Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jakarta-Puncak, Bermotor untuk Nostalgia

22 Juni 2022   19:39 Diperbarui: 22 Juni 2022   21:01 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mie goreng Padang (dokpri)

Kalau sudah bicara motor, rasanya ingin melaju menjelajahi negeri. Karena memang mengasikkan mengendarai motor sambil melihat pemandangan alam yang indah.

Hal inilah yang saya lakukan saat akhir pekan kemarin. Bermotor dari Jakarta menuju Puncak untuk bernostalgia. Bukan bernostalgia dengan seseorang melainkan dengan suasana di sana.

Ceritanya saya pernah bermotor dari Bandung ke Jakarta via puncak sendirian malam hari, dalam kondisi hujan pula. Bukan tak disengaja. Melainkan karena kondisi dan situasinya yang mengharuskan saya melakukan hal tersebut.

Ketika itu sedang dalam suasana bulan Ramadan. Saya dan adik-adik berencana lebaran di Bandung. Jadi jauh-jauh hari sudah direncanakan. Berhubung naik mobil sendiri, maka  disepakati malam takbiran berangkat ke Bandungnya.

Nah, saya malas naik mobil. Lebih senang mengendarai motor. Maka saya pun berangkat lebih dulu ke Bandung. Dua hari sebelum malam takbiran.

Pagi-pagi sekali saya sudah berangkat lewat Parung-Ciawi-Puncak-Padalarang-Cianjur-Cimahi. Wah, sangat mengasikkan. Belum banyak yang mudik. Jadi jalanan lengang. Sehingga bisa menikmati pemandangan dengan puas.

Singkat kata perjalanan bermotor dari Tangerang-Bandung lancar jaya tanpa halangan apapun. Saya pun memiliki waktu istirahat yang cukup sebelum hari lebaran tiba.

Sore hari menjelang malam takbiran adik-adik di Jakarta sudah siap-siap untuk berangkat. Tiba-tiba salah satu adik saya asam lambungnya kambuh. Entah salah makan atau apalah, intinya adik saya mengalami sakit cukup parah dan tidak bisa ikut ke Bandung.

Adik yang lain bingung dong. Mereka tidak bisa membatalkan perjalanan. Tapi meninggalkan adik saya sendirian juga bukan solusi. Akhirnya menelpon saya dan minta solusi.

Saya bilang berangkat saja ke Bandung. Siapkan di samping tempat tidur segala keperluan adik yang sakit agar tidak mondar-mandir. Saya akan pulang saat itu juga.

Awalnya mereka tidak setuju saya kembali pulang. Karena saya kan yang dituakan. Jadi tunggu usai salat Idul Fitri baru pulang. Lha, terus bagaimana? Masa membiarkan adik yang sakit sendirian. Saya tidak setuju dan memutuskan tetap berangkat sore itu juga.

Maka begitulah. Saya pun bermotor kearah pulang. Bandung-Tangerang. Berhubung sudah malam takbiran jalanan mulai padat. Saya tiba di daerah Puncak pukul 10 malam. Wuduh, dinginnya luar biasa. Saya sampai menggigil selama perjalanan. Tak lama turun hujan rintik-rintik.

Wah, benar-benar seperjuangan sendiri perjalanan bermotor saya kala itu. Antara menahan dingin dan menahan laju motor jangan sampai slip akibat hujan. Jalannya licin dan menurun karena arah pulang.

Dalam kondisi seperti itu perut terasa lapar pula. Tak ada penjual makanan seperti biasanya. Para pedagangnya mungkin mudik juga. Wuduh, mana saya tak membawa stok makanan.

Dokpri
Dokpri

Saya terus memacu sepeda motor sambil berdoa agar dipertemukan dengan pedagang makanan apalah. Karena memang benar-benar lapar. Tak lama di seberang jalan saya melihat pedagang nasi goreng Padang.

Wah, senangnya bukan kepalang. Saya langsung mengarahkan sepeda motor ke sana. Memesan satu porsi nasi goreng Padang dan teh manis hangat. Rasanya luar biasa nikmat. Saya baru ingat belum berbuka puasa dengan makanan berat. Hanya kue-kue saja.

Usai makan saya melanjutkan lagi perjalanan. Masih jauh untuk sampai di Tangerang. Setidaknya ada semangat dan kekuatan baru setelah kedinginan dan kehujanan. Saya lanjutkan perjalanan tanpa jeda. Hingga akhirnya pukul 02.30 dini hari tiba di rumah tanpa halangan berarti.

Nah, untuk mengenang semua itu akhir pekan kemarin saya mengendarai motor ke Puncak. Selain ingin menikmati pemandangan indah daerah Puncak. Saya juga ingin nostalgia makan nasi goreng Padang lagi. Apakah masih ada atau tidak pedagangnya?

Maka begitulah, Sabtu pagi-pagi sekali saya meluncur ke arah Puncak. Berhubung masih pagi maka jalanan terasa lengang. Menyusuri daerah Puncak, kemudian turun sampai ke daerah Padalarang  berbelok arah lagi untuk mencari tempat makan. Lalu pulang.

Saat malam di daerah Puncak barulah sambil mencari-cari pedagang nasi goreng Padang. Ternyata masih ada. Wah, senangnya. Saya pun segera meluncur ke sana. Begitu tiba di sana saya malah tergoda mie goreng Padang.

Mie goreng Padang (dokpri)
Mie goreng Padang (dokpri)

Akhirnya memesan mie goreng Padang dan teh tawar panas. Nikmatnya. Ternyata hanya begitu saja terasa nikmat. Karena ada bumbu nostalgia di tempat tersebut. Cukup mengobati rindu.

Selanjutnya mempersiapkan diri untuk Explorer daerah Puncak. Sebab ada beberapa tempat wisata di sana yang belum sempat dikunjungi. Semoga terwujud.(EP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun