Awalnya mereka tidak setuju saya kembali pulang. Karena saya kan yang dituakan. Jadi tunggu usai salat Idul Fitri baru pulang. Lha, terus bagaimana? Masa membiarkan adik yang sakit sendirian. Saya tidak setuju dan memutuskan tetap berangkat sore itu juga.
Maka begitulah. Saya pun bermotor kearah pulang. Bandung-Tangerang. Berhubung sudah malam takbiran jalanan mulai padat. Saya tiba di daerah Puncak pukul 10 malam. Wuduh, dinginnya luar biasa. Saya sampai menggigil selama perjalanan. Tak lama turun hujan rintik-rintik.
Wah, benar-benar seperjuangan sendiri perjalanan bermotor saya kala itu. Antara menahan dingin dan menahan laju motor jangan sampai slip akibat hujan. Jalannya licin dan menurun karena arah pulang.
Dalam kondisi seperti itu perut terasa lapar pula. Tak ada penjual makanan seperti biasanya. Para pedagangnya mungkin mudik juga. Wuduh, mana saya tak membawa stok makanan.
Saya terus memacu sepeda motor sambil berdoa agar dipertemukan dengan pedagang makanan apalah. Karena memang benar-benar lapar. Tak lama di seberang jalan saya melihat pedagang nasi goreng Padang.
Wah, senangnya bukan kepalang. Saya langsung mengarahkan sepeda motor ke sana. Memesan satu porsi nasi goreng Padang dan teh manis hangat. Rasanya luar biasa nikmat. Saya baru ingat belum berbuka puasa dengan makanan berat. Hanya kue-kue saja.
Usai makan saya melanjutkan lagi perjalanan. Masih jauh untuk sampai di Tangerang. Setidaknya ada semangat dan kekuatan baru setelah kedinginan dan kehujanan. Saya lanjutkan perjalanan tanpa jeda. Hingga akhirnya pukul 02.30 dini hari tiba di rumah tanpa halangan berarti.
Nah, untuk mengenang semua itu akhir pekan kemarin saya mengendarai motor ke Puncak. Selain ingin menikmati pemandangan indah daerah Puncak. Saya juga ingin nostalgia makan nasi goreng Padang lagi. Apakah masih ada atau tidak pedagangnya?
Maka begitulah, Sabtu pagi-pagi sekali saya meluncur ke arah Puncak. Berhubung masih pagi maka jalanan terasa lengang. Menyusuri daerah Puncak, kemudian turun sampai ke daerah Padalarang  berbelok arah lagi untuk mencari tempat makan. Lalu pulang.
Saat malam di daerah Puncak barulah sambil mencari-cari pedagang nasi goreng Padang. Ternyata masih ada. Wah, senangnya. Saya pun segera meluncur ke sana. Begitu tiba di sana saya malah tergoda mie goreng Padang.
Akhirnya memesan mie goreng Padang dan teh tawar panas. Nikmatnya. Ternyata hanya begitu saja terasa nikmat. Karena ada bumbu nostalgia di tempat tersebut. Cukup mengobati rindu.