Ketika memasuki dunia kerja dan mendatangi undangan makan dari berbagai kalangan, sedikit banyak ingatlah apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di meja makan.
Saat berbicara dengan atasan, dengan rekan kerja, dengan orang yang di bawah kita ada etikanya. Jadi tidak asal bicara saja. Apalagi kalau sudah merasa dekat dengan atasan atau bahkan atasan tersebut teman karib. Tetap harus ada pembeda.
Lihat kapasitas dia ketika kita memulai pembicaraan. Kalau dalam suasana resmi dan ada kaitannya dengan pekerjaan, tentu dia atasan kita. Berbicaralah layaknya atasan dengan karyawannya. Itu yang disebut profesional.
Bicara profesional, apapun pekerjaan kita. Seperti apapun posisi kita. Etika berbicara dan berkomunikasi harus tetap dijaga.Â
Bercanda jangan asal, apalagi kalau sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Meski alasannya bercanda, tetap saja tidak baik. Orang lain bisa memberi penilaian negatif terhadap kita. Dari hal kecil semacam itu bisa menjatuhkan reputasi yang sudah susah payah kita bangun.
Hal tersebut banyak terjadi di kalangan masyarakat kita. Salah satunya yang menimpa atlet bulutangkis muda Indonesia. Gara-gara ucapannya yang katanya bercanda, habis dia dihujat oleh netizen.
Kejadian tersebut menunjukkan, bahwa adab dia tidak bagus. Mungkin saja kurang mendapatkan didikan terkait adab atau etika.
Nah, di sinilah pentingnya kalangan profesional dan perorangan mengikuti kelas kepribadian. Pentingnya instansi pemerintah dan swasta mengikutsertakan karyawannya dalam kelas kepribadian. Sehingga mereka memiliki ilmu dan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya bersikap. Ilmu yang didapatkan bisa menjadi penyaring atau pengingat dalam bertingkah laku.
Hal tersebut berdasarkan pengalaman pribadi. Meski belajarnya sudah lama sekali. Namun ketika terjun di masyarakat secara otomatis akan menguap lagi ilmu yang terendap tersebut.
"Eh, kan enggak boleh begitu ya?"
"Oh, harusnya begini nih."