"Orang baik itu ada di mana-mana." (kutipan)
Kalimat yang selalu saya ingat di mana pun berada sebagai bentuk pertolongan Tuhan kepada hamba-Nya. Jadi hati dan jiwa ini merasa tenang menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.
Termasuk saat saya melakukan solo riding (mengendarai motor sendirian). Karena ridingnya saya terkadang sampai ke luar kota. Terjauh sampai Surabaya. Bukan tidak memiliki teman atau saudara yang bisa dijadikan teman perjalanan. Tapi mereka tidak mau kalau saya ajak.
Gendeng atau gila kata mereka. Ke Surabaya bisa naik pesawat atau kereta. Ini kok memilih motoran. Cari penyakit. Cari bahaya. Begitu pendapat yang terlontar. Saya anggap itu bentuk kepedulian dan saya memaklumi.
Oleh karenanya saya hanya tersenyum. Tidak marah apabila tersinggung. Dan yang pasti tidak menyurutkan langkah ini. Sebab niat saya baik. Tujuan saya juga baik. Riding for silaturahim. Riding for literasi. My riding my adventure.
Petualangan saya dengan bermotor. Motoran jarak jauh sama dengan bertualang. Jadi selalu menarik dan memiliki tantangan tersendiri. Itu sebabnya saya selalu bersemangat ketika sudah duduk di atas motor. Rasanya ingin melaju sejauh-jauhnya.
Nah, pengalaman pertama solo riding usai pandemi adalah ketika saya menghadiri acara Glamping Sastra Indonesia di Baturaden, Purwokerto, Jawa Tengah
Begitu saya mendapatkan undangan acara tersebut, yang terlintas dipikiran adalah, "Asik nih ke Baturaden motoran. Pasti seru meliuk-liuk mengitari lereng Gunung Slamet."
Jiwa petualang saya meronta-ronta. Kaki dan tangan ini sudah tak sabar untuk menarik gas membelah jalanan. Maka begitulah, peserta dari Jakarta sepakat untuk bareng-bareng naik mobil. Saya tekadkan diri naik motor ke Baturaden.
Secara keseluruhan perjalanan saya dari berangkat sampai tiba di kaki Gunung Slamet berjalan lancar tanpa halangan berarti. Jalur Pantura bukan kali pertama saya lalui dengan motor. Sehingga sudah terbiasa meliuk-liuk di antara truk besar dan tronton.
Masalah muncul justru ketika sudah tiba di kaki Gunung Slamet. Saya harus naik dan meliuk-liuk untuk menemukan tempat yang sudah ditetapkan. Baturaden Adventure Forest.
Saya pikir mudahlah menemukan tempat tersebut. Secara tempat wisata gitu loh. Tanpa berpikir kendala yang akan saya hadapi selama di sana. Susah sinyal.
Benar saja. Saya sempat kalang kabut akibat sinyal yang hilang. Sebab acuan saya untuk menemukan lokasi tujuan dengan menggunakan goegle map. Ketika tak ada sinyal seperti ini. Saya kehilangan arah.
Cara terbaik yang saya lakukan adalah bertanya dengan orang yang dijumpai. Mudah bukan? Kenyataannya? Beberapa kali orang yang saya tanya menjawab tak tahu lokasi yang dimaksud. Pusing saya. Bagaimana jadinya kalau orang asli sana saja tidak tahu? Sementara hari semakin sore.
Kembali turun ke kota kepalang tanggung sudah di atas. Melanjutkan pencarian berarti naik lagi ke atas. Saya merasa ragu. Khawatir tidak ketemu juga dan kemalaman di atas. Akhirnya saya hanya bisa berdiri mematung di samping motor yang terparkir.
Berdoa dan berharap ada yang lewat dan bisa saya tanyai lagi. Sebab saya benar-benar sendirian. Sinyal tidak ada. Ponsel saya yang satu sudah habis baterenya. Sementara nomor kontak peserta acara ada di ponsel tersebut. Mati kutulah saya.
Dalam kondisi nyaris putus asa, saya melihat sebuah jeep di kejauhan. Hati saya berbunga-bunga. Mata saya berbinar-binar. Masih ada harapan. Saya pun segera lompat ke tepi jalan dan langsung melambaikan tangan tanda memintanya berhenti.
Namun  mobil jeep tersebut tidak berhenti, pengemudinya hanya melihat sekilas sambil tetap melakukan percakapan dengan ponselnya. Saya sempat kesal karena diabaikan. Tapi saya juga sadar. Mungkin pengemudinya khawatir. Kalau berhenti bisa saja ada yang lain keluar dari semak-semak. Semacam modus perampokan.
