Mohon tunggu...
Deni Lorenza
Deni Lorenza Mohon Tunggu... Lainnya - penulis

Seorang penulis berdedikasi yang mengeksplorasi pengembangan diri dan perubahan hidup melalui tulisan yang inspiratif dan berbasis penelitian ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bagaimana Industri Makanan Dapat Membantu Mengatasi Perubahan Iklim

21 September 2024   06:00 Diperbarui: 21 September 2024   08:48 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana kita, sebagai masyarakat global, dapat memecahkan masalah besar seperti perubahan iklim? Mungkin, jawabannya tidak terletak pada teknologi mutakhir atau solusi yang terlalu rumit. Terkadang, solusi tersebut ada di depan mata kita, tersembunyi dalam aktivitas sehari-hari seperti memilih apa yang kita makan atau di mana kita makan. Inilah yang coba diangkat dalam pembahasan tentang bagaimana industri makanan dapat membantu mengatasi perubahan iklim. Namun, tak banyak yang menyadari bahwa pertanian dan makanan yang kita konsumsi setiap hari bisa memiliki dampak besar pada lingkungan. Apa hubungannya? Dan apa yang bisa kita lakukan sebagai konsumen?

Perjalanan Karir dan Kesadaran Lingkungan
Cerita ini dimulai dari seorang koki yang awalnya tidak terlalu memikirkan isu perubahan iklim, namun seiring waktu, pandangannya berubah drastis. Awalnya, dia bekerja di dapur restoran seperti biasa, namun perjalanan hidupnya membawa dia pada kesadaran yang lebih mendalam tentang bagaimana restoran dan industri makanan terkait erat dengan krisis iklim. Menjadi orang tua membuatnya berpikir jauh ke depan—tentang masa depan anaknya, tentang bumi yang akan mereka tinggali, dan tentang apa yang bisa dia lakukan untuk membuat perubahan. Salah satu titik baliknya adalah ketika dia menyadari bahwa dampak terbesar dari sebuah restoran bukan berasal dari energi yang mereka gunakan di dapur, tetapi dari rantai pasokan makanannya—terutama dari emisi pertanian, atau yang dikenal sebagai Scope 3 emissions.

Pertanian Regeneratif Sebagai Solusi
Dari situ, muncul ketertarikan yang mendalam terhadap pertanian regeneratif. Apa itu pertanian regeneratif? Secara sederhana, ini adalah metode bertani yang tidak hanya berfokus pada hasil panen jangka pendek, tetapi juga pada upaya memperbaiki dan meremajakan ekosistem tanah. Jika pertanian konvensional sering kali menggunakan bahan kimia untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan mendapatkan hasil yang cepat, pertanian regeneratif justru menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam, termasuk kesehatan tanah. Dengan tanah yang sehat, kita tidak hanya akan mendapatkan hasil pangan yang lebih bergizi, tetapi juga bisa menyerap lebih banyak karbon dioksida dari atmosfer, yang pada akhirnya membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

Sang koki kemudian menyadari bahwa meskipun restoran dapat membeli bahan-bahan yang diproduksi melalui metode ini, tindakan tersebut saja tidak cukup untuk menciptakan perubahan besar. Regenerasi tanah membutuhkan dukungan lebih dari sekedar keputusan pembelian yang berkelanjutan. Itulah mengapa dia memutuskan untuk melangkah lebih jauh dengan menciptakan gerakan yang lebih luas.

Lahirnya Inisiatif Zero Foodprint
Dari hasil refleksi dan diskusi dengan rekan-rekannya, lahirlah inisiatif Zero Foodprint, sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengubah cara pandang dan praktik dalam industri makanan. Salah satu proyek unggulannya adalah menganalisis siklus hidup operasi jasa makanan, mulai dari asal usul bahan makanan hingga bagaimana mereka disajikan di piring konsumen. Ini memberikan wawasan mendalam tentang berapa banyak emisi yang sebenarnya dihasilkan oleh suatu restoran, bukan hanya dari dapurnya, tetapi dari keseluruhan proses rantai pasokannya.

Namun, Zero Foodprint tidak berhenti di situ. Mereka juga meluncurkan program Table-to-Farm, yang intinya adalah menyisihkan kontribusi kecil dari setiap transaksi restoran (misalnya lima sen dari setiap cangkir kopi yang dijual) untuk mendukung praktik pertanian regeneratif. Dana yang terkumpul dari sumbangan kecil ini kemudian digunakan untuk membantu petani dalam menerapkan metode seperti restorasi tanah, penggunaan kompos, dan penanaman tanaman penutup.

Tantangan di Lapangan dan Upaya Skalabilitas
Meskipun gagasan untuk mengumpulkan dana dari kontribusi kecil terdengar sederhana, pelaksanaannya di lapangan tentu tidak semudah itu. Salah satu tantangan terbesar adalah skala. Pertanian regeneratif, meskipun diakui bermanfaat, memerlukan biaya awal yang cukup besar. Para petani harus berinvestasi dalam teknik baru, alat, dan mungkin bahkan pelatihan untuk memahami metode regeneratif. Di sinilah pentingnya dukungan finansial dari program seperti Zero Foodprint.

Namun, hambatan tersebut tidak menyurutkan semangat. Sebaliknya, mereka melihat model ini seperti peralihan sektor energi ke energi terbarukan. Jika pada awalnya hanya ada sedikit dukungan untuk energi terbarukan, sekarang kita bisa melihat banyak sekali proyek besar yang didanai oleh kontribusi kecil dari banyak orang. Dengan pola pikir yang sama, diharapkan pertanian regeneratif juga bisa berkembang dengan cara yang sama, di mana sedikit demi sedikit, kontribusi dari konsumen dan bisnis dapat berakumulasi menjadi dampak yang signifikan.

Menuju Masa Depan yang Lebih Regeneratif
Program ini tidak hanya berhenti di restoran atau kafe kecil. Zero Foodprint telah berkolaborasi dengan berbagai pelaku usaha makanan, mulai dari restoran kelas atas hingga jaringan makanan cepat saji seperti Subway di Boulder, Colorado. Harapannya, kolaborasi ini dapat menjangkau lebih banyak kota dan kabupaten, hingga kebijakan regeneratif dapat diadopsi di berbagai tingkatan pemerintah.

Namun, satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa ini bukanlah solusi instan. Perubahan besar selalu membutuhkan waktu. Tapi seperti yang sering mereka tekankan, tindakan kecil yang konsisten dapat menghasilkan dampak besar dalam jangka panjang. Mengumpulkan lima sen dari setiap cangkir kopi mungkin terasa remeh, tetapi jika diterapkan secara luas, dana yang terkumpul bisa digunakan untuk membiayai proyek pertanian yang lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun