Mohon tunggu...
Deni Lorenza
Deni Lorenza Mohon Tunggu... Lainnya - penulis

Seorang penulis berdedikasi yang mengeksplorasi pengembangan diri dan perubahan hidup melalui tulisan yang inspiratif dan berbasis penelitian ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Antara Fenomena Digital dan Isu Global

11 Januari 2025   15:22 Diperbarui: 11 Januari 2025   15:22 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang penulis, saya merasa terpanggil untuk berbagi informasi tentang sebuah topik yang semakin sering menjadi bahan perbincangan global, yaitu TikTok. Artikel ini saya tulis berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari beberapa situs terpercaya yang membahas persoalan ini dengan mendalam. Bukan untuk menghakimi atau memihak, tetapi untuk memberikan perspektif yang lebih jelas bagi Anda, para pembaca, tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik popularitas besar aplikasi ini.

TikTok, seperti yang kita semua tahu, adalah aplikasi berbagi video pendek yang telah merevolusi dunia media sosial sejak diluncurkan pada tahun 2016 oleh ByteDance, sebuah perusahaan teknologi asal China. Dengan lebih dari 1 miliar pengguna aktif bulanan di seluruh dunia, TikTok telah menjadi salah satu platform terbesar yang menghubungkan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan usia. Dari tantangan tarian viral hingga video edukasi yang menginspirasi, TikTok telah menciptakan sebuah ekosistem yang unik dan sulit ditandingi oleh platform lain.

Namun, di balik kesuksesan luar biasa ini, TikTok juga menjadi subjek dari berbagai kontroversi global. Dari masalah privasi data hingga isu geopolitik yang melibatkan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China, cerita TikTok jauh lebih kompleks daripada sekadar aplikasi hiburan.

Fenomena Algoritma TikTok
Salah satu alasan utama mengapa TikTok begitu populer adalah algoritma canggihnya. Berbeda dengan platform lain seperti Facebook atau Instagram yang mengutamakan koneksi sosial, TikTok justru berfokus pada perilaku individu. Algoritma ini dirancang untuk mempelajari apa yang Anda sukai, berapa lama Anda menonton video tertentu, atau bagaimana Anda berinteraksi dengan konten. Dengan data tersebut, TikTok dapat menyajikan video yang benar-benar relevan dengan minat Anda.

Inilah sebabnya mengapa banyak pengguna merasa "ketagihan" dengan TikTok. Hanya dengan menggulir layar, Anda bisa menemukan video-video yang seolah-olah dibuat khusus untuk Anda. Tetapi, seperti halnya semua inovasi teknologi, algoritma TikTok juga memiliki sisi gelap. Beberapa ahli menyatakan bahwa algoritma ini dapat memperburuk penyebaran informasi palsu dan mendorong konten yang bersifat ekstrem, terutama karena emosi seperti kemarahan dan ketakutan cenderung lebih mudah viral.

Selain itu, algoritma ini juga dikritik karena dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, terutama pada remaja. Konten yang terus-menerus membandingkan kehidupan sehari-hari dengan standar "kesempurnaan" yang sering ditampilkan di TikTok dapat memengaruhi kepercayaan diri dan pola pikir generasi muda. Hal ini menjadi salah satu topik yang banyak dibahas dalam artikel dan diskusi di berbagai media global.

Masalah Privasi Data
Namun, persoalan terbesar yang dihadapi TikTok bukan hanya soal algoritma, melainkan privasi data. TikTok dimiliki oleh ByteDance, sebuah perusahaan asal China. Di dunia yang semakin peduli dengan keamanan digital, fakta bahwa TikTok dimiliki oleh perusahaan berbasis di China telah menimbulkan kekhawatiran besar, khususnya di Amerika Serikat. Undang-undang di China mengharuskan perusahaan untuk memberikan data kepada pemerintah jika diminta. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah data pengguna TikTok benar-benar aman?

Pemerintah Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinannya bahwa data pengguna TikTok, termasuk data dari jutaan warga Amerika, dapat diakses oleh pemerintah China. Sebagai langkah pencegahan, pemerintah AS bahkan telah mengesahkan undang-undang pada tahun 2022 yang memungkinkan pelarangan TikTok jika ByteDance tidak bersedia melepaskan kendali atas aplikasi tersebut. Bahkan, Mahkamah Agung AS direncanakan akan membahas kasus ini lebih lanjut untuk menentukan langkah hukum yang akan diambil.

Geopolitik di Balik TikTok
Ketegangan antara AS dan China terkait TikTok sebenarnya lebih dari sekadar isu privasi data. Ini adalah bagian dari konflik geopolitik yang lebih besar antara dua negara adidaya yang saling bersaing untuk mendominasi teknologi global. TikTok, dalam hal ini, menjadi simbol dari kemampuan China untuk bersaing di pasar teknologi global, yang selama ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan asal AS seperti Google, Facebook, dan Amazon.

Namun, menariknya, meskipun TikTok adalah aplikasi global, ia tidak beroperasi di China. Di negara asalnya, ByteDance mengelola aplikasi serupa bernama Douyin yang diatur sesuai dengan regulasi ketat pemerintah China. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa TikTok, yang memiliki dampak global, tetap terpisah dari ekosistem China sendiri?

Apa yang Terjadi Jika TikTok Dilarang?
Jika TikTok benar-benar dilarang di Amerika Serikat, dampaknya akan sangat besar, baik bagi pengguna maupun kreator konten. Jutaan pengguna akan kehilangan akses ke aplikasi yang telah menjadi bagian dari rutinitas harian mereka. Namun, dampak yang lebih signifikan akan dirasakan oleh para kreator konten yang menggantungkan penghasilan mereka pada platform ini.

Bagi banyak kreator, TikTok adalah platform yang memungkinkan mereka untuk sukses tanpa harus memiliki jaringan besar seperti di platform lain. Tetapi, jika TikTok dilarang, mereka harus mencari alternatif lain---yang belum tentu memiliki sistem dan audiens sebesar TikTok. Sejarah telah menunjukkan bahwa transisi ini tidak selalu mudah. Misalnya, ketika Vine, platform video pendek yang populer beberapa tahun lalu, ditutup, banyak kreator yang kehilangan momentum dan kesulitan mempertahankan audiens mereka di platform lain.

TikTok Sebagai Simbol Dunia Digital
Bagi saya, TikTok bukan hanya sebuah aplikasi, melainkan simbol dari dunia digital yang kita tinggali hari ini. TikTok mencerminkan kreativitas, inovasi, dan bagaimana teknologi dapat menyatukan orang-orang dari berbagai belahan dunia. Tetapi, TikTok juga menunjukkan sisi lain dari teknologi: privasi yang rentan, algoritma yang berpengaruh besar, dan bagaimana sebuah aplikasi dapat menjadi alat dalam konflik geopolitik.

Pertanyaannya sekarang adalah: bagaimana kita, sebagai pengguna, harus menyikapi semua ini? TikTok mungkin hanyalah permulaan dari banyak isu serupa yang akan muncul di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tetap kritis, memahami teknologi yang kita gunakan, dan memastikan bahwa kita tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pengguna yang sadar akan dampak dan implikasi dari teknologi tersebut.

TikTok, dengan segala kontroversinya, mengajarkan kita bahwa teknologi adalah pedang bermata dua. Ia dapat membawa kebaikan, tetapi juga membawa tantangan yang harus kita hadapi bersama. Apa pun keputusan yang diambil di masa depan, cerita TikTok ini akan tetap menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana kita harus hidup di era digital yang semakin kompleks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun