Bicara Pulau Bali tak bisa tidak, pasti terhubung dengan nama besar Bung Karno. Sebab ibunda Bung Karno (Ida Ayu Nyoman Rai) merupakan perempuan asli Bali. Jadi bagi saya Bali tak sekadar  pantai atau pura.
Oleh karenanya dalam perjalanan ke Bali beberapa waktu yang lalu, salah satu destinasi yang saya tuju adalah Museum Agung Bung Karno. Ini sudah masuk daftar wajib kunjungan saya di Bali. Sampai kawan saya berseloroh.
"Kamu tidak tertarik ke pantai atau mengunjungi pura?"
Saya tersenyum. Mungkin ia bingung melihat jadwal saya yang tak memasukkan pantai dan pura dalam itinerary perjalanan ke Bali. Bukannya tidak tertarik tapi ada yang lebih diprioritaskan. Salah satunya ke Museum Agung Bung Karno.
Cuaca mendung bergelayut di langit Denpasar saat saya keluar dari hotel untuk menuju museum. Jarak dari hotel ke museum tidak terlalu jauh. Karena sama-sama berada di pusat kota Denpasar. Â Tepatnya di Jalan Pegangsaan Timur 56 No.1 Renon, Denpasar.
Tentang Museum Agung Bung Karno
Tiba di depan museum hujan turun rintik-rintik. Saya berlari-lari kecil menuju pintu yang terbuka, sambil memandang kagum bagian atas museum yang tampak megah. Dengan patung Bung Karno yang berdiri tegak memegang buku.
Pintu terbuka di lantai dasar merupakan perpustakaan sekaligus kantor. Di sana saya mengisi buku tamu dan membeli tiket masuk. Setelahnya diantar oleh petugas untuk naik ke atas dan mengelilingi ruangan museum yang terdiri atas 5 lantai.
Museum dan perpustakaan ini dikelola oleh Yayasan Kepustakaan Bung Karno untuk kepentingan sejarah bangsa. Yayasan ini berdiri pada tanggal 1 Juni 1990. Pendirinya adalah Shri Wedastera Suyasa (alam) yang kemudian dilanjutkan oleh Gus Marhaen.
Menaiki lantai 2 saya melihat pemandangan yang saya kagumi sejak awal datang. Patung Bung Karno berukuran raksasa. Selanjutnya di tiap ruangan per lantai yang dimasuki, ada banyak relief dan benda bersejarah yang bisa dilihat.
Termasuk benda koleksi pribadi milik Bung Karno dan ibu Fatmawati. Seperti koper, lemari pakaian, meja kerja Bung Karno, tempat tidur dan meja rias. Di ruangan ini saya mencoba meja rias yang biasa digunakan oleh ibu Fatmawati.