Saya pandangi Jeep tersebut dengan perasaan kesal.
"Iiih, orang cuma mau tanya aja, kok," gumam saya.
Tapi saya perhatikan jeep tersebut melambatkan lajunya. Saya pun segera naik ke atas motor untuk mengejarnya. Saya hanya ingin bertanya. Itu saja. Maka begitu motor saya berhasil mendekati jeepnya. Saya langsung saja berteriak.
 "Maaf Mas saya mau tanya. Baturaden Adventure Forest masih jauh tidak dari sini? Arahnya kemana kalau dari sini. Saya kehilangan jejak. Sinyalnya hilang begitu tiba di sini."
Jeep tersebut menghentikan lajunya. Si pengemudi menanyakan maksud dan tujuan saya ke sana.
"Saya akan menghadiri acara Glamping Sastra Indonesia di sana. Saya dari Jakarta. Makanya tidak familiar daerah sini."
Setelah mengetahui maksud dan tujuan saya. Si pengemudi terlihat manggut-manggut.
"Kalau begitu ikuti saya. Saya juga mau ke sana."
Bukan main girangnya hati saya. Wah, kebetulan yang bukan kebetulan. Artinya ini pertolongan Tuhan melalui si pengemudi jeep.
"Dari tadi kek mas berhenti. Jadi saya enggak perlu kesal dan sebel sama sampeyan," gumam saya dalam hati.
Saya mengikuti laju jeep tersebut dengan perasaan senang. Tak ada rasa was-was. Padahal jalur yang dilalui cukup sulit dan licin akibat hujan. Rasa letih saya hilang karena sebentar lagi tiba ditujuan.
Benar saja. Jeep tersebut menuju tempat yang saya sebutkan. Saya parkir di area parkir motor. Si pengemudi jeep parkir di area parkir mobil. Saya segera menuju kafe yang ada di sana. Begitu juga si pengemudi jeep.
Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada si pengemudi jeep. Sebelum saya diantar ke lokasi acara oleh petugas yang berjaga di sana. Akhirnya saya sampai juga ditujuan. Meski terlambat beberapa jam.
Acara dimulai pukul 14.00 WIB. Sementara saya baru sampai pukul 17.00 WIB. Usai registrasi dan meletakkan barang-barang. Istirahat sejenak dan berkenalan dengan sesama peserta. Saya kepikiran si pengemudi. Masih di kafe tersebut atau tidak ya?
Saya ingin menemuinya sekali lagi untuk mengucapkan terima kasih. Juga untuk memintanya membubuhkan tandatangan di helm saya. Untuk kenang-kenangan dan tanda syukur. Lantaran si pengemudi jeep tersebut saya bisa tiba di sini tanpa "drama" berarti.
Sepertinya cuaca usai hujan deras. Riciknya masih belum hilang. Saya nekad menerabas ricik hujan. Jarak lokasi acara di bawah sedangkan kafe di atas. Kalau menunggu nanti keburu hujan deras dan keburu malam. Â Berbuat baik jangan ditunda-tunda. Demikian salah satu lirik lagu Bimbo.
Saya pun segera ijin dan naik ke atas lagi. Syukurnya si pengemudi jeep masih ada. Saya hampiri dan menyapanya sekaligus berkenalan. Dari situ saya mengetahui kalau namanya Sigit. Saya sapa dengan panggilan Mas Sigit. Sebagai bentuk menghormati dan menghargai seseorang dalam adat Jawa.
Kami berbincang-bincang sebentar karena dikejar-kejar waktu magrib. Saya sodorkan helm motor padanya untuk ditandatangani. Mungkin beliau heran. Tapi itulah cara saya mengabadikan kebaikan dan momen tak terlupakan ketika melakukan solo riding.
Kebetulan yang bukan kebetulan lain yang saya dapatkan selain kesamaan tujuan antara saya dan Mas Sigit, yakni sama-sama menuju Baturaden Adventure Forest. Rupanya tempat tinggal beliau juga tidak jauh-jauh. Di Cikupa sana. Ealaah sama-sama Tangerang.
Kejutan lainnya? Ternyata Mas Sigit merupakan salah satu dari panitia acara tersebut. Saya tahunya setelah bercerita kepada panitia. Kalau tanpa bantuan si pengemudi jeep mungkin saya belum tentu sampai ke sini. Salah satu panitia langsung nyeletuk, "Oh, itu pasti Mas Sigit."
Memang benar. Maka saya sebut kejadian di atas kebetulan yang bukan kebetulan. Melainkan sudah dalam perencanaan Tuhan. Â Cara Tuhan dalam mengulurkan pertolongan-Nya. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H