Sempat bingung dimana letaknya, akhirnya di pertengahan ruangan kami melihat fosil yang kami cari-cari.
"Bunda, ada T-rex!", seru anak saya. Ia terperangah melihat betapa besarnya ukuran replika fosil tersebut. Istri sampai sibuk mengambil foto fosil-fosil di sana, dan membiarkan saya dan anak menjelajah seisi ruangan.
Selain replika fosil dinosaurus, terdapat juga fosil-fosil lain yang juga merupana koleksi unggulan Museum Geologi, seperti fosil tengkorak Homo erectus yang berasal dari Sangiran, fosil vertebrata terestrial seperti gajah purba Stegodon trigonocephalus, kura-kura raksasa Megalochelys sp dan hewan purba lainnya yang pernah hidup di Indonesia.
Di beberapa sudut ruangan terdapat juga komputer mini untuk menampilkan informasi terkait fosil-fosil yang terdapat disana. Pengunjung dapat melihat-lihat sambi membaca penjelasan singkatnya di layar komputer.
Dengan perkembangannya sekarang, Museum Geologi tidak lagi terlihat seperti museum yang membosankan.
Keluar dari sayap timur, pengunjung diarahkan ke lantai 2. Di sana, terdapat koleksi dan miniatur yang menjelaskan aspek positf dan negatif dari tatanan geologi Indonesia, misalnya miniatur pengeboran migas, barang-barang yang pernah tertimbun pasca erupsi gunungapi, dan alat simulasi gempabumi. Sayang saat berkunjung ke sana, alat simulasi gempa sedang tidak dapat digunakan.
Disediakan juga lift untuk mengakomodir pengunjung yang mengalami kesulitan menaiki dan menuruni anak tangga ke dan dari lantai 2.
Satu hal yang tidak kalah menarik, adalah acara Night at The Museum, sebuah yang secara khusus membuka museum hingga malam pukul 22.00. Nama acara ini terinspirasi dari sebuah film dengan judul sama.
Night at The Museum memungkinkan pengunjung untuk datang pada malam hari. Untuk memeriahkan acara, biasanya diadakan pula lomba-lomba bagi anak-anak, pertunjukan musik, dan talkshow.