Mohon tunggu...
Deni Lorenza
Deni Lorenza Mohon Tunggu... Lainnya - penulis

Seorang penulis berdedikasi yang mengeksplorasi pengembangan diri dan perubahan hidup melalui tulisan yang inspiratif dan berbasis penelitian ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Berhenti Mendefinisikan Diri Lewat Pekerjaan: Sebuah Presfektif Baru

14 Januari 2025   06:33 Diperbarui: 14 Januari 2025   06:33 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah kota yang sibuk, di mana hiruk-pikuk aktivitas kerja menjadi denyut kehidupan sehari-hari, ada seorang wanita bernama Nina. Seperti kebanyakan orang di sekitarnya, Nina telah terbiasa dengan satu pertanyaan yang selalu muncul setiap kali ia bertemu orang baru, "Kamu kerja apa?" Pertanyaan sederhana itu tampaknya biasa saja, tetapi perlahan Nina menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan cara masyarakat mendefinisikan orang hanya melalui pekerjaan mereka.

Nina dan Perjalanannya Mencari Makna

Nina adalah seorang jurnalis muda yang bekerja keras membangun kariernya di dunia media. Sejak kecil, ia diajarkan bahwa kesuksesan hidup terletak pada pekerjaan yang stabil dan bergengsi. Selama bertahun-tahun, ia mengikuti narasi itu tanpa mempertanyakannya. Namun, semua mulai berubah ketika ia berbicara dengan seorang penyair terkenal, Anis Mojgani, di sebuah acara sastra yang ia liput.

Mojgani berkata dengan tenang, "Ada dua jenis orang: mereka yang menjadikan pekerjaan sebagai passion mereka, dan mereka yang bekerja untuk membiayai passion mereka. Keduanya sah. Tidak ada yang lebih baik dari yang lain."

Kata-kata itu menempel di benak Nina. Selama ini, ia selalu merasa tertekan untuk menemukan pekerjaan yang sempurna---sesuatu yang bisa ia banggakan di depan orang lain. Namun, kata-kata Mojgani membuatnya bertanya-tanya: Apakah benar pekerjaan harus menjadi pusat identitas seseorang?

Budaya yang Terobsesi pada Pekerjaan

Seiring waktu, Nina mulai menyadari bahwa pertanyaan seperti "Kamu kerja apa?" hanyalah bagian kecil dari budaya yang terlalu menekankan pentingnya pekerjaan. Di tempat ia tinggal, pekerjaan sering kali menjadi tolok ukur utama dalam menilai seseorang. Orang-orang yang memiliki pekerjaan bergengsi dipandang lebih berharga, sementara mereka yang bekerja di bidang yang dianggap "biasa saja" sering kali diabaikan.

Namun, Nina juga tahu bahwa tidak semua budaya seperti itu. Ketika ia melakukan penelitian untuk sebuah artikel, ia menemukan bahwa di beberapa tempat, seperti di Chili, orang jarang bertanya tentang pekerjaan dalam percakapan sehari-hari. Sebaliknya, mereka lebih tertarik pada hobi, keluarga, atau hal-hal yang membuat seseorang bahagia.

"Apa yang salah dengan kita?" pikir Nina. "Kenapa kita begitu terobsesi dengan pekerjaan?"

Burnout: Akibat dari Ketergantungan Berlebihan pada Pekerjaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun