Pernah percaya teori konsprasi yang berkaitan dengan kegiatan intelejen? Meski beberapa kejadian nyata adanya, kita kadang terjebak dalam cara berpikir yang sama saat melihat permasalahan lain.
Katanya, cerita tentang hal-hal terselubung merupakan sarana untuk menegaskan pandangan bias kita yang sudah terbentuk sebelumnya. Bias ini juga terjadi pada salah satu detektif favorit kita, Hercule Poirot.
Poirot adalah orang yang biasa menganggap dirinya hebat. Harus diakui detektif dengan kumis eksentrik ini memang lebih unggul dalam segala hal dibandingkan orang lain. Akan tetapi, dalam situasi satu lawan satu dengan Mr. Morley, nyali Poirot ciut, merosot turun hingga nol.
Sang dokter gigi menangani pasiennya dengan raut wajah yang tenang, hingga tidak ada yang menyangka ia akan tewas pada hari yang sama dengan peluru bersarang di kepala.Â
Dugaan bunuh diri mencuat. Orang-orang terdekat Mr. Morley tidak sepakat karena berpendapat ia adalah orang normal yang tidak akan punya masalah dengan siapa pun. Mr. Morley akan jadi orang terakhir yang bunuh diri seandainya ia memang berniat melakukannya.Â
Penelusuran lebih jauh membawa Poirot dan pihak kepolisian menemukan fakta-fakta mencengangkan. Lebih dari sekedar dokter gigi yang terbunuh, kasus tersebut ternyata melibatkan seorang bankir kaya raya, politik, dan spionase mata-mata Yunani. Dua pasien Mr. Morley yang terbunuh semakin menguatkan dugaan peranan organisasi rahasia dari balik layar.
Setidaknya itulah 'kartu' yang terpaksa mereka mainkan. Mereka digiring agar memainkan alur yang telah diatur sedemikian rupa untuk mengalihkan pikiran dari permasalah utama. Mereka lupa bahwa orang-orang ternama pun punya masalah pribadi mereka sendiri-sendiri.
Alur maju yang rapih disajikan penulis dengan sangat baik. Penempatan petunjuk yang detil di setiap tempat kejadian perkara memancing pembaca untuk membuat kesimpulan sendiri. Akan tetapi, pembaca akan semakin gregetan karena dugaan awal tadi akan dipatahkan saat fakta-fakta baru terkuak.
"One, Two, Buckle My Shoe" sendiri merupakan sajak berbahasa inggris yang populer di kalangan anak-anak. Biasanya sajak ini digunakan untuk belajar berhitung, satu sampai duapuluh. Agak aneh memang jika kita pikirkan lagi. Sajak ceria anak-anak dibuat seolah memiliki makna tersembunyi yang kelam: kasus pembunuhan.
Hercule Poirot yang diikutsertakan sejak awal cerita membuat pembaca dapat mengikuti investigasi dan cara berpikirnya. Meskipun memiliki pemikiran yang jernih dan logis, penulis tetap menampilkan sisi manusiawinya: bisa salah menduga dan terpengaruh pikiran orang lain.
Informasi Buku
Judul            : One, Two, Buckle My Shoe
Penerjemah     :Alex Tri Kuntjono W.
Versi             : Digital (iPusnas)
Penulis          :Agatha Christie
Tahun Terbit    : 2012 (cetakan ketujuh)
Penerbit         : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal Halaman  : 284 halaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H