Masih menggunakan bus Uncal, rombongan memasuki Nirwana Bogor Residen (BNR). Pintu menuju daerah Mulyaharja. Tiba diujung jalan bus Uncal berhenti. Untuk selanjutnya rombongan berganti kendaraan. Dua angkot berwarna hijau  sudah menanti.
"Belum ke Bogor kalau belum merasakan naik angkot."
Begitu dalih yang diteriakkan oleh arek-arek Bogor. Iya juga sih. Ternyata meski sebentar, seru juga perjalanan mengendarai angkot. Aish, kita semua jadi nostalgia ke zaman sekolah. Teriak-teriak dan seru-seruan diangkot.
Lupa kalau bukan ABG lagi. Melainkan angkatan bapak-bapak dan bunda-bunda.
Tak terasa laju angkot sudah tiba ditujuan. Wah, saya terpana. Ternyata memang benar. Kita akan makan di tengah sawah. Sawahnya tuh sangat luas dan saung kita berada ditengah-tengahnya.
Terasa tenang dan damai duduk di tengah saung dengan pemandangan hamparan sawah yang luas. Jadi kalau ingin menikmati suasana pedesaan dengan hamparan sawah yang luas, ke Mulyaharja saja.
Kampung Perca
Hari semakin sore. Rinai hujan sudah menyambut kami. Enggan rasanya beranjak dari duduk. Namun masih ada satu tempat yang akan kita kunjungi. Yakni Kampung Perca.
Maka dengan berat hati karena masih ingin leyeh-leyeh di saung, rombongan kembali melanjutkan perjalanan untuk menuju Kampung Perca. Kampung ini berada di daerah Sindangsari, Kota Bogor.
Tiba di sana rombongan disambut dengan suguhan minuman rempah bir pletok khas Bogor. Jadi semacam bir bir petoknya Betawi. Rasanya segar sekali. Mampu menghilangkan penat akibat keliling Bogor seharian.
Di Kampung Perca kita bisa melihat secara langsung bagaimana ibu-ibu di sana berkarya. Mengolah kain perca menjadi aneka barang serba guna. Mulai dari lap tangan sampai tas kain yang menawan.
Menarik juga kreasi yang mereka hasilkan. Inspiratif. Bahan yang menurut kita sampah, tak bisa dipakai lagi. Ternyata bisa diubah menjadi sesuatu yang menarik dan berdaya guna.