Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist, Dosen

Geologist, Dosen | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Cikaracak Ninggang Batu, Laun-Laun Jadi Legok", Peribahasa Sunda tentang Pentingnya Konsistensi

10 Juni 2021   11:25 Diperbarui: 10 Juni 2021   16:48 29060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi air menetes di atas batu (Foto oleh cottonbro dari Pexels)

Orang Sunda sejak dulu terkenal dengan wataknya yang lemah lembut. Hal inilah mungkin yang membuat orang Sunda mudah berbaur dengan sekitarnya. Orang Sunda dapat dengan mudah beradaptasi meskipun dikelilingi orang-orang yang berbeda suku.

Saking lemah lembutnya, orang Sunda kadang menjadi bahan lelucon bagi masyarakat yang berwatak keras. Suatu ketika Mick, tentara asal Manado bercerita bahwa selama pendidikan dia selalu menahan tawa saat dibentak pelatihnya yang orang Sunda. 

"Marahnya lucu, malah mirip orang lagi nyanyi", ungkapnya. Saat itu ia masih benar-benar asing dengan gaya bicara orang Sunda yang mendayu-dayu.

Di samping sikap lemah lembut dan gaya bicara yang ikonik, suku Sunda memiliki ciri khas yang tidak kalah unik. Orang Sunda ternyata juga kaya akan karya sastra.

Berbagai macam karya sastra Sunda yang terkenal di antaranya adalah pupuh (puisi dan lagu berima), pantun, dan dongeng-dongeng. Kesemuanya memiliki karakteristik yang sama, lemah lembut dan pengedepankan keutamaan hidup.

Peribahasa atau dalam bahasa Sunda disebut paribasa juga merupakan salah satu produk sastra yang terkenal. Seperti halnya peribahasa dalam bahasa Indonesia, peribahasa Sunda memiliki beberapa fungsi umum seperti memberikan nasihat dan memperindah percakapan.

Salah satu contoh peribahasa yang paling melekat dalam ingatan adalah "cikaracak ninggang batu, laun laun jadi legok". 

"Cikaracak ninggang batu" secara bebas dapat diartikan sebagai air yang menetes jatuh ke sebuah batu. "Laun-laun jadi legok" berarti pelan-pelan akan terbentuk lekukan atau berlubang.

Peribahasa tersebut secara keseluruhan memiliki arti sesulit apapun suatu tantangan, jika dikerjakan terus menerus akan membuahkan hasil. Konsistensi merupakan kunci dalam menyelesaikan setiap tantangan.

Tetesan air atau cikaracak merupakan simbolisasi tindakan kecil dan sederhana. Peribahasa tersebut ingin mengungkapkan bahwa Konsisten dengan hal-hal kecil dan membangun kerja perlahan jauh lebih baik ketimbang seketika melompat jauh ke depan, instan.

Nasehat tentang konsistensi memang terdengar klise. Namun nyatanya, tidak ada yang membuahkan hasil lebih baik ketimbang konsistensi yang diasah dalam jangka waktu yang tidak sebentar.

Kita kadang sering terdistraksi, ingin segera lari dan beranjak mencari hal baru. Kita merasa bosan karena upaya yang dilakukan tak kunjung membuahkan hasil maksimal. Padahal, jika dilakukan sedikit lebih lama, kita akan menemukan tujuan yang selama ini dicari.

Konsistensi adalah kunci untuk mencapai sebuah tujuan. Mengulang suatu hal terus-menerus hingga akhirnya mencapai hasil yang diinginkan memanglah membosankan namun sepadan.

Mauu bagaimana lagi, tidak ada jalan pantas yang sekaligus jalan pintas. Pencapaian tanpa proses mustahil dilakukan. Mie instan saja butuh waktu untuk dimasak, hidup pun demikian.

Kamu yang ingin memiliki tubuh ideal mutlak butuh konsistensi. Mengatur pola makan, istirahat, dan latihan adalah kunci untuk mencapai body goal, tanpa tumpukan lemak berlebih. 

Kamu yang ingin masuk perguruan tinggi negeri ternama pun butuh konsistensi. Kamu harus rela meluangkan waktu berjam-jam untuk belajar, menguasai berbagai macam materi sebagai bekal untuk mengejar mimpi.

Menjalani profesi sesuai bidang keilmuan dan mengembangkan diri sesuai tuntutan merupakan suatu bentuk konsistensi pula. Ini juga merupakan suatu bentuk tanggung jawa terhadap pilihan pribadi. Berlaku juga buat saya yang memilih serius di bidang geologi.

Dalam suatu acara Gedung Prof. Soedarto Undip yang saya hadiri, Alm. B. J. Habibie pernah menyampaikan pesan yang selalu saya ingat hingga sekarang. Dengan posisi lengan mendatar, digerakannya telapak tangan kiri naik-turun, sambil berkata, "konsistensi". 

Beliau ingin menegaskan betapa pentingnya konsistensi, sebagimana peribahasa di atas. Tak peduli seberapa berat rintangan, mencintai perjalanan adalah keharusan.

Konsistensi membuat kita mampu belajar dari proses, bukan cuma mendambakan hasil. Proseslah yang membentuk siapa kita dan bagaimana diri kita bersikap.

Tidak ada yang bisa memastikan hasil akan berkhianat, mengingkari usaha yang telah lama dibangun. Satu-satunya hal yang bisa kita pastikan adalah konsistensi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun