Mohon tunggu...
Money

Ada Fulus Semua Mulus

15 Mei 2017   01:10 Diperbarui: 15 Mei 2017   01:38 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dewasa ini, penyelewangan dalam sistem birokrasi semakin tidak terkendali. Meskipun sistem birokrasi tersebut berstatus syariah terkadang ada saja yang masih menyelewengkan aturan di dalamnya. Padahal jika sistem tersebut sudah berstatus syariah tentu sudah paham mengapa penyelewengan tersebut dilarang berdasarkan dalil-dalil yang sudah ada. Salah satu penyelewengan yang paling banyak dilakukan yakni “Suap”, mengapa tidak? Sampai-sampai ada cletukan yang berbunyi “ada fulus semua mulus”. Semua urusan akan lancar apabila ada pelumas bagi mereka, karena memang pada realitanya kebanyakan demikian.

Suap dalam bahasa berarti memberi uang sogok menyogok,uang pelicin, uang semir, menjanjikan sesuatu, atau sebagainya. Sedangkan menurut istilah islam suap mempunyai nama lain yakni Rishwah. Pengertian risywahmenurut etimologis berasal dari bahasa Arab یرشو" "رشا yang masdarرشوة (huruf ra-nya dibaca kasrah, fathahatau dhammah) berarti الجعل yaitu upah, hadiah, komisi atau suap. Ibnu Manzhur juga mengemukakan tentang makna risywah, ia mengemukakan bahwa kata risywahterbentuk dari kalimat “ رشا الفرخ “ anak burung merengek-rengek ketika mengangkat kepalanya kepada induk untuk di suapi. Sedangkan di dalam Mu’jam al-Wasithmengemukan rasya al-farakhu, artinya anak puyuh itu menjulurkan kepalanya kepada induknya.

Atas pengertian di atas dapat dikatakan bahwa suap adalah hal yang tercela, Nabi pun juga bersabda: “Allah melaknat orang yang memberi suap dan orang yang menerima suap, dan orang yang berada diantara keduanya”. Allah juga berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 88 yang artinya “Dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan harta sebagian yang lainnya dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kami mengatahui”.

Firman ini jelas menerangkan bahwa janganlah kita membawa urusan harta kepada hakim agar supaya dapat memakan harta orang lain, yang dimaksud yakni janganlah kita melakukan suap dengan tujuan urusan kita menjadi lancar atas perkara yang kita hadapi. Dengan demikian firman dan hadis ini dapat kita jadikan sebagai hujjah bahwa hukum dalam suap adalah haram. Pengharaman islam atas ini ditujukan untuk menjaga masyarakat dari timbulnya kerusakan dan penganiayaan hukum tanpa hak atau untuk menegakkan keadilan, dan melaksanakan kewajiban, bukan spirit hedonisme. Tidak hanya islam yang mengharamkan, tapi negara pun melarang dan menghukuminya serta harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan bentuk suap yang dilakukan.

Suap tidak hanya memberikan uang kepada orang lain atau instasi yang bersangkutan dengan tujuan tertentu. Suap disini mencakup seluruh jenis suap, seperti suap untuk membatalkan hal atau membenarkan hal yang salah dengan cara menutupinya dengan bungkusan hadiah, pinjaman, pemberian, bantuan, atau apapun yang bisa bermanfaat bagi yang disuap. Dengan kata lain, tindakan apapun yang dilakukan tidak lain niatnya adalah untuk menyuap.

Jika ditinjau dalam kacamata islam hal-hal yang dapat disamakan dengan riswah yakni ada tiga : yang pertama adalah hadiah, yang kedua yakni mushana’ah, dan yang terakhir adalah shut. Kata hadiah mungkin tidak asing lagi di telinga kita, pada dasarnya hadiah berasal dari bahasa arab yakni الھدیة sedangkan dalam bahasa indonesia diartikan sebagai bentuk pemberian dalam rangka kenang-kenangan atau cendera mata. Adapun secara terminologi, hadiah adalah pemberian kepada orang lain dengan maksud untuk dimiliki sebagai bentuk penghormatan tanpa minta ganti.

Yang kedua yakni mushana’ah, dalam al-Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa arti dari mushana’ah yakni melakukan sesuatu untuk orang lain agar orang tersebut melakukan hal lain untuknya sebagai balasan perlakuannya tersebut. Dan yang terakhir suht, menurut bahasa shut adalah segala sesuatu yang buruk dari bentuk-bentuk usaha. Sedangkan menurut istilah suth adalah setiap harta haram yang tidak boleh diusahakan dan dimakan.

Namun bukan berarti kita tidak boleh memberi hadiah atau saling membantu, karena menurut hadis Nabi SAW. Hadiah itu akan membantu menghilangkan kebencian dan makin menambah kecintaan serta kasih sayang. Dalam sabdanya pun disebutkan bahwa “saling memberi hadiah itu akan menambah rasa cintamu”. Rasulullah juga pernah menerima hadiah, lalu diberikan kepada orang miskin. Dalam hal ini orang yang membawa hadiah kepada Nabi tidak mempunyai niat apa-apa untuk keuntungan dirinya sendiri melainan hanya untuk saling berbagi satu sama lain. Berbeda dengan kasus para penguasa akhir-akhir ini , banyak oknum-oknum yang memberikan segala hadiah yang sebenarnya hanya mempunyai maksud tidak lebih dari tujuan pemberian yang tidak benar dan dhalim untuk memperoleh keuntungan sendiri.

Mereka tidak memikirkan akibat apa yang muncul dari sikap mereka yang hanya mencari keuntungan sendiri, padahal para ulama fiqihtelah membagi sanksi bagi mereka yang melakukan tindak pidana suap dalam tiga kelompok, yaitu tindak pidana hudud(dilempari hingga mati), tindak pidana qisas- diyat(balasan setimpal), dan tindak pidana ta’zir(penjara, pengasingan, pemecatan, dan sanksi moral). Sedang Tindak pidana risywah(suap) termasuk dalam kelompok tindak pidana ta’zir.tapi tidak semua hukuman ta’zir dijatuhkan, melainkan dipilih dan ditentukan, dalam penentuan hukuman, baik jenis, bentuk, dan jumlahnya didelegasikan (dipercayakan) syara’ kepada hakim. Seorang hakim harus sesuai dengan kaidah - kaidah hukum Islam dan sejalan dengan prinsip untuk memelihara stabilitas hidup bermasyarakat sehingga berat ringannya sanksi yang ditentukan harus sesuai dengan jenis tindak pidana suap yang dilakukan dan lingkungan sekitar. Tidak mungkin jika ada seseorang menyuap pegawai kecamatan untuk membantu dalam pembuatan KTP dihukumi penjara 10 tahun disertai dengan pengasingan, pastilah seorang hakim mengetahui mana kaidah-kaidah yang sesuai bagi si pelaku.

Adapun sanksi bagi si pelaku risywah(suap) dengan tingkat kasus yang tinggi menurut undang-undang adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dengan hukuman paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah ). Tapi jika berkaca pada realita sekarang semua hukum itu jarang diberlakukan bagi mereka yang mempunyai jabatan tinggi, karena uang mereka lebih tinggi dari hukuman yang dijatuhkan, padahal sebenarnya mereka sadar bahwa Indonesia sendiri adalah negara hukum.

-----------------------------------------Semoga bermanfaat----------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun