"Nanti kalau kalian sudah berkeluarga semua. Ibu taruh di panti jompo saja ya?"
Anak mana yang tak terkejut mendengar permintaan semacam itu? Hal tersebut yang saya dan adik-adik rasakan begitu mendengar ucapan ibu yang tiba-tiba.
Sebenarnya tidak tiba-tiba juga. Semenjak bapak tiada ibu sudah sempat mengutarakan hal tersebut. Tentu saja kami sebagai anak-anaknya tak sependapat.
"Ngapain sih Bu tinggal di panti jompo? Tinggal sama aku aja. Nanti main sama cucu," ujar adik yang tengah.
"Tinggal sama aku dong anak pertama. Jadi nanti kalau lebaran kumpul di rumah," kata saya.
"Eh, enggak bisa. Tinggal sama gue sebagai anak bungsu dan laki satu-satunya," sahut adik yang bungsu.
Begitulah tanggapan kami atas keinginan ibu tersebut.
"Nah, kan belum apa-apa sudah ribut. Biar adil sebaiknya ibu tinggal di panti jompo. Jadi nanti kalian jenguk ibu ramai-ramai," sahut ibu.
Saya yang paling dangkal bendungan air matanya tentu saja mewek mendengar perkataan ibu. Rasanya sedih saja membayangkan berpisah dengan ibu. Inginnya bisa menunggui ibu sampai tutup pol ajal matinya.
"Ibu enggak suka ya tinggal sama kita? Enggak pengen main sama cucu?" kata saya sambil bersimpuh di pangkuan ibu kala itu.
Ibu mengusap rambut saya dengan lembut.
"Bukan begitu. Ibu cuma enggak mau merepotkan kalian. Nantinya kalian bakal mengurus suami dan anak-anak. Belum lagi urusan pekerjaan. Kalau ditambah harus mengurus ibu yang sudah tua. Ibu enggak tega sama kamu."
"Lagipula biar ibu tetap ada kegiatan. Ada teman sepantaran. Ibu lihat suasana panti jompo itu enak kok. Kekeluargaan. Banyak teman," ujar ibu lagi.
Jadi dengan penuh kesadaran dan atas keinginan sendiri, ibu memiliki keinginan untuk tinggal di panti jompo. Memghabiskan sisa umur di sana. Ibu terkesan dan kepincut suasana panti jompo yang pernah dikunjungi.Â
Akhirnya saya dan adik-adik hanya bisa mengiyakan. Walaupun dalam hati merasa sedih kala membayangkan hal tersebut. Tak terbayangkan jauh dari ibu. Tak bisa memeluknya setiap saat.Â
"Sudahlah tak usah membicarakan hal ini. Bikin sedih saja. Lagi pula adik-adik masih sekolah juga Bu. Belum ada yang berpikir mau berumah tangga. Ngapain membahas masalah beginian," kata saya.
Sebagai anak tentu saja saya tak mengharapkan hal tersebut sampai terjadi. Inginnya selalu bersama ibu. Mendampingi dan didampingi terus oleh ibu. Bisa berada di sisi ibu sampai ajal menjemput.
Benar saja. Sebelum kami mentas atau berumah tangga. Ibu sudah dipanggil oleh Sang Pencipta. Membayangkan berpisah sementara saja sudah membuat kami sedih. Ini malah berpisah selama-lamanya. Betapa hancur hati kami kala itu.
Namun kami harus menerima semua kenyataan tersebut dengan hati lapang. Inilah takdir. Siapa yang bisa menduga?Â
Berkaca dari pengalaman kami. Tinggal di panti jompo bukan berarti terasing. Buktinya ibu kami malah ingin tinggal di sana. Jadi tergantung cara pandang si orang tua yang akan menjalani kehidupan di panti jompo.
Begitu pula sebagai anak. Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju jika ibunya tinggal di panti jompo. Seperti kami yang tidak setuju. Meski si ibu yang menginginkannya.Â
Bagi kami, panti jompo tempat yang baik bagi orang tua yang sudah lansia. Ada kekeluargaannya, ada yang merawat, ada teman yang sebaya dan ada kegiatan yang positif. Tapi sebaik-baiknya tempat bagi orang tua yang sudah lansia adalah di sisi anak-anaknya. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H