Mohon tunggu...
Deni oktavianRianto
Deni oktavianRianto Mohon Tunggu... Pelaut - Pembiayaan Pembangunan C

Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember NIM : 181910501027

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Strategi Food Estate dalam Menghadapi Krisis Pangan di Indonesia

29 April 2021   00:04 Diperbarui: 29 April 2021   00:15 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Krisis pangan merupakan ancaman bagi keamanan nasional suatu negara. Masalah keamanan nasional terdiri dari ancaman tradisional dan non tradisional. Masalah keamanan tradisional membahas ancaman terhadap nilai-nilai esensial suatu negara, integritas teritorial, dan kedaulatan. Untuk mencapai hal tersebut, pengamanan tradisional biasanya dipersepsikan sebagai upaya negara dengan menggunakan persenjataan dan sistem militer. 

Namun, itu juga dapat menggunakan cara yang lebih diplomatis seperti membangun aliansi dalam mencapai keamanan nasional. Sedangkan ancaman non-tradisional (NTS) merupakan tantangan untuk mencapai kelangsungan hidup individu atau negara yang muncul dari sumber non militer seperti perubahan iklim, kendala sumber daya, wabah penyakit, bencana alam, migrasi tidak teratur, kekurangan pangan, manusia atau obat Penyelundupan, untuk kejahatan transnasional. Ancaman non tradisional yang sering terjadi di lingkungan transnasional, tidak dapat diselesaikan secara sepihak, dan memerlukan respon politik, ekonomi dan sosial yang komprehensif, serta penggunaan kekuatan militer untuk masalah kemanusiaan. 

Munculnya aktor non-negara seperti teroris, kartel narkoba, jaringan pembajak, atau konflik sipil menandai dimulainya era baru ancaman non-tradisional ke berbagai negara saat ini. 

Selain adanya aktor non negara dan transnasional, munculnya ancaman kerusakan lingkungan seperti perubahan iklim dipandang sebagai isu global yang berdampak serius terhadap keamanan nasional suatu negara11. Peningkatan jumlah penduduk ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi. Hal ini mengakibatkan pengurangan sumber daya alam secara drastis, lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan untuk menggantinya di banyak negara maju dan berkembang. 

Hal ini menempatkan isu perubahan iklim sebagai prioritas utama dalam keamanan global, terutama yang berdampak pada produksi pertanian. Kekurangan pangan akibat perubahan iklim merupakan masalah krusial yang akan dihadapi oleh berbagai negara di masa depan, terutama bagi negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar.

Krisis Pangan Krisis 

Pangan merupakan salah satu ancaman non-tradisional yang disebabkan oleh dampak perubahan iklim. Menurut FAO (2018), perubahan iklim berdampak negatif pada 4 pilar ketahanan pangan, yaitu: ketersediaan, akses, pemanfaatan, stabilitas - dan kombinasinya. 

Perubahan iklim berdampak langsung pada sistem pangan, ketahanan pangan, dan mitigasi, sehingga berpotensi meningkatkan persaingan untuk kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan pertanian14. Pertumbuhan produktivitas yang pesat di sektor pertanian sejak tahun 1976 telah menopang sistem pangan global saat ini yang merupakan pendorong utama masalah perubahan iklim. Pada 2018, FAO memperkirakan ada permintaan untuk memproduksi 50% lebih banyak makanan menjadi memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah pada tahun 2050.

Menurut FAO, kerawanan pangan adalah kurangnya akses yang aman ke jumlah yang cukup dari makanan yang aman dan bergizi untuk pertumbuhan manusia normal dan perkembangan hidup yang aktif dan sehat. Gundersen dan Ziliak (2015) mendefinisikan kerawanan pangan sebagai terbatasnya ketersediaan pangan sehat dan bergizi atau ketidakmampuan memperoleh pangan. Krisis pangan juga berpotensi menyebabkan gizi buruk pada orang dewasa dan anak-anak. 

Menurut Scrimshaw (1968), malnutrisi terjadi karena hubungan yang kompleks dengan kelaparan yang dipengaruhi oleh variabel lain seperti status kesehatan, pengeluaran energi, tingkat pendidikan, infrastruktur masyarakat, dan asupan zat gizi mikro. Namun, malnutrisi bukanlah konsekuensi utama dari krisis pangan, tetapi sangat mungkin terjadi. Berdasarkan hal tersebut, krisis pangan merupakan fenomena ancaman non tradisional yang berpotensi melanda dunia. Ada urgensi bagi setiap negara untuk bersiap menghadapi Langkah-langkah preventif menghadapi ancaman krisis pangan di tengah situasi global yang tidak menentu. 

