Mohon tunggu...
deni restu
deni restu Mohon Tunggu... -

a friendly boy and nice too meet you

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Eksploitasi Anak Di Negara Berkembang

27 Desember 2013   15:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:26 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Deni Restu F

Fenomena eksploitasi anak di negara berkembang sudah menjadi tontonan umum di masyarakat, contohnya:

·Pengamen

·Pengemis

·Pedagang asongan/kaki lima

Pengamen atau sering disebut pula sebagai penyanyi jalanan, sementara musik-musik yang dimainkan umumnya disebut sebagai Musik Jalanan. Pengertian antara musik jalanan dengan penyanyi jalanan secara terminologi tidaklah sederhana, karena musik jalanan dan penyanyi jalanan masing-masing mempunyai disiplin dan pengertian yang spesifik bahkan dapat dikatakan suatu bentuk dari sebuah warna musik yang berkembang di dunia kesenian. Perkembangan pengamen telah ada sejak abad pertengahan terutama di Eropa bahkan di kota lama London terdapat jalan bersejarah bagi pengamen yang berada di Islington, London, pada saat itu musik di Eropa berkembang sejalan dengan penyebaran musik keagamaan yang kemudian dalam perkembangannya beberapa pengamen merupakan sebagai salah-satu landasan kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan umat manusia. Pengamen adalah bermain musik dari suatu tempat ke tempat lain dengan mengharapkan imbalan sukarela atas pertunjukan yang mereka suguhkan. Alasan mereka mengamen adalah mencari uang karena orang tua memaksakan kehendak orang tua terhadap anaknya.

Mengemis adalah hal yang dilakukan oleh seseorang yang membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau hal lainnya dari orang yang mereka temui dengan meminta. Umumnya di kota besar sering terlihat pengemis meminta uang, makanan atau benda lainnya. Pengemis sering meminta dengan menggunakan gelas, kotak kecil, topi atau benda lainnya yang dapat dimasukan uang dan kadang-kadang menggunakan pesan seperti, "Tolong, aku tidak punya rumah" atau "Tolonglah korban bencana alam ini Pengemis adalah orang yang kerjanya suka minta-minta kepada orang lain guna memenuhi kebutuhannya. Alasan mereka mengemis antara lain: mengemis karena tak mampu bekerja, mengemis karena malas bekerja, mengemis karena mengingkan jabatan.

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik jalan (DMJ) yang diperuntukkan untuk pejalan kaki. Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Menghubungkan jumlah kaki dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada dan tidak sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang 'mangkal' secara statis di DMJ adalah fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an), sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan). Salah kaprah terus berlangsung, hingga saat ini istilah PKL juga digunakan untuk semua pedagang yang bekerja di DMJ, termasuk para pemilik rumah makan yang menggunakan tenda dengan mengkooptasi jalur pejalan kaki maupun jalur kendaraan bermotor.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki. Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya di sekitar rumah mereka. Pedagang asongan adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara menempatkannya di kotak kecil yang mudah dibawa dan dipindah-pindahkan. Alasan mereka adalah karena tidak ada pekerjaan lain, tingkat pendidikan rendah, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Contoh diatas adalah salah satu bukti eksploitasi yang ada dijalanan, bukti fenomena eksploitasi anak bukan hanya ada dijalanan, tetapi sudah masuk ke ranah media, seperti contoh: Model cilik, artist cilik, bahkan jadi ajang bakat seperti “Little Miss Indonesia”.

Eksploitasi anak bukan hanya terjadi dijalanan, tetapi juga menjadi tontonan masyarakat. Contohnya artist cilik alasan mereka mengapa memilih menjadi artist cilik sebagai berikut:

Sifat matrealistis orang tua, sifat matrealistis orang tua disebabkan oleh:

-setiap manusia memiliki anugrahseperti bakat, bakat yang miliki setiap orang itu, yang memang harus sepantasnya dikembangkan. Tetapi era sekarang dimana uang menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Sehingga orang tua yang memiliki anak dan anak tersebut memiliki bakat. Mengubah pola pikir bahwa bakat anak itu akan menghasilkan uang. Secara tidak langsung hak anak yang seharusnya bermain dan belajar ditarik secara paksa dan diganti menjadi tulang punggung keluarga.

Hal ini dan factor ini yang menyebabkan tolak belakang terhadap aspek agama, dalam hadist “ciri kiamat anak kecil dan wanita jadi tontonan” seharusnya orang tua harus mengubah pola pikir dan menjadi kan point yang terdapat dalam aspek agama sebagai, penentu pola pikir, membentuk sifat pola anak. Orang tua harus berperan aktif agar dapat mengajarkan anak apa yang seharusnya terpenting buat si anak.Dan pemerintah seharusnya jauh lebih aktif dalam mengatasi permasalahan eksploitasi anak ini. Karena yang dirugikan dalam permasalahan eksploitasi anak ini adalah, selain mental, pengetahuan dalam arti pendidikan tapi juga negara.Karena yang menjadi korban adalah bibit muda negara calon penerus bangsa. Jadi kalaukita semua tindakingin negara kita terpuruk. Kita harus bersama-sama dalam mengatasi permasalahan eksploitasi anak ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun