Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketapels Berbagi Inspirasi di Balik Novel Cintaku Setengah Agama

24 Februari 2023   08:03 Diperbarui: 26 Februari 2023   15:50 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis dan moderator (dokpri)

Ketapels. Komunitas Kompasianer Tangerang Selatan Plus kembali menggelar acara di rumah salah satu anggotanya. Seperti tagline Ketapels (Silaturahmi, Berbagi, Inspirasi), acara kali ini pun tidak jauh dari tagline di atas.

Jika bulan Januari Ketapels Silaturahmi berlangsung di rumah ibu Asita dan diisi dengan sharing dari mas Agung Han, mengulik gini gitunya membuat video short reel. Untuk bulan Februari Ketapels berbagi inspirasi dibalik novel Cintaku Setengah Agama karya Iswadi Suhari. 

Iswadi Suhari yang saya panggil dengan sebutan Kang Didi salah satu anggota Ketapels juga. Beliau kelahiran Kuningan, Jawa Barat. Alumni SMA Negeri 2 Cirebon dan lulusan UGM Yogyakarta serta University of Queensland, Australia. Mengambil gelar doktor di Universitas Negeri Jakarta.

Cintaku Setengah Agama merupakan novel pertamanya. Tapi bukan buku pertamanya. Sebelum meluncurkan novel Cintaku Setengah Agama, Kang Didi sudah menulis buku motivasi berjudul "Gampang Cari Uang dengan Menulis Opini" yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo pada Juni 2015.

Novel Cintaku Setengah Agama sendiri terbitan tahun 2017. Weh, sudah cukup lama ya? Tapi kenapa masih diulas dan dibahas? Ketapels tidak membahas secara khusus mengenai isi novel Cintaku Setengah Agama sih. Tapi lebih ke proses kreatif si penulis dalam menghasilkan karya tersebut.

Oleh karenanya tidak dikatakan sebagai bedah buku Cintaku Setengah Agama. Itu sih sudah biasa. Terlalu mainstream. Jadi dicari sisi inspiratifnya. Nah, tiap penulis tentu memiliki alasan dan motivasi tersendiri dalam menghasilkan karya.

Suasana acara yang santai (dokpri)
Suasana acara yang santai (dokpri)
Sebagai penulis di Kompasiana kiranya perlu juga menambah amunisi untuk menjaga semangat menulis, bahkan memompa semangat untuk terus berkarya bagi yang sudah memiliki karya. Menjadi motivasi untuk berkarya bagi yang belum memiliki karya.

Lalu kenapa memilih dibalik novel Cintaku Setengah Agama? Sebab secara judul cukup menggelitik. Tetap relevan sampai kapan pun. Bertepatan dengan bulan kasih sayang pula. Nah, inilah yang mendasari Ketapels berbagi kali ini. Kebetulan tempatnya kediaman sang penulis. Jadi semakin terasa soul-nya.

Kali ini Ketapels berkolaborasi dengan Ladiesiana. Salah satu komunitas di Kompasianer juga. Dimoderatori oleh pak mantan alias Kang Rifki Feriandi, acara mengalir begitu saja tanpa acara resmi-resmian. Karena memang acaranya dibuat santai dan tak formal.

Duduk dan makannya pun lesehan. Pokoknya santai saja. Tapi isi obrolannya dong bergizi sekali. Jadi tak hanya terkait proses kreatif menulis novel Cintaku Setengah Agama. Melainkan ada obrolan dan diskusi lain yang tak kalah menarik. Seperti soal usaha dan Badan Pusat Statistik.

Kembali ke obrolan dibalik novel Cintaku Setengah Agama. Jadi Kang Didi memiliki niat untuk menulis novel tersebut terpicu dari kalimat motivasi yang diucapkan oleh mba Asma Nadia. Tahu dong siapa Asma Nadia?

Mba Asma Nadia dalam berbagai kesempatan mengisi acara kepenulisan, selalu   menyerukan untuk menulis bukulah, setidaknya satu buku sebelum mati.

Kang Didi yang sudah memiliki buku solo menggunakan motivasi tersebut untuk dirinya sendiri, dengan mengubah kalimatnya menjadi satu novel sebelum mati. Hal inilah yang melecut semangat kang Didi untuk membuat novel.

Sebelumnya sih kang Didi sudah menulis beberapa cerita fiksi di Kompasiana. Beberapa tulisan fiksi itulah yang sebagian dijadikan bahan dalam membuat novel Cintaku Setengah Agama. Tak hanya itu saja, Kang Didi juga menulis di beberapa media cetak nasional.

Baginya menulis adalah mengabadikan sejarah dan mengabadikan diri. Dari salah satu hadist pula judul novel Cintaku Setengah Agama tercetus.
Bagi seorang muslim, menikah bagian dari ibadah. 

Ganjarannya setengah dari agama sudah digenggaman. Itulah kenapa menikah bagi seorang muslim harus disegerakan, begitu sudah siap lahir dan batinnya.
Setelah judul novel sudah ada dalam bayangan. Selanjutnya mengumpulkan kenangan dan pengalaman yang didapat serta peristiwa-peristiwa disekitar sebagai materi dari isi novelnya kelak.

Terlihat mudah dan mengalir begitu saja. Namun dalam perjalanan menulis novel tersebut, kang Didi ternyata sempat kehilangan motivasi dan semangat. Ditambah benturan waktu antara pekerjaan dan kuliah.

Waktu itu kang Didi sedang menyelesaikan program doktornya. Ia bahkan butuh motivator untuk bisa membangkitkan gairah dan semangatnya dalam menyelesaikan novel Cintaku Setengah Agama.

Pada akhirnya memang harus ada yang dipilih dan diprioritaskan untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Agar bisa menghasilkan sesuatu dengan hasil maksimal juga. Kang Didi demi menyelesaikan novel Cintaku Setengah Agama akhirnya memutuskan untuk mengesampingkan program doktor yang sedang dilakoninya.

Mungkin bagi sebagian orang disebut gila dan nekad. Tapi itulah kisah tak terduga dibalik novel Cintaku Setengah Agama. Yang hasilnya memang cukup diperhitungkan sebagai novelis pemula.
Novel tersebut nangkring di toko buku ternama. Si penulis juga mendapatkan penghargaan sebagai individu yang mampu menyumbangkan 1.000 bukunya (dalam hal ini novel Cintaku Setengah Agama) kepada TBM di seluruh Indonesia.

Tak hanya itu saja. Ternyata ada yang menggunakan novel Cintaku Setengah Agama sebagai bahan skripsinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa isi dan pesan dalam novel tersebut tidak kaleng-kaleng kalau istilah anak jaman sekarang.

Kesimpulan yang didapat dari obrolan santai dengan sang penulis adalah bahwa menulis, menulis saja. Jangan takut dibilang jelek atau apalah. Menulislah yang baik dan tulislah hal-hal baik. Bisa jadi tulisan yang kita anggap jelek justru sangat bermanfaat bagi orang lain.

"Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat manusia." (HR. Ahmad at Thabrani) 

Dokpri
Dokpri

Wow, sangat menginspirasi dan memotivasi bukan? Itulah hasil silaturahmi Ketapels dan Ladiesiana ke kediaman penulis novel Cintaku Setengah Agama. 

Nantikan review novelnya ya? Ikutan juga kegiatan silaturahmi Ketapels berikutnya. Insya Allah ada hal-hal bermanfaat yang didapatkan. Aamiin. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun