Melihat kejadian semacam itu kawan saya coba menengahi keributan tersebut dengan spontan mengatakan bahwa ia calon suaminya. Jadi jangan macam-macam dan mengganggu lagi. Dan ampuh. Sejak itu tak ada gangguan lagi.
Namun sejak itu juga kawan saya terjerat dengan ucapannya sendiri. Si kawan yang ditolongnya mengartikan lain ucapannya tersebut. Dianggap serius dan bukan main-main. Sehingga dia mendekati kawan saya sedemikian rupa yang menjurus nekad.
Sejak itu kawan saya berusaha menghindari komunikasi dengan si kawan perempuan tersebut karena takut.Â
Ternyata kawan perempuan tersebut orangnya nekad. Dia sudah jatuh hati dengan kawan saya dan mengejar-ngejar sedemikian rupa.
Bahkan sampai berani datang ke rumah kawan saya. Untungnya si kawan perempuan tersebut dikenal juga oleh orang rumahnya. Sehingga tidak terlalu mencurigakan. Namun karena kawan saya tahu bagaimana si kawan perempuan tersebut. Maka dia merasa tidak tenang.
"Kok gue jadi kayak buron ya? Kemana-mana harus hati-hati khawatir ketemu. Gimana kalau istri dan anak gue sampai tahu?"
"Lha, kamu kenapa sampai ngucap begitu waktu menolongnya?" tanya saya.
"Ya, biar cepat selesai dan enggak ganggu lagi. Niat gue cuma gitu. Membantu. Ternyata gue yang kena batunya."
Saya hanya bisa menarik napas. Menasihati agar dia sabar dan bisa bersikap tegas agar masalahnya tak berlarut-larut.
Ternyata pepatah Mulutmu Harimaumu masih bertuah loh di era digital. Ini buktinya. Jadi waspadalah. Ucapanmu bisa mencelakakanmu. (EP)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI