Artikel ini berupaya mengajak kita semua untuk merenungkan sebuah pesan Nabi yang sangat penting dalam kehidupan kita sebagai seorang Muslim. Nabi Muhammad SAW bersabda:
كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ"
"Jadilah kamu seorang yang berilmu, atau seorang yang belajar, atau seorang yang mendengarkan, atau seorang yang mencintai (ilmu), dan janganlah kamu menjadi yang kelima, sehingga kamu akan binasa."
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Darda’ dan tercantum dalam kitab Sunan al-Baihaqi dan Syu'ab al-Iman dengan sanad yang dinilai sebagai hadits mauquf (terhenti) pada sahabat Abu Darda' radhiyallahu 'anhu.
Mari kita renungkan makna dari hadits ini. Di sini Rasulullah SAW membagi posisi kita dalam menuntut ilmu menjadi empat: seorang ‘alim (orang yang berilmu), muta’allim (orang yang belajar), musta’mi’ (orang yang mendengarkan kajian kajian keilmuan), atau muhib (orang yang mencintai ilmu).
Orang yang berilmu derajatnya sangat tinggi bahkan sayyidina Ali Karomaallahu Wajhah pernah berkata dalam maqolahnya :
"أَنَا عَبْدٌ مَنْ عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا، إِنْ شَاءَ بَاعَ وَإِنْ شَاءَ أَعْتَقَ"
"Aku merupakan seorang budak bagi yang telah mengajarkan ku walau satu huruf, dia bisa menjualku bila ia mau, dan bisa memerdekakan ku bila ia mau."
Pemaparan mengenai 4 golongan ada dibawah ini :
1. Menjadi Seorang yang Berilmu (‘Alim)
Siapa yang di sini bercita-cita menjadi seorang yang berilmu? (Bisa ajak jemaah u Rasulullah mendorong kita untuk berusaha menjadi orang yang berilmu. Mengapa? Karena ilmu adalah cahaya yang akan memandu hidup kita ke jalan yang benar. Sepertihalnya pengaduan Iman Syafi'i kepada gurunya yakni imam Waki' yang diabadikan dalam syiir
شكوت إلى وكيع سوء حفظي * فأرشدني إلى ترك المعاصي
وأخبرني بأن العلم نور * ونور الله لا يُهدى لعاصي
"Aku (imam Syafi'i) mengadu kepada imam Waki' mengenai buruknya hafalan ku.
Kemudian beliau menasihati ku untuk meninggalkan maksiat.
Dan mengabarkan ku bahwa sesungguhnya ilmu itu cahaya.
Dan cahayanya Allah itu tidak akan turun kepada pelaku maksiat."
Namun, kalau belum bisa mencapai tingkat sebagai seorang ‘alim, kita tidak perlu khawatir. Masih ada pilihan yang kedua, yaitu…
2. Menjadi Orang yang Belajar (Muta’allim)
Jika kita belum menjadi seorang ahli, maka mari terus menjadi seorang muta’allim, yaitu seorang penuntut ilmu. Islam sangat menghargai orang yang terus belajar. Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ"، رواه مسلم.
"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga."
3. Menjadi Orang yang Mendengarkan ilmu (Musta’mi’)
Terkadang kita berada dalam situasi di mana kita hanya bisa mendengarkan. Rasulullah pun mengajarkan bahwa mendengarkan adalah bagian dari ibadah, asalkan kita mendengarkan dengan hati yang terbuka dan niat yang baik.
4. Menjadi Orang yang Mencintai Ilmu (Muhib)
Jika kita belum mampu menjadi yang berilmu, belum berkesempatan belajar secara intensif, dan belum sering mendengarkan ilmu, maka setidaknya cintailah ilmu. Kenapa? Karena dengan mencintai ilmu, kita akan mendekatkan diri pada orang-orang yang berilmu. Dan, insyaAllah, cinta pada ilmu akan menjadi jalan untuk mendatangkan kebaikan.
5. Larangan Menjadi yang Kelima
Nabi menutup hadits ini dengan peringatan: ولا تكن خامسا فتلك, "Dan janganlah kamu menjadi yang kelima, sehingga kamu akan binasa." Apa yang dimaksud dengan yang kelima ini? Yang kelima adalah orang yang tidak peduli pada ilmu, tidak mau belajar, tidak mendengarkan nasihat, bahkan tidak punya kecintaan terhadap ilmu. Rasulullah menegaskan bahwa orang seperti ini bisa binasa, sebab hidupnya tidak memiliki cahaya ilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H