Pasalnya, belum ada prediksi tentang kekurangan pangan, hal tersebut tidak bisa dikesampingkan di masa mendatang seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat akan menambah tekanan terhadap ketersediaan sumber daya lahan yang sudah terbatas. 

Selain itu, potensi ancaman lainnya adalah kedatangan massal pengungsi atau pencari suaka dari negara terdampak akibat kerusakan lingkungan yang menyebabkan kelangkaan pangan atau air. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah baru berupa ketidakstabilan di negara penerima. Pada akhirnya, perlindungan lingkungan merupakan isu kritis sekaligus isu global terkait ancaman dan keamanan negara. Lingkungan yang tidak stabil berpotensi mengarah pada titik kritis sehingga akibat bencana baik dari alam maupun manusia dapat mengancam kelangsungan hidup negara itu sendiri.

Ketahanan Pangan 

Ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim dan kondisi pandemi tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu negara karena merupakan masalah transnasional yang melampaui batas kedaulatan negara. Selain perlu adanya langkah bersama di dunia internasional untuk mengatasi masalah ini, pemerintah masing-masing negara juga harus mengambil kebijakan preventif tersendiri untuk menjaga ketahanan pangan nasional, termasuk Indonesia.

Ketahanan pangan adalah kemudahan akses berbagai individu terhadap kecukupan pangan guna menyediakan energi dan gizi yang dibutuhkan untuk hidup aktif dan sehat.  Keamanan Pangan mulai mendapat perhatian saat kerawanan pangan terjadi. Menurut Sandjaja (2009) kerawanan pangan merupakan suatu keadaan suatu wilayah, komunitas atau rumah tangga dimana tingkat ketersediaan pangan tidak mencukupi untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis untuk pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakat. 

Dalam penelitian sebelumnya antara 1997- 1999, kinerja Indonesia dalam mengatasi gizi buruk relatif baik di antara negara-negara lain di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang cukup tinggi. Dari 99 negara berkembang, Indonesia merupakan negara terbaik ketiga yang mampu menurunkan angka gizi buruk antara tahun 1990-1992 dan 1997-1999. Namun, Indonesia dihuni oleh 250 juta penduduk dengan tingkat pertumbuhan 1,49%, meskipun berbeda menurut provinsi.  Tingginya perkembangan penduduk Indonesia telah menimbulkan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dalam negeri di tengah kondisi pandemi. 

Dalam hal ini Indonesia merupakan negara yang berusaha memenuhi kebutuhan pangannya. Upaya Indonesia dalam memenuhi ketahanan pangannya diwujudkan dengan beberapa cara, salah satunya melalui program subsidi yang bertujuan untuk melindungi petani dan swasembada pangan sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Ketahanan Pangan dan UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. 

Selanjutnya orang Indonesia pemerintah berupaya melindungi mata pencaharian petani dengan mengutamakan produk lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan melarang impor komoditas yang dianggap dicukupi oleh pemerintah. Subsidi kepada petani ini juga diwujudkan dengan pemberian bibit dan pupuk. Saat ini dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19 yang berdampak pada sektor ekonomi. 

Pandemi telah menyebabkan kemiskinan meningkat, oleh karena itu ketahanan pangan menjadi perhatian pemerintah. Melalui video conference dalam rapat terbatas pada Rabu, 23 September 2020, Presiden Jokowi menegaskan pentingnya pembangunan food estate untuk mengantisipasi krisis pangan di tengah pandemi Covid-19. Tujuannya untuk membangun food estate yang dapat meningkatkan produktivitas lahan pangan nasional sehingga dapat menjadi cadangan dan simpanan pangan dalam menghadapi krisis akibat pandemi. Sementara itu, food estate ini juga bertujuan untuk meningkatkan pangan Produksi sehingga dapat mengurangi impor komoditas pangan.31

Selain itu, food estate rencana pengembangan diungkapkan oleh Keinginan Presiden Jokowi, yaitu untuk mengantisipasi kondisi krisis pangan akibat pandemi Covid-19 yang dimiliki FAO sering diperingatkan terhadap dan untuk antisipasi dan kurangi perubahan iklim ketergantungan pada impor pangan. Jadi, faktor-faktor dalam pendirian perkebunan makanan adalah Covid-19, krisis pangan, dan iklim perubahan. Ketiga hal ini adalah fondasi pengembangan food estate.

