Sepak bola olahraga rakyat yang merakyat dan mendunia. Di sudut-sudut kampung atau perkotaan dengan mudah kita jumpai anak-anak bermain sepak bola. Meski ala kadarnya.
Tanpa alas kaki. Telanjang dada. Bola plastik dan batu bata sebagai penanda gawang. Semua itu tak menyurutkan keinginan anak-anak untuk memainkan bola sepak tersebut. Di benaknya tergambar sosok pemain bola idola.
Ada yang senang dengan Maradona. Ada yang senang dengan Ronaldo, Messi dan masih banyak lagi. Saya kecil meski perempuan kerap bermain sepak bola juga.
Bagi saya sepak bola olahraga yang menyenangkan. Posisi saya saat bermain bola sebagai striker. Mungkin karena lari saya cepat dan lincah. Dulu loh. Zaman masih SD.
Urusan idola, saya memiliki banyak pemain bola idola. Tidak terpaku pada satu bintang. Menurut saya masing-masing pemain memiliki kelebihan dan kekurangan. Jadi tidak ada yang benar-benar sempurna.Â
Contohnya David Silva. Pemain asal Spanyol yang bermain di klub Inggris Manchester City. Untuk ukuran pemain bola Silva termasuk kecil. Tapi urusan asist ke pemain lain jangan ditanya.
Hampir dipastikan bola umpan dari Silva  membuahkan gol. Karena selalu tepat dan diposisi yang pas. Selain itu ia juga mampu mencetak gol layaknya striker. Hal tersebut yang membuat saya suka dengan David Silva.
Beckham, Maldini, Roberto Carlos, sampai Maradona, Semuanya saya kagumi. Oleh karenanya ciita-cita saya ingin masuk tim sepak bola Buana Putri. Ingin menjadi pemain bola juga.
Sayang dilarang oleh bapak. Nonton sepak bola boleh. Enggak perlu jadi pemain bolanya juga. Kamu ini perempuan.Â
Kalimat kamu ini perempuan sempat membuat saya kesal.Â
"Memang ada apa dengan perempuan? Bukankah sama saja?"
Tapi demi taat orang tua. Saya pun batal mendaftar ke klub sepak bola putri. Sebagai gantinya saya rajin menonton sepak bola di stadion. Sendiri atau beramai-ramai kalau tim kesayangan bertanding pasti saya berangkat.
Atribut saya cukup ikat kepala. Zaman liga Indonesia masih berupa perserikatan, saya pendukung PERSEBAYA. Sampai sekarang sih.
Ya karena saya kecilnya di Surabaya. Bapak juga asal Jawa Timur. Tentu yang didukungnya klub asal daerah sendiri. Jadi kalau PERSEBAYA bertanding ke Senayan sudah pasti saya nonton langsung.
Begitu juga saat timnas berlaga. Saya bahkan melihat timnas latihan di lapangan ABC. Pokoknya serulah melihat mereka latihan sampai bertanding. Karena saya memang senang sepak bola. Jadi bukan nongkrongin pemainnya.
Kalau begini bapak saya tidak melarang. Makanya saya bisa memiliki atribut sebagai suporter. Nah, cerita tentang ikat kepala bertuliskan PERSEBAYA dan Aku Cinta Indonesia. Ini tuh sudah lama sekali.Â
Ini ikat kepala yang pertama kali saya beli di Senayan sekitar tahun 95-an. Sampai sekarang masih tersimpan rapi untuk kenang-kenangan. Bahwa saya pernah keluar masuk stadion Senayan untuk mendukung tim kesayangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H