntansi Mata Kuliah Akuntansi Forensik Dosen pengampu Prof.Dr. Apollo Daito M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pemikiran Ranggawarsita era Kalasuba, Era Kalatidha, Era Kalasuba

19 Juli 2024   22:41 Diperbarui: 19 Juli 2024   22:41 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman Kalasuba

Kalasuba adalah zaman stabilitas dan kemakmuran. "Namun saya agak berbeda sikap dalam mengantisipasi datangnya kalasuba. Kalasuba pasti akan tiba karena dalam setiap 'chaos' secara 'built in' ada potensi untuk stabil dan teratur," kata dia.      Tetapi kestabilan itu belum tentu baik untuk kelangsungan kedaulatan rakyat dan manusia  yang menjadi unsur penting untuk emansipasi kehidupan secara jasmani, rohani, sosial, intelektual dan budaya.     "Dalam sejarah, kita mengenal kenyataan bahwa setelah 'chaos' revolusi Perancis, lahirlah kestabilan pemerintahan Napoleon yang bersifat diktator. Tentu masih banyak lagi contoh semacam itu di tempat dan saat yang lain," katanya.

Zaman Kalatidha

Serat Kalatidha adalah karya Ranggawarsita yang paling terkenal karena didalam serat ini Ranggawarsita menyinggung tentang Zaman Edan. Lewat serat yangbernada amarah yang terpendam ini, nama Ranggawarsita menjadi bersejarah dibumi nusantara. Zaman Edan sebenarnya merupakan siklus sejarah yang akan selalu berulang setiap periode tertentu.15 Namun sebenarnya ungkapan Kalatidha atau zaman keraguan ini sudah ada sebelum Ranggawarsita menulis Serat Kalatidha. Ungkapan tersebut telah ada dalam Serat Centhini Jilid IV.

Kata-kata yang dipakai dalam Serat Centhini hampir tak ada bedanya dengan kata-kata yang dipakai Ranggawarsita dalam salah satu bait Serat Kalatidha. Jadi dalam hal ini, Ranggawarsita sekedar menulis ulang tentang 'zaman edan' sesuai dengan isi naskah Serat Centhini. Namun, Ranggawarsita juga memberikan tambahan beberapa bait syair sesuai perasaan hatinya.

Zaman Kalatidha merupakan zaman yang melukiskan tentang keadaan Zaman Gemblung. Zaman di mana manusia dihadapkan pada pilihan yang merepotkan. Sehingga Zaman Gemblung bisa diidentikkan zaman bingung atau zaman kegelapan. Pada zaman ini, keadaan negara sedang terpuruk karena tidak ada lagi yang memberi tauladan baik. Banyak yang meninggalkan norma-norma kehidupan. Orang-orang bijak terbawa arus zaman yang penuh keragu-raguan. Suasana mencekam karena dunia dipenuhi dengan masalah.

Hal ini tertuang dalam gubahan Ranggawarsita di Serat Kalatidha yang berbentuk tembang macapat:

Mangkya darajating praja, kawuryan wus sunyaturi

Rurah pahrehing ukara, karana tanpa palupi

Atilar silastuti, sujana sarjana kelu

Kalulun kalatidha, tidhem tandhaning dumadi

Ardayengrat dene karoban rubeda

Artinya:

Beginilah keadaan negara, yang kian tak menentu Rusak tatanan, karena sudah tak ada yang pantas ditiru Aturan diterjang, para bijak dan cendekia malah terbawa arus Larut dalam zaman keraguan, keadaan pun mencekam Dunia pun dipenuh beragam ancaman

Bila Zaman Gemblung datang, banyak orang meninggalkan norma-norma. Banyak pemimpin negara dan masyarakat yang baik namun tidak membuahkan kemaslahatan. Para cerdik pandai yang kehilangan keyakinannya kemudian hidup dalam keragu- raguan. Bahkan, seorang pujangga kehilangan kewaspadaan. Mudah tergiur dengan janji-janji muluk dari para pemimpin negara. Alhasil, sang pujangga terseret ke dalam kedukaan dan penderitaan.

Zaman Kalabendhu

Ada yang mengatakan bahwa Zaman Edan mencerminkan kondisi di zaman mereka yang penuh dengan penindasan dan kesengsaraan. Kalabendu atau zaman yang penuh dengan bebendu (bencana) menjadi puncak dari zaman kalatidha atau zaman yang penuh dengan keraguan. Gambaran Ranggawarsita tentang Zaman Edan terlukiskan dalam bait ketujuh dalam karya terbesarnya yakni Serat Kalathida sebagai berikut:

Amenangi Zaman Edan,

Ewuh aja ing pambudi,

Melu edan ora tahan,

Jen tan milu anglakoni,

Boja kaduman melik,

Kaliren wekasanipun,

Dilalah karsa Allah,

Begja-begjane kang lali,

Luwih begja kang eling lan waspada

Artinya:

