DAAN MOGOT. Nama sebuah jalan yang pasti sudah tak asing terdengar. Bisa jadi merupakan jalur yang dilalui setiap hari. Salah satu jalan utama di Jakarta. Membentang sepanjang 27,5 km dari Sukarasa, Tangerang sampai Grogol, Jakarta Barat.
Namun tak banyak yang mengetahui tentang apa dan siapa itu Daan Mogot. Bisa jadi malah tidak tahu bahwa Daan Mogot adalah nama seorang pahlawan. Salah satu pahlawan yang gugur dalam pertempuran Lengkong.
Pertempuran Lengkong merupakan peristiwa berdarah yang terjadi di daerah Lengkong, Tangerang (sekarang masuknya wilayah Tangerang Selatan, sekitar BSD).Â
Desa Lengkong yang dulunya hutan karet dijadikan markas oleh tentara Jepang. Yang seharusnya sudah keluar dari wilayah Indonesia. Sebab Indonesia sudah merdeka. Namun Belanda yang dibonceng tentara NICA masih ingin menguasai Indonesia.Â
Tersiar kabar bahwa Belanda yang berkedudukan di Bogor dan Parung akan segera ke Lengkong. Jika demikian maka TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di Tangerang bisa terancam. Apalagi jika mereka bersatu dengan tentara Jepang. Untuk itulah Direktur MAT (Militer Akademi Tangerang) yang dipimpin oleh Mayor Daan Mogot bermaksud melucuti tentara Jepang.
Misi pasukan TKR untuk melakukan perundingan di dalam salah satu markas Jepang awalnya berjalan lancar. Namun tiba-tiba ada suara letusan senapan yang membuat kacau suasana. Saling serang pun tak terhindarkan lagi. Sampai akhirnya tentara kita banyak yang gugur. Termasuk Mayor Daan Mogot.
Menurut saya sangat menarik jika sosok Daan Mogot diangkat ke layar lebar. Artinya film yang benar-benar mengangkat nama Daan Mogot, bukan tentang pertempuran Lengkong semata. Sebab ada hal-hal menarik yang patut diketahui dan menjadi pembelajaran bagi generasi muda tentang kiprah Daan Mogot.
Daan Mogot yang memiliki nama asli Elias Daniel Mogot adalah seorang pemuda kelahiran Manado, Sulawesi Utara, 28 Desember 1928. Ia meninggal di Tangerang Selatan, 25 Januari 1946. Gugur dalam pertempuran Lengkong di usia yang masih sangat muda, 17 tahun.
Karir militernya diawali dengan menjadi anggota dan pelatih PETA (Pembela Tanah Air) di Jakarta dan Bali tahun 1942-1945. Kemudian menjadi komandan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sekarang TNI (Tentara Nasional Indonesia) dengan pangkat mayor.
Pada tanggal 18 November 1945 ia mendirikan Akademi Militer Tangerang sekaligus menjadi direktur pertama di usia 17 tahun.Â
"Bayangkan, saat seusia dia pemuda lain memilih belajar agar jadi orang pintar. Ia memilih untuk jadi pejuang dan mati muda sebagai pahlawan."