Tidak ada definisi yang pasti soal target hidup. Meski begitu, sepertinya kita sepakat bahwa target hidup bisa diartikan sebagai hal-hal penting dan ideal yang ingin kita raih dalam jangka waktu dekat atau pun kelak jika masih panjang umur didapat.
Hal-hal penting dan ideal ini sifatnya sangat relatif. Bagi sebagian orang, memiliki hunian impian dan kendaraan mentereng sebelum berkeluarga adalah hal penting untuk menjalani kehidupan mereka.Â
Sebagian lagi tidak muluk-muluk soal kepemilikan benda dan hanya fokus pada kepuasan batin sebagai target utama. Terlepas dari latar belakang dan kriterianya, setiap manusia tentunya punya target hidup yang ingin dicapai.
Selain faktor internal dalam pikiran manusia itu sendiri, faktor eksternal juga berpengaruh terhadap persepsi kita tentang target hidup. Faktor eksternal ini bisa berupa orang-orang terdekat, lingkungan pekerjaan, dan lain-lain.Â
Misalnya seseorang yang kerap berada di lingkungan yang memandang kebebasan finansial sebagai target hidup lama-kelamaan akan memiliki pandangan yang serupa.
Seiring dengan perkembangan zaman, faktor eksternal ini kemudian berkembang. Stimulus tidak lagi hanya datang dari tukar pendapat dan wejangan orang-orang sekitar. Media sosial kini ikut memainkan peran dalam membentuk konsep seseorang tentang target hidup.
Sekitar tiga milliar orang, sekitar 40% populasi dunia, menggunakan media sosial. Menurut sejumlah laporan, kita menghabiskan rata-rata dua jam setiap hari untuk membagikan, menyukai, menulis cuitan dan memperbaharui perangkat ini. Artinya ada jutaan konten yang dibagikan setiap jamnya.
Beragam foto, video, dan cuitan sering dilontarkan di dunia maya. Dari banyaknya konten yang bertebaran di jagat media sosial, orang-orang seringkali membagikan momen-momen terbaik dalam hidup mereka dan mendefinisikannya sebagai pencapaian-pencapaian gemilang dalam memenuhi target hidup.
Umum kita jumpai para pesohor media sosial membagikan aktivitas harian mereka, momen liburan, hingga kemesraan dengan pasangan di media sosial. Yang juga jadi tren belakangan adalah pamer bentuk tubuh ideal, ramping, dan berotot lengkap dengan setelan pakaian ketat.Â
Lembaga asal Inggris, Royal Society for Public Health (RSPH), melakukan survey terhadap 1.479 responden anak-anak muda usia 14 hingga 24 tahun mengenai efek media sosial terhadap kondisi kejiwaan mereka.Â