Food Estate 

Food estate nasional merupakan proyek pengembangan pangan yang dilaksanakan di bawah Kementerian Pertanian (Kementan) dengan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Proyek ini akan dilaksanakan mulai tahun 2020 hingga 2022 di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulau Pisang, Kalimantan Tengah. Food Estate adalah konsep untuk pengembangan pangan yang dilaksanakan secara berintegritas meliputi pertanian dan / atau perkebunan di suatu wilayah. 

Realisasi food estate dilakukan di kawasan rawa yang dinilai sudah mulai berproduksi namun rendemennya masih rendah. Ada beberapa bidang yang akan dibenahi oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yaitu sarana dan prasarana pertanian, pemanfaatan benih unggul dan pupuk yang sesuai, serta obat-obatan tanaman.33 Lebih lanjut, program food estate akan melibatkan teknologi modern dan digital serta diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan arus migrasi yang besar ke Kalimantan Tengah. 

Pengembangan food estate dilakukan dengan menggunakan 190 ribu hektar di Kalimantan Tengah, 120 ribu hektar di Kalimantan Barat, 10 ribu hektar di Kalimantan Timur, 190 ribu hektar di Maluku, dan 1,9 juta hektar di Papua.34 Menteri Pertahanan Prabowo menjelaskan bahwa hingga saat ini terdapat 4 negara yang berminat untuk berinvestasi yaitu yaitu Uni Emirat Arab, Cina, Korea Selatan, dan Qatar. Hal ini dapat dilihat sebagai potensi kerjasama luar negeri di bidang pangan dan teknologi. Dalam perkembangannya, Menteri Pertahanan Prabowo juga menjelaskan akan ada dua fokus penanaman yaitu padi yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dan ketela pohon yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan pada awal tahun 2021.

Berdasarkan hal tersebut Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proyek food estate merupakan program pemerintah yang berupaya mengintegrasikan kegiatan pertanian, peternakan, dan perkebunan dalam satu kawasan. Proyek food estate ini masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 di bawah payung hukum Perpres Nomor 58 Tahun 2018. PSN diartikan sebagai program pembangunan infrastruktur strategis pada masa pemerintahan Jokowi dengan total 89 proyek baru senilai Rp 1.422 triliun.35 Food estate mengambil porsi yang cukup besar dari anggaran PSN. Itu Pemerintah mengalokasikan sedikitnya Rp 104,2 triliun pada tahun 2021 untuk sektor ketahanan pangan, termasuk pembangunan food estate.36 anggaran ini ditujukan untuk sektor ketahanan pangan, terutama dalam pembangunan sarana dan teknologi serta revitalisasi sistem pangan nasional37.

Food estate ini akan mengembangkan areal alluvial seluas 165.000 ha untuk budidaya padi dan 60.000 ha untuk budidaya ubi kayu. Proses ini dilakukan secara bertahap, mulai dari penanaman padi seluas 32.000 ha, peningkatan aksesibilitas kawasan, dan perbaikan saluran irigasi pada Oktober 2020. Seluruh proses awal ditargetkan selesai pada 2021 sehingga proses tanam secara utuh dapat terlaksana. out pada 2021. Menteri Pertanian optimistis produktivitas padi di areal food estate bisa mencapai 4-5 ton per ha38.

Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa pemerintah Indonesia menanggapi ancaman krisis pangan pasca kondisi pandemi Covid-19 oleh membangun kawasan pangan nasional. Indonesia mengambil kebijakan preventif untuk menghadapi ancaman krisis pangan dan menyadari bahwa krisis pangan sebagai ancaman nasional yang nyata, yang membutuhkan sinergi antara kementerian vital terkait, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. . Pengembangan food estate ditujukan untuk mengintegrasikan sektor pangan nasional yang terdiri dari pertanian, perkebunan, dan peternakan di Kalimantan Tengah dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital dan prinsip keberlanjutan. Indonesia melihat ancaman krisis pangan sebagai fenomena yang akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun