Ternyata selama masih ada di dunia, apa sih yang tidak mungkin? Asal berani bermimpi, selama ada niat, tinggal menunggu waktu saja, pasti terwujud. Saya sendiri tidak menyangka ketika tiba-tiba mendapat tawaran untuk pergi ke sana?
"Hah, ke Kupang? Ke Atambua? Ke Pulau Semau? Maulah."
Begitu reaksi saya. Meski setelahnya sempat bimbang. Karena tahun 2020 covid-19 sedang tinggi-tingginya. PCR wajib dilakukan. Jika terindikasi positif harus diisolasi. Saya membayangkan kalau dari sana hasil PCR saya positif maka saya tidak bisa kembali ke Jakarta sesuai jadwal.
Saya tidak bisa membayangkan harus isolasi di tempat yang jauh dari keluarga dan tidak mudah dijangkau. Tidak seperti Jakarta-Tangerang. Duh, membayangkan semua itu rasanya kok ragu. Tapi mengingat ini kesempatan yang belum tentu terulang lagi. Maka saya mantapkan hati untuk berangkat.
Maka begitulah. Dua hari sebelum natal saya terbang ke Kupang dengan waktu penerbangan pukul 03.00 WIB dari bandara Soekarno Hatta. Pukul 06.00 WITA tiba di bandara El Tari. Di sana sudah ditunggu oleh mobil travel yang akan menemani selama perjalanan ke tiga tempat.
Perjalanan pertama langsung menuju Atambua. Jadi saya melakukan perjalanan darat kurang lebih 7 jam perjalanan. Cukup melelahkan. Tapi terobati dengan pemandangan indah dan alami yang dilalui. Bukit, padang rumput, pantai, dan rumah adat serta penduduk yang ramah.
Sopir travelnya sangat baik sekali. Selama perjalanan menyinggahi beberapa tempat menarik yang tidak saya ketahui. Jadi tidak langsung ke tujuan yaitu Atambua. Sekali mendayung dua tiga pulau dilalui.
Sudah gitu bagus pula hasil jepretannya.
Beberapa kali saya diminta pose di tempat yang menurutnya bagus. Dan memang bagus. Wah, tak sia-sia perjalanan 7 jam melewati bukit dan pantai. Banyak spot bagus yang didapatkan.
Apalagi spot pantainya. Wah, pantai di wilayah Timur Indonesia memang juara kok. Itu baru perjalanan saya menuju Atambua. Belum lagi perjalanan ke Pulau Semau yang pantainya masih alami. Artinya tidak semua dikelola oleh sebuah resort.
Ketika kembali ke Kota Kupang, saya sempatkan untuk ijak-ijik sendiri. Artinya tidak diantar sopir. Saya ingin merasakan naik angkutan umum di sana. Berhenti di tempat yang sekiranya menarik. Memang menarik dan menjadi pengalaman baru.
Naik angkutan umum di daerah sana berbeda dengan di Pulau Jawa. Musiknya kencang sekali seperti di diskotik. Atribut di mobil angkotnya pun macam-macam. Pokoknya ramai luar dalam. Saya bahkan mesem-mesem sendiri membaca tulisan yang ada di angkot.