Bulan Ramadan sudah di depan mata. Dalam hitungan Minggu, umat muslim di seluruh dunia akan menjalankan ibadah puasa. Sebuah kewajiban yang dilakukan selama bulan Ramadan.
Sewaktu masih kanak-kanak, bulan puasa berarti bulan bertabur hadiah. Sebab semua orang di rumah akan memberikan reward jika kita bisa menyelesaikan puasa satu hari penuh. Terbayang jika kita bisa menyelesaikan puasa selama satu bulan penuh.
Itulah tradisi di rumah dalam menyemangati anak-anak agar lancar puasanya. Setelah besar dan sudah bekerja, gantian  aku yang memberikan reward untuk adik dan keponakan yang mulai belajar puasa. Jika yang lain memberi reward berupa uang. Tidak demikian denganku.
Aku lebih suka memberi barang atau sesuatu yang bermanfaat. Tentu saja sesuai kebutuhannya. Seperti saat memberi reward untuk adik bungsu. Kebetulan jarak antara aku dengan adik yang bungsu cukup jauh. Sekitar 15 tahun. Orang bilang ibuku kebobolan. Jadilah ibu hamil lagi ketika anak-anaknya sudah besar-besar.
Berhubung jaraknya sangat jauh, akhirnya dalam beberapa hal aku ikut mengurus adik bergantian dengan ibu. Sebab usia ibu saat melahirkan adik bungsu termasuk rawan. Pokoknya ketika melahirkan si bungsu cukup seperjuangan. Apalagi si bungsu berjenis kelamin laki-laki. Orang bilang melahirkan anak laki-laki berbeda dengan melahirkan anak perempuan.
Maka begitulah. Ketika si adik bungsu memasuki usia belajar puasa. Aku ikut membimbing dan memberikan reward untuknya. Aku katakan, jika ia berhasil puasa sampai sore dan bisa pol satu bulan penuh. Maka ia boleh belanja apa saja di supermarket. Bebas sesuka hatinya. Tentu saja ia girang sekali. Namanya anak-anak, pilihannya tidak jauh dari makanan.
Seiring berjalannya waktu, aku lupa di usia berapa. Yang jelas ia sudah mulai remaja. Meski sudah tidak mendapatkan reward karena berpuasa sampai pol. Tetap saja aku membelikan sesuatu untuknya saat bulan puasa. Kali ini ia mulai menawar atas apa-apa yang  kuberikan.
"Mba, bolehkah untuk puasa tahun ini aku minta sesuatu yang tidak biasa?"
"Oh, ya? Apaan? Boleh saja. Yang penting puasanya pol," sahutku.
"Wah, makasih ya, Mba. Nanti aku beritahu kalau sudah dekat waktunya," katanya dengan nada girang.
Aku senyum-senyum melihat tingkahnya. Meskipun tidak diminta, aku pasti akan membelikan sesuatu untuknya. Namanya juga lebaran. Untuk adik bungsu pula. Kata ibu, kakak-kakaknya harus mengayomi adiknya. Apalagi si adik bungsu terpaut usianya sangat jauh dari kakak-kakaknya.