Finansial sehat saat Ramadan? Duh, dulu sulit terwujud. Padahal pemasukan saat Ramadan bisa dibilang lebih dari biasanya. Meski pengeluaran selama Ramadan juga lebih ekstra.
Awalnya sempat bingung ketika menghitung-hitung keuangan.
"Kok tinggal segini ya? Belum untuk ini dan itu. Duh, kayaknya kurang nih."
Setelah diingat-ingat dan dirinci lagi. Ternyata memang ada pengeluaran yang semestinya tidak perlu. Karena tidak ada kontrol secara tertulis. Jadinya loss begitu saja.
Akhirnya kembali ke cara lama. Membuat pembukuan manual. Artinya dicatat dalam buku. Ini loh pos pengeluaran selama Ramadan. Ini loh pemasukan selama Ramadan. Jadi jelas dan terperinci.
Saya mulai mencatat, apa saja kebutuhan yang wajib dikeluarkan. Biasanya infak, zakat, dan sedekah. Besaran dana yang dikeluarkan dan waktu dana tersebut akan dikeluarkan sudah dicatat serta dipisahkan.
Kemudian kebutuhan sehari-hari juga sudah diberi pos sendiri. Ketika dibelanjakan juga dicatat. Apa saja yang dibeli. Lebih dan kurang dari dana yang disediakan tetap dicatat. Jadi ketahuan, kurang atau lebihnya untuk pos ini.
Selanjutnya biaya tak terduga. Seperti mendadak dimintai sumbangan. Atau tamu yang tidak membuat janji sebelumnya. Ini kan ada pengeluaran ekstra juga untuk suguhannya. Nah, kondisi semacam ini saya masukkan dalam pengeluaran tak terduga.
Termasuk undangan bukber. Baik rekanan atau keluarga. Pasti ada biaya yang dikeluarkan untuk buah tangan. Jenguk orang sakit dan takziah ke rumah orang yang berduka. Semua itu termasuk pengeluaran tak terduga.
Saya beri pos sekian rupiah. Begitu dikeluarkan juga tetap dicatat. Kelihatannya ribet ya? Tapi begitu dijalani ternyata seru dan jadi tahu pasti kemana aliran dana yang ada. Tidak ngenes karena habis tak jelas.
Dengan cara konvensional semacam ini, pembukuan manual. Sewaktu-waktu saya ingin mengetahui dana untuk keperluan ini dan itu, tinggal buka bukunya saja. Mudah dan praktis. Inilah cara saya menjaga finansial sehat saat Ramadan. Membuat pembukuan sederhana. (EP)