Pada dasarnya hobi tidak harus "produktif" atau melibatkan tolok ukur kemajuan tertentu, walaupun tidak masalah jika hobi anda melakukan hal tersebut.
Saya percaya yang membuat hobi seolah-olah memiliki tuntutan untuk dapat menghasilkan adalah hustle culture yang senantiasa mendorong diri kita untuk terus bekerja. Padahal hobi seharusnya bisa memberikan kesenangan, bukan malah beban.
Bagaimana Hobi Seharusnya?
Sebetulnya tidak ada batasan soal apa yang seharusnya kita lakukan sebagai hobi.
Sue Varma, asisten profesor psikiatri klinis di NYU Langone Health, merasa perlu memperluas definisi tentang hobi menjadi "apa yang memberi kita makna dan kegembiraan."
Artinya, hobi memberikan dampak psikologis positif bagi pelakunya. Hobi memberikan ketenangan dan pengalihan pikiran dari beban yang membelenggu kita saat menjalani rutinitas harian. Hobi yang kita jalani adalah aktivitas yang dapat meningkatkan kualitas hidup sehari-hari dan membantu kita bersantai.
Tapi yang perlu jadi catatan, tidak semua orang bisa melakukan hobinya dengan leluasa. Bagi sebagian orang hobi adalah hak istimewa (privilege). Tidak semua orang punya waktu luang dan kesempatan yang cukup untuk melakukan hal yang dianggap hobi.
Misalnya, seseorang dengan tanggung jawab untuk memenuhi nafkah keluarga harus melakukan dua pekerjaan dalam satu hari. Hal ini menyebabkan ia tidak bisa melakukan hobi tertentu karena terbatasnya waktu.
Karena hobi bukan hal yang diprioritaskan, ia tentunya terpaksa harus merelakan hal-hal yang ia senangi untuk sementara.
Jadi, Apakah Kita Bisa Hidup Tanpa Hobi?
Jawabannya, tentu saja ya.
Dengan menggarisbawahi hobi sebagai hal-hal yang dilakukan di kala senggang, seharusnya kita tidak perlu pusing menjalani hidup tanpa hobi. Prioritas hidup tiap individu yang berbeda meletakkan standar yang berbeda juga soal hobi.
Punya hobi itu hak istimewa, sangat positif seandainya bisa dilakukan, namun bukan berarti setiap orang harus punya hobi. Jangan sampai kita punya hobi karena ikut-ikutan.