Mengalami Zaman Gila,

Sukar sulit (dalam) akal ikhtiar,

Turut gila tidak tahan,

Kalau tak turut menjalaninya,

Tidak kebagian milik,

Kelaparanlah akhirnya,

Takdir kehendak Allah,

Sebahagia-bahagianya yang lupa,

Lebih bahagia yang sadar serta waspada,

Deni Doc
Deni Doc

Konsep Zaman Edan seperti telah dijelaskan oleh Ranggawarsita di atas, memang telah begitu dikenal oleh masyarakat Jawa, dan mereka percaya bahwa zaman atau masa itu akan datang. Masa yang penuh dengan bencana. Bukan hanya sekedar bencana alam tetapi bencana yang disebabkan oleh manusia itu sendiri berupa hawa panas yang membuat semua orang ingin serba cepat, serba terlena, mudah tersinggung dan marah, suka menyalahkan orang lain, dan berbagai macam

bencana hati lainnya.

Selain itu, Ranggawarsita mengenalkan konsep eling atau ingat, dan waspada atau waspada kepada masyarakat Jawa, sebagai pelindung diri menghadapi Zaman Edan, agar tidak ikut gila, seperti yang diajarkan Ranggawarsita. Terutama dua kalimat terakhir dari bait tersebut kini secara luas dianggap oleh orang Jawa sebagai falsafah hidup. Selain Serat Kalatidha, rupanya salah satu karyanya yang lain yakni Serat Sabdatama juga melukiskan tentang ajaran utama di saat zaman kegelapan. Zaman yang juga dikenal dengan Zaman Kalabendu atau zaman penuh dengan cobaan dan dukacita.

Fenomena Korupsi di Indonesia

  • Pemimpin Satria Kinunjara Murwa Kuncara Tipologi
  • kepemimpinan ini dikaitkan dengan Presiden pertama RI Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno. Soekarno sebelum menjadi Presiden Indonesia, pernah mengalami masa keluar masuk penjara. Ia pernah menghirup pengapnya udara penjara Sukamiskin. Pada masa kolonial Belanda, Bung Karno juga pernah dihukum buang ke luar Jawa. "Selepas dari penjara ia berhasil membawa Indonesia memasuki dunia merdeka, merdeka dari kolonialisme dan imperialisme," demikian yang tertulis dalam buku Dunia Spiritual Soeharto (2007).
  • Pemimpin Satria Mukti Wibawa Kesandhung Kesampar
  • Tipe pemimpin ini dikaitkan dengan Presiden Soeharto. Semasa menjadi presiden Pak Harto banyak dinilai sebagai pemimpin yang mukti wibawa, makmur dan berwibawa. Soeharto memerintah Indonesia selama 32 tahun tanpa ada yang berani melawannya. Tidak menyangka pada tahun 1998 yang kemudian dikenang sebagai orde reformasi, Soeharto lengser keprabon.
  • Pemimpin Satria Jinumput Sumela Atur Tipologi
  • Pemimpin ini merujuk pada Presiden BJ Habibie. Yakni pemimpin yang naik tahta bukan karena pilihan rakyat, melainkan dipungut (jinumput) begitu saja. "Ini seakan-akan mengisi kekosongan, hanya sumela atur".
  • Pemimpin Satria Lelana Tapa Ngrame
  • Inilah pemimpin yang mengembara yang juga diibaratkan wuta ngideri jagat. Ramalan tipologi pemimpin ini merujuk pada KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang memiliki keterbatasan penglihatan, namun melalui perjalanan keliling dunianya, Gus Dur mampu meyakinkan eksistensi Indonesia di depan negara-negara lain di dunia.
  • Satria Piningit Hamong Tuwuh
  • Pemimpin yang dimaksudkan adalah tokoh yang sebelumnya sembunyi dan akhirnya keluar dari pertapaan. Ia bisa seorang ratu atau raja yang mendapat legitimasi luas karena hamong tuwuh dari keturunannya. Pemimpin ini menjadi simbol penderitaan dari orde sebelumnya. Karenanya begitu muncul mendapat dukungan luas dari publik. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, pemimpin ini akan mengantarkan Nusantara ke gapura pembuka zaman keemasan.
  • Pemimpin Satria Boyong Pambukaning Gapura
  • Pemimpin ini diterjemahkan yang akan menjembatani ke arah kemakmuran. Ia seorang negarawan tanpa pamrih. Ia yang meletakkan fondasi kenegaraan baru dan diibaratkan membuka gapura sekaligus menggelar tikar. Kendati demikian ia tidak sampai menduduki tikar yang digelar tersebut.
  • Pemimpin Satria Pinandita Sinisihan Wahyu
  • Ini adalah tipe pemimpin yang berjiwa dan bersemangat religius kuat. Kehadiran pemimpin ini sangat ditunggu-tunggu. Pemimpin Satria Pinandita Sinisihan Wahyu diyakini mampu membawa rakyat Nusantara atau Indonesia pada kemakmuran dan kesejatian bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun