Konflik muncul ketika Mak Uwo dan Natsir membawa Hans, pemuda asal Papua yang ditemuinya di jalan untuk ikut bekerja di rumah makan mereka. Pramanto sebagai juru masak di sana merasa keberatan.
Tapi Mak Uwo tetap mempertahankannya. Hans seorang pemain sepak bola di daerah asalnya. Cita-citanya untuk menjadi pemain sepak bola terkenal kandas usai ia mengalami cedera parah.
Ia merasa bingung dan putus asa. Tidak tahu akan menjadi apa setelah ini? Ia pun memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Sampai akhirnya ditolong oleh Mak Uwo dan Natsir yang menemukannya tergeletak di bawah jembatan.
Pramanto memilih keluar dari rumah makan tersebut. Parahnya ia memilih bekerja di rumah makan sebelah dengan resep Mak Uwo. Tak pelak pelanggan berpindah ke warung sebelah. Mak Uwo merasa dikhianati.
Kondisi rumah makan Mak Uwo terancam bangkrut. Namun dengan kerja keras dan semangat untuk mempertahankan masakan yang sudah menjadi tradisi turun-temurun, rumah makan Mak Uwo akhirnya bisa bangkit lagi.
Dengan juru masak si Hans pemuda asal Papua dan menu andalan gulai kepala ikan. Rumah makan Mak Uwo bisa bangkit dan terkenal lagi. Kelezatan gulai kepala ikan hasil resep Mak Uwo membuat penasaran Pramanto.
Ia mengutus orang untuk membeli gulai tersebut. Kisah Pramanto mencicipi gulai tersebut terasa sentimentil. Segala rasa berkecamuk dari sepiring gulai kepala ikan.
Usai menonton film tersebut spontan langsung ingin makan gulai kepala ikan juga. Ternyata efek tontonan sangat luar biasa sekali pengaruhnya. Untung hanya sepiring gulai kepala ikan. Kalau selain itu entahlah. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H