Wedang jahe. Minuman yang sudah sangat dikenal orang. Apalagi dalam musim penghujan seperti sekarang ini. Biasa saja kali. Minum wedang jahe untuk menghangatkan tubuh. Begitu mungkin pendapat sebagian orang.
Tapi akan sangat berbeda rasanya jika wedang jahe yang kita minum, buatan sendiri dan hasil kebun sendiri pula.Â
"Ah, apanya yang istimewa? Rasa jahe ya paling begitu saja."
Eh, jangan ngenyek dulu. Saya merasakan sensasi tersendiri kala melakukan hal tersebut. Selama ini saya kan terima beres saja. Membeli wedang jahe di tukang yang mangkal atau membeli sachetan.
Suatu hari saya sedang merapikan tanaman. Baru sadar kalau pernah menancapkan bonggol jahe. Rupanya si jahe tumbuh subur. Berhubung daunnya rusak dibuat tempat bercanda kucing-kucing. Akhirnya saya cabut tanaman jahe tersebut.
Hasilnya? Wow, banyak sekali. Saya sampai tak percaya. Saya pikir hanya ada beberapa bonggol saja. Ternyata begitu dirapikan ada sekitar satu baskom besar jahe yang baru saya cabut.
Wah, bagaimana tidak takjub. Selama ini kalau pun membeli jahe untuk memasak, paling hanya beberapa ruas atau bonggol. Tidak sampai sebanyak itu. Karena harga jahe termasuk lumayan. Hanya beberapa ruas saja sekian rupiah.
Jadi ketika melihat hasil bertanam sendiri yang sebanyak itu, rasanya takjub saja.
"Subhanallah. Kuasa Sang Pencipta. Padahal awalnya hanya satu bongkol. Sekarang berbongkol-bongkol."
Memang sih. Si jahe yang saya tanam beranak pinang di dalam tanah. Tapi tetap saja takjub ketika memanennya.Â
Saya langsung bersihkan jahe yang baru dicabut. Kemudian diolah menjadi minuman wedang jahe.