"Bentar lagi Bulan Puasa ya, bu. Berarti kita nanti bikin kolak buat buka", ujar Si Ceuceu, ART kami di rumah.
"Kita malah ga pernah bikin-bikin kolak gitu, Ceu", jawab istri saya.
Si Ceuceu malah terkejut. Dia heran, jarang menemukan orang yang tidak makan kolak saat berbuka puasa.Â
Bukan tidak pernah sama sekali sih. Hanya saja sejak saya sekeluarga tidak lagi tinggal dengan mertua, saya dan istri sepakat untuk tidak masak yang aneh-aneh saat Bulan Ramadan, termasuk kolak.
Salah satu faktor penyebabnya adalah saya yang tidak terlalu suka makanan yang terlalu manis dan berat saat mulai buka puasa. Sudah lebih dari 5 tahun saya membiasakan diri hanya minum air putih dan makan kurma, atau makanan ringan manis lainnya.
Awal menjalani kebiasaan ini rasanya cukup aneh. Ada perasaan ingin sekali makan beragam makanan manis, termasuk kolak. Namun lama kelamaan, saya terbiasa dengan menu buka puasa yang lebih sederhana.
Ada beberapa hal yang membuat saya menahan diri untuk mengonsumsi makanan manis saat buka puasa, khususnya kolak.
Kolak membuat cepat kenyang
Kolak umumnya mengandung santan. Santan menambah cita rasa dan membuat makanan lebih lezat.
Akan tetapi, karena santan tinggi lemak jenuh dan kalori, santan membuat perut jadi cepat kenyang. Kondisi perut kenyang ini seringkali menganggu saat hendak melaksanakan kegiatan malam Ramadan.Â
Kalau sudah kenyang, sudah bisa dipastikan kantuk mudah datang.
Santan bukan sahabat asam lambung
Santan bukan sahabat baik penderita asam lambung, termasuk saya. Seperti dikutip dari www.halodoc.com, santan dapat memicu lambung untuk memproduksi asam lambung lebih banyak.
Hal ini terjadi karena santan memiliki kandungan lemak jenuh yang tinggi. Dalam satu cangkir santan, dapat mengandung kira-kira 40 gram lemak jenuh.
Lemak jenuh dalam jumlah banyak mengakibatkan lambung lambat mengonsumsi makanan bersantan. Dampaknya, asam lambung meningkat dan berpotensi menimbulkan refluks.
Apalagi saat berpuasa lambung dalam keadaan kosong seharian. Bisa berabe kalau kurang bisa menjaga diri.
Waspada kandungan gula tinggi
Manisnya kolak bukan cuma berasal dari pisang, ubi, atau bahan-bahan alami yang dicampurkan ke dalamnya. Kolak biasanya diberi gula pasir, gula aren, atau campuran bahan manis lainnya.
Kandungan gula yang tinggi dapat memicu naiknya kadar gula darah. Saat gula darah cepat naik, hormon insulin dirangsang terus-menerus sehingga meningkatkan resiko terkena diabetes.
"Ah kan masih muda. Gak apa-apa, kali . . ."
Teman seangkatan saya saat usia pertengahan duapuluhan terkena diabetes karena kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis berlebih. Kejadian itu sudah cukup bagi saya untuk mengubah kebiasaan konsumsi makanan dan minuman manis.
Iya memang bukan sekarang. Tapi jika kebiasaan ini kita lakukan setiap Ramadan, dari tahun ke tahun, bukan tidak mungkin dampaknya akan kita rasakan saat menginjak kepala 5, 6, atau bahkan beberapa tahun ke depan.
#*__*#
Saya juga tidak sepenuhnya menghindar dari kolak dan kawan-kawan makanan manis lainnya. Saya masih mengonsumsi kolak jika kebetulan ada acara buka bersama yang menyajikan kolak, tetap tidak berlebihan tentunya.Â
Kolak, makanan manis, dan minuman manis memang sudah jadi budaya yang melekat di warna Ramadan kita. Enak dan segar, tentunya sayang jika dilewatkan.Â
Tapi tidak ada salahnya mencoba mengatur diri mulai dari sekarang. Tidak ada yang lebih berharga dari nikmat sehat, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H