Warga Jawa Barat pasti sudah tidak asing lagi dengan Sungai Citarum. Sungai di Tatar Sunda tersebut membentang sejauh hampir 300 kilometer, menjadikannya sungai terpanjang di Jawa Barat. Citarum merupakan ikon Jawa Barat sejak lama.
Citarum diketahui menjadi pusat peradaban Tarumanegara, kerajaan Hindu pada abad ke-4 hingga ke-7. Komplek bangunan kuno dari abad ke-4 menunjukkan pernah adanya aktivitas permukiman di bagian hilir. Bahkan diduga aktivitas di daerah hilir telah ada sejak abad ke-1. Manusia telah sejak lama menggantungkan hidup pada aliran Citarum.
Meski memiliki nilai historis yang tinggi, saat ini Citarum berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Bukannya dibanggakan karena kejayaan masa lalunya, Citarum kini tidak dihiraukan karena kotor, rusak, dan kerap jadi biang kerok bencana alam misalnya banjir.
Bahkan pada tahun 2013, Green Cross Swizerland dan Blacksmith Institute melabeli Citarum sebagai salah satu tempat tercemar dan terkotor di dunia. Aliran air di sepanjang sungai mengalami penurunan kualitas karena banyaknya erosi serta ditambah pencemaran kotoran ternak, sampah rumah tangga dan limbah pabrik
Rusaknya Citarum secara umum disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penumpukan sampah dan tingkat sedimentasi yang cukup tinggi. Sampah yang mencemari sungai dapat menghambat aliran dan menyebabkan air mudah meluap. Kondisi tersebut diperparah dengan pendangkalan akibat banyaknya material sedimen yang terendapkan di dasar aliran sungai.
Menyadari keadaan Citarum yang kian mengkhawatirkan, pemerintah berinisiatif menjalankan program pembenahan terhadap Citarum. Pada tahun 2000 hingga 2003 diimplementasikan program Citarum Bergetar, kemudian pada 2013 dimulai program Citarum Bestari. Sayangnya keduanya belum memperoleh hasil yang optimal.
Akhirnya pada 2018, setelah didorong langsung oleh Presiden Joko Widodo, diluncurkan sebuah program baru bernama Citarum Harum. Program tersebut menitikberatkan pada pemulihan ekosistem DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum, meliputi pemulihan kualitas air, penertiban tata ruang, pemanfaatan sumber daya air, dan lain-lain.
Program Citarum Harum membagi kegiatan pemulihan ke dalam beberapa sektor. Masing-masing sektor bertanggungjawab terhadap upaya pemulihan di wilayahnya masing-masing. Tiap sektor pun memiliki fokus pencapaian tersendiri.
Misalnya saja, Satgas sektor 1 bertanggungjawab terhadap upaya pemulihan di Situ Cisanti sebagai hulu Citarum. Satgas sektor 1 melakukan pembenahan tata ruang dan optimalisasi situ sebagai objek wisata.
Satgas sektor 4 bertanggungjawab menangani sampah dan limbah yang mencemari aliran Citarum. Satgas juga melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah di sungai. Selain itu, satgas berkolaborasi dengan industri untuk mengoptimalkan penggunaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Satgas juga melibatkan masyarakat dalam menjalankan program Citarum Harum. Seperti pada tanggal 22 Juli lalu, diinisiasi anggota TNI, dilakukan pembersihan bantaran sungai di Desa Jaya Sakti, Muara Gembong, Bekasi. Warga ikut dilibatkan guna menciptakan rasa tanggung jawab dan meningkatkan kesadaran warga masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan sungai dan memelihara ekosistemnya.
Tidak ada program yang sempurna, demikian pula Citarum Harum. Program tersebut seringkali mengalami kendala terutama masalah koordinasi dengan pemerintah daerah setempat. DAS Citarum melewati 13 Kabupaten/Kota sehingga cukup sulit melakukan sinkronisasi antar daerah.
Meski begitu, Citarum Harum membuahkan hasil yang positif. Selama hampir 3 tahun berjalan, telah banyak peningkatan terutama dari sisi ekologis.
Pada tahun 2020, Nilai Indeks Kualitas Air Citarum naik dari yang semula 26,3 menjadi 55. Atau dengan kata lain, status kualitas air Citarum semakin baik dari yang semula tercemar sedang menjadi cemar ringan.
Ridwan Kamil pun melaporkan saat ini kondisi kualitas air Citarum melebihi target. Di mana pada 2025 nanti target kualitas air Sungai ada di level cemar ringan. Namun pada akhir 2020 kemarin, predikat cemar ringan sudah diperoleh.
Pada November 2020, jumlah sampah yang masuk ke aliran Citarum pun berkurang. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, kontribusi sampah berkurang hingga 42 persen dibandingkan dengan sebelum program Citarum Harum bergulir.
Melihat upaya maksimal yang dilakukan pemerintah dan masyarakat, Kedutaan Besar Denmark bahkan menyampaikan ketertarikannya untuk turut berinvestasi dalam program Citarum Harum. Mereka akan fokus pada penanganan sampah dan limbah.Â
Upaya pemulihan Citarum melalui Program Citarum Harum mungkin tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Perlu waktu dan tenaga ekstra agar dapat menikmati kembali lingkungan hidup Citarum yang bersih dan asri.
Selain itu, kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta harus tetap terjalin agar program dapat berjalan dengan baik. Tanpa kerjasama program jangka panjang yang mungkin bisa memakan waktu puluhan tahun ini akan menghadapi banyak kendala.
Dan satu hal lagi yang tidak kalah penting, konsistensi.
Referensi: satu dua tiga empat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H