Bicara toleransi beragama, saya punya kenangan yang sampai sekarang masih tersimpan rapi diingatan. Terutama menjelang lebaran seperti sekarang ini. Ingatan akan kenangan tersebut muncul kembali.
Melambungkan tanya tentang keberadaan teman karib bapak yang beretnis Tionghoa. Tetangga depan rumah yang sama-sama berasal dari Surabaya.
Awalnya hanya saling sapa biasa layaknya hidup bertetangga. Namun begitu si tetangga mengetahui bahwa kami berasal dari Surabaya, intensitas obrolan keluarga kami semakin dekat.
Mungkin karena yang diobrolkan bapak dan ibu saling nyambung dengan mereka. Jadilah kami anak-anak pun menjadi dekat. Saling memberi makanan dan main bersama sepulang sekolah. Kebetulan usia saya dan anak tetangga depan rumah sepantaran. Hanya beda sekolah.
Ketika mereka merayakan Imlek, keluarga kami selalu dikirimi kue keranjang dan makanan lain. Tak lupa saya juga kebagian angpao. Rasanya senang sekali. Namanya juga anak-anak. Eh, tapi sampai sekarang kalau ada yang memberi angpao saya tetap senang kok.
Nah, ketika kami merayakan lebaran atau hari raya Idul Fitri, tentu tak lupa kami pun mengirimi mereka makanan. Berupa ketupat sayur, uli dan tape ketan hitam. Sajian khas lebaran untuk dibagikan ke tetangga sekitar.
Lucunya, mereka akan mengirimi kami lagi. Tapi berupa parcel dan sarung untuk bapak.
"Lha, kok jadi kirim-kiriman begini sih Koh," kata bapak.
"Ya, enggak apa-apa. Anggap saja ini ucapan lebaran dari kami. Berhubung rumah kita berhadapan, jadi kita antar langsung. Enggak perlu kurir-kuriran kayak orang-orang."
Percakapan yang diakhiri dengan gelak tawa dan ngopi bareng. Anak-anak duduk di depan televisi sambil bermain.
Kenangan masa kecil hingga remaja yang begitu indah tentang toleransi beragama. Meski berbeda agama dan etnis tapi kami merasa satu kampung dan tentu saja satu bangsa. Jadi tidak ada alasan yang menjadikan kami saling menjaga jarak. Apalagi saling membenci.
Namun semua keindahan tersebut hanya menjadi kenangan dan cerita ketika kerusuhan Mei tahun 1998 melanda Jakarta. Kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa membuat mereka pergi dan menghilang tanpa kabar.