Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Demi Silaturahmi Nekat Memacu Motor dengan Kecepatan Tinggi

9 Mei 2022   23:05 Diperbarui: 9 Mei 2022   23:09 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture by wikipedia


Tujuan mudik salah satunya untuk menjalin silaturahmi dengan sanak saudara. Nah, demi tujuan tersebut saya dan adik-adik mudik ke Lampung pada libur lebaran 2022 ini.

Berhubung jarak tempat tinggal saudara yang dikunjungi berjauhan, maka saya putuskan untuk mengendarai sepeda motor. Sehingga tidak bingung mencari transportasi selama di sana.

Risikonya, saya mesti berpanas-panasan dan rela menempuh perjalanan puluhan kilometer menembus hutan karet. Hari pertama dan kedua perjalanan silaturahmi saya berjalan lancar. Memasuki hari ketiga barulah terjadi "drama" alias ada kejadian yang membuat emosi jiwa.

Bermula dari keputusan sepihak dari paklik yang niatnya baik tapi tidak meminta persetujuan terlebih dulu. Ceritanya saya pagi-pagi sekali ingin berangkat ke Metro. Karena jarak ke Metro dari Sribawono cukup jauh. Kurang lebih 78 km. Niat saya hanya sebentar saja. Yang penting sudah bertemu. Karena esok pagi saya berniat kembali ke Jakarta.

Tiba-tiba keluarga paklik di Bandar Lampung mengabari, bahwa mereka sedang dalam perjalanan ke Sribawono. Jadi kita diminta menunggu mereka karena akan diajak bareng naik mobil. Saya iyakan demi menghargai niat baik mereka.

Tapi sudah berjam-jam menunggu, mereka belum tiba juga. Saya mulai gusar. Pukul 14.00 WIB mereka baru tiba. Dengan posisi mobil yang dikendarai sudah penuh dengan anak dan menantu.

"Loh, katanya kita mau diajak bareng. Ini mobilnya sudah penuh gitu loh," kata saya.

"Maksud paklik kalian naik mobil yang ada di sini. Ke Metronya  baru bareng-bareng berangkat dua mobil."

"Terus yang nyetir mobil di sini siapa? Wong yang punya mobil sedang pergi."

"Ya, kita tunggu saja kapan dia pulangnya."

Wah, saya sudah mulai emosi nih. Karena di luar rencana dan tanpa kompromi sebelumnya.

Begitu adik sepupu yang punya mobil ditelpon dan mengatakan tidak berani membawa mobil ke sana. Saya merasa gusar dan mulai kesal. Karena hari semakin sore. Perjalanan ke Metro semakin tidak aman.

Tapi jika dibatalkan, maka adik-adik saya tidak bertemu lagi dengan paklik di sana. Keduanya belum pernah bertemu sama sekali. Kalau saya sih sudah pernah. Jadi tak masalah jika tak jadi datang ke sana.

Mengingat hal tersebut, akhirnya saya putuskan untuk tetap berangkat dengan saya dan adik-adik mengendarai motor.

"Ojo nekad. Daerah sana rawan begal," kata bulik.

"Kalau enggak nekad kapan lagi bisa ketemu saudara di Metro. Ya sudah ayo berangkat sekarang," sahut saya.

Maka begitulah, paklik dan keluarga dari Bandar Lampung naik mobil mereka. Saya dan adik-adik naik motor mengikuti dari belakang.

Saya kembali berpetualang sore itu. Bagaimana tidak? Saya yang tidak tahu jalur yang dilewati. Tidak tahu alamat saudara di Metro. Akhirnya mengikuti mobil paklik yang melaju cukup kencang demi mengejar waktu.

Saya yang tidak pernah memacu sepeda motor di atas 60 km/jam. Hari itu memacu sepeda motor dengan kecepatan 70-80 lebih km/jam. Buat saya sudah ngebut sekali. Selain tidak ingin kehilangan jejak mobil di depan. Saya juga khawatir dengan kondisi jalanan yang di beberapa titik sangat sepi dengan kanan kiri hutan. Atau sawah berhektar-hektar.

Dibandingkan jalur Bakauheni-Bandar Lampung dan Bandar Lampung-Sribawono, jalur Sribawono-Metro menurut saya termasuk ramai. Mungkin karena arah sebaliknya banyak kendaraan yang menuju Bakauheni melalui lintas timur. Meski itu tadi, ada beberapa titik yang termasuk sepi dan rawan.

Petualangan saya kali ini lebih kekecepatan kendaraan. Kendaraan yang menuju arah Metro tidak banyak. Kalaupun ada yang lewat rata-rata dengan kecepatan tinggi. Saya jadi ikut-ikutan. Apalagi sambil mengejar mobil di depan.

Memasuki daerah Metro, saya pikir sudah ramai. Karena melintasi perumahan. Ternyata tidak juga. Setelah melewati beberapa perumahan, jalur yang saya lalui sepi lagi. Lebih ke sawah-sawah saja sih di kanan kirinya jalan. Bukan hutan karet atau kebun jagung.

Tapi memasuki perumahan tempat tinggal paklik di Metro masih banyak lahan yang kosong juga. Karena memang bukan di pusat kota sekali sih. Pukul 19.00 WIB saya dan rombongan baru tiba di Metro. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3-4 jam dengan kecepatan tinggi.

Tentu saja tidak bisa langsung pulang. Harus menginap. Nah, menginap di sini tidak masuk dalam jadwal perjalanan. Sehingga mengubah jadwal yang sudah saya buat. Seharusnya tanggal 5 Mei 2022 pagi kita sudah star menuju Bakaheuni. Ini baru star dari Metro.

Saya ingin pulang setelah subuh atau pukul 06.00 WIB biar cepat. Tetap dilarang. Katanya jam segitu masih sepi dan gelap. Akhirnya pukul 07.00 WIB baru boleh pulang ke Sribawono. Itu pun karena suami adik sepupu berangkat kerja. Jadi saya mengikuti mobil melaju lagi saat kembali.

Wah, adik ipar lebih gila-gilaan bawa mobilnya. Ngebut sekali. Mungkin karena mengejar jam kerja. Alhasil saya pun harus mengimbangi agar tidak kehilangan jejak. Arah pulang, kecepatan sepeda motor saya nyaris mencapai 90 km/jam. Benar-benar gila untuk ukuran saya.

Bagaimana lagi? Kondisi di sana seperti itu. Apalagi saya juga mengejar waktu. Agar tidak terlalu siang menuju Bakauheni. Sebab Lintas Timur yang akan saya lalui nantinya belum pernah saya jajaki sebelumnya. Belum lagi setelah dari pelabuhan Merak, arah ke rumah masih sekitar 4 jam lagi. Jadi harus benar-benar diatur waktunya.

Tepat pukul 11.00 WIB saya tiba di Sribawono. Langsung packing dan bersiap untuk melaju lagi menuju Bakaheuni. Benar-benar tanpa jeda motoran hari terakhir di Lampung. Semua demi silaturahmi. Demi mempertemukan adik-adik dengan saudara di Lampung. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun