Penerapan PPKM Darurat sederhananya membuat segala urusan jadi ribet. Segalanya jadi serba terbatas, termasuk kegiatan masyarakat yang mengundang banyak massa seperti penyembelihan hewan kurban.
Sudah tradisi di masyarakat kita, penyembelihan hewan kurban selalu dihadiri banyak orang. Biasanya selalu kita jumpai bapak-bapak yang ikut nimbrung memotong daging, ibu-ibu yang menyiapkan kantong kresek, hingga anak-anak yang iseng memegangi tandung kambing dan perut sapi.
Keramaian seperti ini cukup mengkhawatirkan di saat-saat sekarang. Pemerintah pun sejak jauh-jauh hari sudah mewanti-wanti kerumuman yang terjadi karena prosesi ibadah, termasuk kurban. Dikhawatirkan kerumunan yang tidak terkontrol dapat memperbesar potensi penularan COVID-19.
Belum lagi ada potensi denda jika nantinya kegiatan berkerumun tersebut diketahui aparat. Tambah ruwet jadinya.
Tidak mau ribet, masyarakat akhirnya meniadakan penyembelihan hewan kurban, atau paling tidak mengurangi jumlah hewan kurbannya. Hal ini memberikan dampak terhadap penjualan hewan kurban.
Alternatif mengirim hewan kurban ke luar daerah pun cukup sulit dilakukan para penjual. Mobil pengangkut harus menghadapi penyekatan di sana-sini. Waktu pengiriman pun semakin lama.
Hal ini cukup berisiko mengingat hewan kurban rentan stres. Perjalanan yang terlalu lama bahkan dapat menyebabkan kematian pada hewan kurban.
Kedua, faktor ekonomi masyarakat.
Kurban merupakan salah satu rangkaian ibadah Idul Adha yang berhubungan dengan kondisi ekonomi seseorang. Orang yang merasa dirinya mampu dianjurkan untuk melaksanakan kurban. Bahkan beberapa ulama berpendapat kurban hukumnya wajib selama harta kita cukup untuk itu.
Tentunya tidak sedikit uang yang mesti dikeluarkan untuk membeli hewan kurban. Menjelang Idul Adha harga kambing kualitas standar saja bisa mencapai lebih dari 3 juta rupiah. Sapi setidaknya dapat dibeli dengan harga minimal 17 jutaan.
Kondisi pandemi seperti sekarang, ditambah pemberlakukan PPKM Darurat memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi masyarakat. Yang digaji ataupun wirausahawan, sektor formal maupun informal, semuanya mengalami kesulitan. Keadaan ini membuat masyarakat berpikir ulang dalam mengelola keuangannya.