"Sudah di mana, Nay?"
Saya jadi tak sabar menantikan perjumpaan dengan dirinya.
"Lo mau dibawain apa?" kata saya.
"Eh, beneran mau bawain gue sesuatu? Ya, udah kalo gak ngerepotin bawain gue oseng oncom deh. Gue udah 7 tahun gak makan oncom. Di sini gak ada?"
Hah. 7 tahun enggak makan oncom? Oncom gitu loh? Sesuatu yang murah meriah. Saya jadi bertanya-tanya padanya tentang nasib oncom di sana.
Oalah, ternyata memang tidak ada. Hanya orang pendatang yang menyukai oncom. Orang Bali sendiri merasa aneh melihat makanan jenis oncom.
Maka demi mewujudkan keinginannya saya pun berburu oncom, malam sebelum keberangkatan. Jadwal keberangkatan saya kan pukul 09.20 WIB. Niatnya malam membeli oncomnya, setelah salat subuh saya olah.
Ternyata tukang oncom tuh baru ada pukul 04.00 WIB. Oalah, jadilah saya pulang lagi. Padahal pukul 23.00 WIB saya sudah pergi ke pasar. Esoknya pukul 03.00 WIB saya meluncur lagi ke pasar.Â
Syukurnya sudah ada yang jual. Saya pun membeli beberapa potong oncom. Sebagian saya olah, sebagian saya bawa mentahnya. Biar bisa ia olah sendiri. Saya memasak secara kilat khusus. Pokoknya jadi oseng oncom dan segera dirapikan. Sebab saya harus segera berangkat ke bandara.
Setelah melalui beberapa perjuangan. Akhirnya semangkuk oseng oncom yang saya masak secara kilat khusus tiba juga di Bali. Untuk bertemu dengan orang yang menginginkannya.
Di hotel tempat saya menginap oseng oncom tersebut akhirnya dieksekusi oleh si kawan. Setelah 7 tahun di Bali akhirnya ia bisa merasakan makan oseng oncom lagi.