Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengenang Bapak Hadi Supeno, Mantan Wagub Banjarnegara

21 Juli 2022   17:41 Diperbarui: 22 Juli 2022   01:07 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku karya bapak Hadi Supeno (dokpri)

Bapak Hadi Supeno. Saya mengenal beliau melalui Grup WA Glamping Sastra Indonesia. Selanjutnya bertemu secara langsung saat menghadiri acara Glamping Sastra Indonesia pada 2-3 Juli 2022 di Batu Raden, Jawa Tengah.

Kesan pertama yang saya tangkap dari sosoknya adalah ramah. Ya, beliau sosok yang ramah dan murah senyum. Dua hari satu malam berkegiatan bareng, entah berapa puluh kali beliau menyapa saya.

"Hallo Mba Denik!" (sambil tersenyum dan mengacungkan jempol)

"Iya, Pak."

Selalu begitu tiap kali kami berpapasan. Saat itu saya pikir biasa saja. Apalagi beliau bagian dari panitia. Memang sudah semestinya begitu toh. Ramah.

Dalam Glamping Sastra Indonesia di Batu Raden, beliau meluncurkan satu buku baru. Judulnya Spiritual Kata Ahmad Tohari. Tentu saya membeli bukunya juga.

Buku karya bapak Hadi Supeno (dokpri)
Buku karya bapak Hadi Supeno (dokpri)

Seperti biasa. Saya meminta bukunya ditandatangani. Selain itu saya juga meminta beliau untuk membubuhkan tandatangannya di helm. Ya, saya ke Batu Raden naik sepeda motor. Oleh karenanya saya minta tanda tangan di helm untuk kenang-kenang.

Bapak Hadi Supeno membubuhkan tandatangannya di helm saya (dokpri)
Bapak Hadi Supeno membubuhkan tandatangannya di helm saya (dokpri)

Sudah ada beberapa tandatangan penulis dan penyair kenamaan di helm saya. Salah satunya tandatangan bapak Ahmad Tohari.

Kembali ke cerita saya tentang bapak Hadi Supeno. Selama acara Glamping Sastra Indonesia di Batu Raden tersebut, interaksi saya dengan beliau dan istri cukup hangat. Dalam artian bisa guyon atau bercanda dengan lepas. Padahal kita baru bertemu.

Bahkan saya sempat menggoda beliau untuk berpose mesra dengan istri saat acara trekking di lereng Gunung Slamet.

Foto mesra bersama istri (dokpri)
Foto mesra bersama istri (dokpri)

"Ulang Pak. Kurang mesra fotonya. Bapak tarik tangan ibu ya? Iya, begitu. Satu, dua, tiga."

Begitu saya memberi aba-aba saat memotret beliau.

Ketika acara sarapan pagi pun tanpa sadar posisi kami selalu berdekatan. Beliau gantian menggoda saya.

Suasana sarapan pagi (dok.satupena)
Suasana sarapan pagi (dok.satupena)

"Ambil lauknya yang banyak Mba. Kapan lagi? Mumpung di sini. Belum tentu tahun depan ke sini lagi. Nih, seperti saya."

"Iya, Pak," sahut saya seperti biasa sambil senyum-senyum.

Saat itu saya anggap biasa saja tegur sapa dan guyonan beliau. Namun ketika tanggal 17 Juli 2022 malam ada pesan masuk di WAG Glamping Sastra Indonesia dan mengabarkan tentang berita meninggalnya bapak Hadi Supeno. Saya sungguh tak percaya. 

Sebab pagi harinya saya masih komunikasi dengan istri beliau yang mengatakan kabar semuanya baik-baik saja.

Saya terhenyak. Dada ini terasa sesak. Saya menangis merasakan kepedihan luar biasa. Saya pernah kehilangan orang tua. Jadi berita kehilangan orang yang dikenal membuka perasaan yang sama.

"Ya, Tuhan. Rupanya beliau meninggalkan kesan manis bagi yang ditinggalkannya."

Khususnya saya pribadi. Selain keramahan beliau, guyonan beliau. Ternyata takdir menggoreskan kenangan indah lainnya.

Bagaimana tidak? Ketika usai acara, saya kehilangan satu tas berisi pakaian kotor dan termos air panas. Saat itu saya sedang salat Zuhur ketika  barang-barang dibawa oleh panitia ke parkiran.

Usai salat saya kebingungan karena hanya ada tas ransel saja. Saya sih tak merasa kehilangan sekali. Hanya pakaian kotor saja kok. Cuma tidak enak hati kalau terbawa oleh peserta lain. Pakaian kotor gitu loh.

Benar saja. Tas dan termos saya terbawa oleh salah satu peserta. Tahukah siapa peserta tersebut? Ternyata bapak Hadi Supeno.

Beliau memberitahu kalau ada tas berisi pakaian kebaya berwarna merah yang terbawa oleh mereka.

"Sudah dicuci istri saya," ujar beliau.

Saya langsung japri. Merasa sungkan dan tidak enak hati.

" Enggak apa-apa Mba Denik. Itu artinya Mba Denik biar ingat kita terus."

Saya, bapak Hadi Supeno dan istri (dokpri)
Saya, bapak Hadi Supeno dan istri (dokpri)

Memang benar. Rangkaian peristiwa yang terjadi membuat nama Hadi Supeno begitu lekat diingatan. Guyonan beliau yang mengatakan belum tentu tahun depan ke Batu Raden lagi menjadi kenyataan.

Sosok ramah dan hangat itu telah pergi untuk selama-lamanya. Bapak Hadi Supeno. Penulis, Wakil Bupati Banjarnegara (2001-2006, 2011-2016), Ketua KPAI (2007-2011) dan penasihat Satupena Jawa Tengah.

Selamat jalan bapak. Keramahan dan kehangatanmu abadi di hati kami. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun